ASKEP GAGAL GINJAL (GGA DAN GGK)
2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan
Sistem urinaria adalah suatu proses ekskresi sisa-sisa
metabolisme tubuh berupa urine. Dalam menjalankan fungsi ekskresi urine sistem
urinaria ditopang oleh beberapa organ sebagai berikut:
1.
Ginjal
Makroskopik
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas,
dibelakang peritonium (retroperitoneal), di depan dua kosta terakhir dan tiga
otot-otot besar (transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di
bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat
kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Kedua
ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa
berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar
kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh
tubuh atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram. Bentuknya seperti biji
kacang, dengan lekukan yang menghadap ke dalam. Jumlahnya ada dua buah
yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada
umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal kanan
biasanya terletak sedikit ke bawah dibandingkan ginjal kiri untuk memberi
tempat lobus hepatis dekstra yang besar. Ginjal dipertahankan dalam
posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua
lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam
guncangan. Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula
fibrosa, terdapat korteks renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap,
dan medula renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang
dibandingkan korteks. Bagian medula berbentuk kerucut yang disebut piramides
renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang
kecil disebut papilla renalis. Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk
konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan
nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi
ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing
akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores. Medula terbagi
menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut
dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan
duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk duktus
papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak
duktus pengumpul (Price,1995 : 773).
Gambar 2.1 Anatomi Ginjal
(www.karminata.blogspot.com)
Mikroskopik
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang
berjumlah 1-1,2 juta buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional
ginjal. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus,
tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang
mengosongkan diri ke duktus pengumpul. (Price, 1995).
Unit nefron dimulai dari pembuluh darah halus/kapiler,
bersifat sebagai saringan disebut glomerulus, darah melewati glomerulus/kapiler
tersebut dan disaring sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang
berjumlah kira-kira 170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui pipa/saluran
yang disebut tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran ureter, kandung kemih,
kemudian ke luar melalui uretra.
Vaskularisasi ginjal
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis
kira-kira setinggi vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah ke
dalam vena kava inferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri
renalis masuk ke dalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri
interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri
arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam
korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada
glomerulus (Price, 1995).
Glomerulus bersatu membentuk arteriola aferen yang
kemudian bercabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus
dan disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini
akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis,
vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena
cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume
yang sama dengan 20-25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang
masuk keginjal berada pada korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medula. Sifat
khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal
arteiol aferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya
sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian
mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan (
Price, 1995).
Persarafan pada ginjal
Menurut Price (1995) “Ginjal mendapat persarafan dari
nervus renalis (vasomotor), saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah
yang masuk kedalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah
yang masuk ke ginjal”.
Fisiologi ginjal
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang
sangat banyak (sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah
“menyaring/ membersihkan” darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit
atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak
120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam
tubulus sehingga akhirnya keluar dari kedua ginjal menjadi urin sebanyak 1-2
liter/hari.
Fungsi ginjal adalah
a.
Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksik
atau racun
b.
Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
c.
Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan
tubuh
d.
Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum,
kreatinin dan amoniak
e.
Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang
f.
Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah
g.
Produksi hormon erythropoietin yang membantu pembuatan sel
darah merah
2.
Ureter
Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang
membawa hasil penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis
renalis menuju vesika urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak
retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal.
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis)
akan turun di depan muskulus psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul
dengan arteri iliaca communis. Ureter berjalan secara postero-inferior di
dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai
vesika urinaria. Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urin
setelah memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter
mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura
marginalis serta muara ureter ke dalam vesika urinaria.
Lapisan dinding ureter terdiri dari : dinding luar
jaringan ikat (jaringan fibrosa); lapisan tengah otot polos dan lapisan sebelah
dalam lapisan mukosa. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan peristaltik
yang mendorong urine masuk ke kandung kemih.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari arteri renalis,
aorta abdominalis, arteri iliaca communis, arteri testicularis/ovarica serta
arteri vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter melalui segmen T10-L1
atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus
superior dan inferior.
3.
Kandung Kemih (Vesika Urinaria)
Vesika urinaria, sering juga disebut kandung kemih
atau buli-buli, merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal
melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal
tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesika urinaria terletak di lantai
pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain seperti rektum,
organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh darah, limfatik
dan saraf.
Dalam keadaan kosong vesika urinaria berbentuk
tetrahedral yang terdiri atas tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum.
Serta mempunyai tiga permukaan (superior dan inferolateral dextra dan sinistra)
serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan sinistra).
Dinding vesika urinaria terdiri dari muskulo detrusor (otot spiral,
longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior
dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk
mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae,
bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan
kosong.
Vesika urinaria diperdarahi oleh arteri vesicalis superior
dan inferior. Namun pada perempuan, arteri vesicalis inferior digantikan oleh
arteri vaginalis.
Sedangkan persarafan pada vesika urinaria terdiri atas
persarafan simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis melalui nervus
splanchnicus minor, nervus splanchnicus imus, dan nervus splanchnicus lumbalis
L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui nervus splanchnicus pelvicus
S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.
Gambar
2.2 Vesica Urinaria (www.sectiocadaveris.wordpress.com)
4.
Uretra
Uretra
merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesika urinaria menuju
lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita.
Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai
organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra pada
wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. Selain itu, pria memiliki dua otot spingter
yaitu muskulo sphincter interna (otot polos terusan dari muskulo detrusor dan
bersifat involunter) dan muskulo sphincter eksterna (di uretra pars membranosa,
bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki muskulo sphincter
eksterna (distal inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter).
Pada pria,
uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars membranosa
dan pars spongiosa.
Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek
(3.5 cm) dibanding uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital,
uretra akan bermuara pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina
opening). Terdapat muskulo spchinter urethrae yang bersifat volunter di
bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak
memiliki fungsi reproduktif.
Gambar 2.4 Sistem Uretra
pada Wanita (www.erzamilano.blogspot.com)
Fungsi utama ginjal adalah mengekskresikan zat-zat
sisa metabolisme yang mengandung nitrogen misalnya amonia. Amonia adalah hasil
pemecahan protein dan bermacam-macam garam, melalui proses deaminasi atau
proses pembusukan mikroba dalam usus. Selain itu, ginjal juga berfungsi
mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan, misalnya vitamin yang larut dalam
air; mempertahankan cairan ekstraselular dengan jalan mengeluarkan air bila
berlebihan; serta mempertahankan keseimbangan asam dan basa. Sekresi dari
ginjal berupa urin.
Di dalam ginjal terjadi rangkaian proses filtrasi,
reabsorbsi, dan augmentasi, yang juga merupakan proses terbentuknya urine.
Ø Penyaringan (filtrasi)
Filtrasi terjadi pada kapiler glomerulus pada kapsul
bowman. Pada glomerulus terdapat sel-sel endotelium kapiler yang berpori
(podosit) sehingga mempermudah proses penyaringan. Beberapa faktor yang
mempermudah proses penyaringan adalah tekanan hidrolik dan permeabilitias yang
tinggi pada glomerulus. Selain penyaringan, di glomelurus terjadi pula
pengikatan kembali sel-sel darah, keping darah, dan sebagian besar protein
plasma. Bahan-bahan kecil terlarut dalam plasma, seperti glukosa, asam amino,
natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati saringan
dan menjadi bagian dari endapan. Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat
glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak
mengandung protein. Pada filtrat glomerulus masih dapat ditemukan asam amino,
glukosa, natrium, kalium, dan garamgaram lainnya.
Ø Penyerapan kembali
(reabsorbsi)
Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus.
Oleh karena itu, 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada
tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada
tubulus kontortus distal. Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan asam
amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrat
dikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178
liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini
direabsorbsi beberapa kali. Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan
menghasilkan urin seku Zder yang komposisinya sangat berbeda dengan urin
primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan
lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun
bertambah, misalnya ureum dari 0,03, dalam urin primer dapat mencapai 2% dalam
urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam
mino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osmosis.
Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal.
-
Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea
yang mulai terjadi di tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan
lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain,
misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warm dan bau pada urin.
Kemudian akan terjadi proses eksresi yaitu pengeluaran sisa metabolisme
pada ginjal. Dalam
tubulus kontortus distal, pembuluh darah menambahkan zat lain yang tidak
digunakan dan terjadi reabsornsi aktif ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+.
Di tempat sudah terbentuk urine yang sesungguhnya yang tidak terdapat glukosa
dan protein lagi, selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis
renalis. Dari kedua ginjal, urine dialirkan oleh pembuluh ureter ke kandung
urine (vesika urinaria) kemudian melalui uretra, urine dikeluarkan dari tubuh.
Komposisi urine :
a.
Air (96%)
b. Larutan (4%)
c. Larutan Organik: Urea, ammonia, keratin, dan asam urat
d. Larutan Anorganik: Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sufat, magnesium, fosfor. Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak.
b. Larutan (4%)
c. Larutan Organik: Urea, ammonia, keratin, dan asam urat
d. Larutan Anorganik: Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sufat, magnesium, fosfor. Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak.
Hal yang
perlu diperhatikan meliputi :
§
Dalam keadaan normal urine tidak mengandung glukosa dan protein
§
Banyak urine yang dikeluarkan tergantung dari banyaknya air yang diminum
dan kadar ADH.
2.2 Gagal Ginjal Akut
2.2.1 Definisi
Gagal ginjal akut
adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan hampir lengkap akibat
kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi tubular dan glomerular ( Brunner & Suddarth,2000).
Gagal ginjal akut adalah
suatu sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan
mendadak dalam ( beberapa jam sampai beberapa hari ) laju filtrasi glomerular (
LFG ), disertai akumulasi nitrogen sisa metabolisme terutama ureum dan
kreatinin ( Ilmu Penyakit Dalam, 2001 )
2.2.2 Etiologi
Tiga kategori utama kondisi
penyebab gagal ginjal akut adalah :
a.
Prarenal ( hipoperfusi ginjal )
·
Masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya
laju filtrasi glomerulus.
·
Penurunan volume vaskuler
·
Kehilangan darah / plasma : perdarahan luka bakar
·
Kehilangan cairan ekstraseluler : muntah, diare
·
Peningkatan kapasitas kapiler : sepsis, blokade, ganglion,
reaksi anafilaksis
·
Penurunan curah jantung / kegagalan pompa jantung : renjatan
kardiogenik, payah jantung kongestif, dysritmia, emboli paru, infark jantung.
b.
Intrarenal ( kerusakan aktual jaringan ginjal )
·
Kerusakan struktur glomerulus atau tubulus ginjal
·
Kondisi seperti terbakar, oedema akibat benturan dan infeksi
serta agen nefrotoksik dapat menyebabkan nekrosis tubulus akut ( ATN ).
·
Berhentinya fungsi renal
·
Reaksi transfusi yang parah juga menyebabkan gagal intrarenal
·
Faktor penyebab lain : pemakaian obat-obatan anti inflamasi
nonsteroid ( NSAID ) terutama pada lansia.
c.
Pascarenal
Obstruksi
dibagian distal ginjal
2.2.3 Manifestasi Klinis
Pada tahap ini pada umumnya
tak ada keluhan atau kelainan yang berkaitan dengan ginjalnya. Hanya sedikit
pasien yang dapat menjelaskan adanya kelainan pada jumlah produksi urine,
warna, keruh atau tidak, dan sebagainya. Peningkatan ureum dan kreatinin juga
umumnya tidak menimbulkan gejala, hanya apabila tahap GGA sudah lanjut baru
terdapat gejala.
Hampir setiap sistem tubuh
dipengaruhi ketika terjadi kegagalan mekanisme pengaturan ginjal normal. Pasien
tampak sangat menderita dan letargi disertai mual persisten, muntah dan diare.
Kulit dan membran mukosa kering akibat dehidrasi, dan napas mungkin berbau
urine ( fetor uremik ). Manifestasi sistem saraf pusat mencakup rasa lemah,
sakit kepala, kedutan otot, dan kejang.
Manifestasi yang dapat
ditemukan adalah :
·
Perubahan haluaran urine
Haluaran
urine berubah menjadi sedikit, dapat mengandung darah, dan gravitas spesifiknya
rendah ( 1.010 sedangkan nilai normalnya 1.015 – 1.025 ). . Anuria ( urine <
50 ml/hari ) dan normal haluaran urine tidak seperti oliguria. Oliguria ( urine
< 400 ml/hari ) adalah situasi klinis yang umum dijumpai pada gagal ginjal
akut atau volume urine normal.
·
Peningkatan BUN dan kadar kreatinin
Pasien
gagal ginjal akut mengalami peningkatan kadar nitrogen urea darah ( BUN ) dan
kreatinin serum serta retensi produk sampah metabolik lain yang normalnya
dieksresikan oleh ginjal. Laju peningkatan BUN dan kreatinin bergantung pada
tingkat katabolisme ( pemecahan protein ), perfusi renal, dan masukan protein.
Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum
bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
·
Hiperkalemia
Pasien
yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus tidak mampu mengekskresikan
kalium. Katabolisme protein menghasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam
cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat yang dapat mengarah ke disritmia
dan henti jantung.
·
Asidosis metabolik
Pasien
oliguri akut tidak dapat mengeliminasi muatan metabolik seperti substansi jenis
asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu mekanisme buffer
ginjal normal turun, ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbondioksida
darah dan pH darah sehingga asidosis metabolik progresif menyertai gagal
ginjal.
·
Abnormalitas Ca⁺⁺ dan PO₄ˉ
Peningkatan
konsentrasi serum fosfat mungkin terjadi dan serum kalsium mungkin menurun
sebagai respons terhadap penurunan absorbsi kalsium di usus dan sebagai
mekanisme kompensasi terhadap peningkatan kadar serum fosfat.
·
Anemia
Merupakan
kondisi yang terjadi sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi
gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah,
biasanya dari saluran GI.
2.2.4 Pemeriksaan Diagnostik
a)
Analisis urine
Merupakan
pemeriksaan yang penting, akan tetapi harus dinilai sebagai satu kesatuan
dengan hasil anmnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan beberapa indikator
dalam urine seperti albumin, natrium, ureum, dan
kreatinin dapat dipakai untuk mengetahui proses yang terjadi dalam
ginjal
b)
Pemeriksaan pencitraan
Diperlukan
untuk melihat anatomi ginjal, dapat diperoleh informasi
mengenai besar ginjal atau ada tidaknya batu ginjal dan hidronefrosis.
Juga dapat menentukan apakah gangguan fungsi ginjal ini sudah lama terjadi,
yaitu apabila ditemukan gambaran ginjal yang sudah kecil.
c)
Pemeriksaan biopsi ginjal dan serologi
Apabila
diduga bahwa penyebab GGA adalah kelainan ginjal intrinsik, juga tak ada
kelainan lain seperti dari bedah atau kebidanan sebagai penyebab, perlu
dipertimbangkan biopsi ginjal. Indikasi yang memerlukan biopsi adalah apabila
penyebab GGA tidak jelas atau berlangsung lama, atau terdapat tanda
glomerulonefritis atau nefritis interstisial. Pemeriksaan ini perlu ditunjang
oleh pemeriksaan serologi imunologi ginjal.
2.2.5 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal,
mempertahankan homeostasis kimiawi normal, mencegah komplikasi metabolik dan
infeksi serta mempertahankan penderita tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh
secara spontan karena ginjal memiliki kemampuan pulih yang luar biasa dari
penyakit.
1)
Dialisis
Indikasi
yang mutlak untuk dialisis adalah terdapatnya sindrom
uremia dan terdapatnya kegawatan yang mengancam jiwa yaitu hipervolemia ( edema paru ), hiperkalemia,
atau asidosis berat yang resisten terhadap pengobatan konservatif.
Dilakukan untuk mencegah komplikasi GGA yang serius seperti hiperkalemia,
perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia;
menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas;
menghilangkan kecenderungan perdarahan, dan membantu penyembuhan luka.
2)
Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan
cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada pasien GGA. Hiperkalemia
merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa karena dapat mengakibatkan henti
jantung ( cardiac arrest ) tanpa ada tanda-tanda sebelumnya. Kalium lebih dari
5,5 mEq/L sudah menunjukkan kelinan pada EKG seperti perubahan gelombang T dan
pemendekan interval QT.
Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion
pengganti resin
( misal : Kayexalate ) secara oral dengan cara kerja mengubah ion kalium menjadi natrium di saluran intestinal.
Retensi enema dapat diberikan, pasien harus menahan 30-45 menit untuk
meningkatkan pengambilan kalium, karena kolon merupakan tempat utama pertukaran
kalium.
Sebagai
tindakan darurat sementara glukosa dan insulin secara
IV dapat mendorong kalium ke dalam sel-sel dengan menstimulasi pompa Na-K-ATPase
pada otot skelet dan jantung serta hati dan lemak, sehingga kadar serum
kalium menurun sementara sampai kalium diambil melalui proses dialisis; kalsium
glukonat secara IV membantu melindungi hati dari efek tingginya kadar serum
kalium.
Natrium bikarbonat dapat diberikan untuk menaikkan pH plasma menyebabkan kalium bergerak ke dalam sel, ini merupakan terapi
jangka pendek bersamaan dengan tindakan jangka panjang lain seperti pembatasan
diet dan dialisis.
3)
Mempertahankan keseimbangan cairan
Didasarkan
pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urine dan
serum, cairan yang hilang, tekanan darah, dan status klinis pasien.
Kelebihan
cairan dapat dideteksi melalui temuan klinis seperti dispnea, takikardia, dan
distensi vena leher. Paru-paru diauskultasi akan adanya tanda krekels basah,
karena edema pulmoner dapat terjadi akibat ginjal tak dapat mengekskresi urine
dan garam dalam jumlah yang cukup atau dapat diakibatkan oleh pemberian cairan
parenteral yang berlebihan, maka diperlukan kewaspadaan. Terjadinya edema
diseluruh tubuh dikaji dengan pemeriksaan area prasakaral dan pratibial
beberapa kali dalam sehari.
4)
Cairan IV dan diuretik
Aliran
darah ke ginjal yang adekuat pada banyak pasien dapat dipertahankan melalui
cairan intravena dan medikasi. Manitol, furosemid, atau
asam etrakrinik dapat diresepkan untuk mengawali diuresis dan mencegah
atau mengurangi gagal ginjal berikutnya. Furosemid mencegah reasorbsi Na
sehingga mengurangi metabolisme sel tubulus, selain itu juga diharapkan aliran
urine dapat membersihkan endapan, sehingga menghilangkan obstruksi, selain itu
furosemid juga dapat mengurangi masa oliguria. Jika gagal ginjal disebabkan
oleh hipovolemia akibat hipoproteinemia, infus albumin dapat diresepkan.
5)
Nutrisi
GGA
menyebabkan abnormalitas metabolisme yang amat kompleks, tidak hanya pengaturan
air, asam-basa, elektrolit, tetapi juga asam amino/protein, karbohidrat dan
lemak. Heterogenitas GGA yang amat tergantung dari penyakit dasarnya membuat
keadaan ini lebih kompleks. Oleh karena itu nutrisi pada GGA disesuaikan dengan
proses katabolik yang terjadi, sehingga nantinya dapat menjadi normal kembali.
6)
Koreksi asidosis dan peningkatan kadar fosfat
Jika asidosis berat terjadi,
gas darah arteri harus dipantau, tindakan ventilasi yang tepat harus dilakukan
jika terjadi masalah pernapasan. Pasien memerlukan terapi natrium karbonat atau dialisis.
Agens
pengikat-fosfat ( aluminum hidroksida ) dapat digunakan untuk mengendalikan peningkatan
konsentrasi serum fosfat dengan menurunkan absorpsi fosfat disaluran
intestinal.
7)
Pemantauan berlanjut selama fase pemulihan
Fase oligurik gagal ginjal akut berlangsung dari 10-20 hari dan
diikuti fase diuretik, dimana haluaran urine mulai meningkat, menunjukkan bahwa fungsi ginjal
telah membaik. Evaluasi kimia darah dilakukan untuk menentukan status hidrasi
lebih atau hidrasi kurang. Setelah fase diuretik pasien diberikan diet tinggi kalori tingggi protein dan dianjurkan
untuk melakukan aktivitas secara bertahap.
2.2.6 Konsep asuhan keperawatan
Data Dasar pengkajian Pasien
a. Aktivitas /Istirahat : Apakah ada gejala
keletihan,kelemahan
b. Sirkulasi : Apakah ada hipotensi edema
jaringan umum, pucat
c. Eliminasi : Perubahan pola berkemih,
disuria , retensi abdomen kembung
d. Makanan/cairan : Peningkatan berat badan
(oedem), penurunan berat badan, mual ,muntah, anoreksia, nyeri ulu hati
e. Neurosensori : Sakit kepala, kram
otot/kejang
f. Pernapasan : Dispnea, takipnea,
peningkatan frekuensi dan kedalaman pernapasan, bau ammonia, batuk produktif.
g. Keamanan : demam, petekie, pruritus,
kulit kering
Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan volume cairan tubuh b/d
penurunan fungsi ginjal.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
anoreksia, vomitus, nausea.
3. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan.
4. Kecemasan b/d ketidak tahuan proses penyakit.
Intervensi
No. Dx
|
Intervensi
|
Rasional
|
Evaluasi
|
1
|
1. Kaji
keadaan edema
2. Kontrol
intake dan out put per 24 jam
3. Timbang
berat badan tiap hari
4. Beritahu keluarga agar klien dapat
membatasi minum.
5. Kolaborasi pemberian obat anti
diuretik.
6. Kolaborasi pemeriksaan
laboratorium fungsi ginjal.
|
1. Edema
menunjukan perpindahan cairan krena peningkatan permebilitas sehingga mudah
ditensi oleh akumulasi cairan walaupun minimal, sehingga berat badan dapat
meningkat 4,5 kg
2. Untuk
mengetahui fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan
kelebihan resiko cairan.
3. Penimbangan
berat badan setiap hari membantu menentukan keseimbangan dan masukan cairan
yang tepat.
4.
Manajemen cairan diukur untuk menggantikan pengeluaran dari semua sumber
ditambah perkiraan yang tidak nampak. Pasien dengan kelebihan cairan yang
tidak responsif terhadap pembatasan caiaran dan diuretic membutuhkan
dialysis.
5.
Obat anti diuretic dat melebarkan lumen tubular dari debris, menurunkan
hiperkalemia dan meningkatkan volume urine adekuat. Misalnya : Furosemide.
6.
Hasil dari pemeriksaan fungsi ginjal dapat memberikan gambaran sejauh
mana terjadi kegagalan ginjal.
|
|
2
|
1.
Observasi status klien dan keefektifan diet.
2.
Berikan dorongan hygiene oral yang baik sebelum dan setelah makan.
3.
Berikan makanan TKRGR.
4.
Berikan makanan dalam porsi kecil tetapi sering.
5.
Kolaborasi pemberian obat anti emetic.
|
1.
Membantu dalam mengidentifikasi dan kebutuhan diet, kondisi fisik umum,
gejala uremik dan pembatasan diet mempengaruhi asupan makanan.
2.
Higiene oral yang tepat mencegah bau mulut dan rasa tidak enak akibat
mikroorganisme, membantu mencegah stomatitis.
3.
Lemak dan protein tidak digunakan sebagai sumber protein utama, sehingga
tidak terjadi penumpukan yang bersifat asam, serta diet rendah garam
memungkinkan retensi air kedalam intra vaskuler.
4.
Meminimalkan anoreksia, mual sehubungan dengan status uremik.
5.
Antiemetik dapat menghilangkan mual dan muntah dan dapat meningkatkan
pemasukan oral
|
6.
|
3
|
1.
Kaji kebutuhan pasien dalam beraktifitas dan penuhi kebutuhan ADL.
2.
Kaji tingkat kelelahan.
3.
Identifikasi factor stess/psikologis yang dapat memperberat.
4.
Ciptakan lingkungan tengan dan periode istirahat tanpa gangguan.
5.
Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan.
6.
Kolaborasi pemeriksaan laboratorium darah.
|
1.
Memberi panduan dalam penentuan pemberian bantuan dalam pemenuhan ADL.
2.
Menentukan derajat dan efek ketidakmampuan.
3.
Mempunyai efek akumulasi (sepanjang factor psykologis) yang dapat
diturunkan bila ada masalah dan takut untuk diketahui.
4.
Menghemat energi untuk aktifitas perawatan diri yang diperlukan.
5.
Memungkinkan berlanjutnya aktifitas yang dibutuhkan memberikan rasa aman
bagi klien.
6.
Ketidak seimbangan Ca, Mg, K, dan Na, dapat menggangu fungsi
neuromuscular yang memerlukan peningkatan penggunaan energi Ht dan Hb yang
menurun adalah menunjukan salah satu indikasi teerjadinya gangguan
eritopoetin.
|
7.
|
4
|
1. Kaji tingkat kecenmasan klien.
2. Berikan penjelasan yang akurat
tentang penyakit.
3. Bantu klien untuk mengidentifikasi
cara memahami berbagai perubahan akibat penyakitnya.
4. Biarkan klien dan keluarga
mengekspresikan perasaan mereka.
5. Memanfaatkan waktu kunjangan yang
fleksibel, yang memungkinkan kehadiran kelurga.
|
1. Menentukan derajat efek dan
kecemasan.
2. Klien dapat belajar tentang
penyakitnya serta penanganannya, dalam rangka memahami dan menerima diagnosis
serta konsekuensi mediknya.
3. Klien dapat memahami bahwa
kehidupannya tidak harus mengalami perubahan berarti akibat penyakit yang
diderita.
4. Mengurangi beban pikiran sehingga
dapat menurunkan rasa cemas dan dapat membina kbersamaan sehingga perawat
lebih mudah untuk melaksanakan intervensi berikutnya.
5. Mengurangi tingkat kecemasan
dengan menghadirkan dukungan keluarga.
|
6.
|
2.3 Gagal Ginjal Kronis
2.3.1 Definisi
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia atau retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah ( Brunner & Suddarth,2000 ).
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang
disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif
dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi
glomerular kurang dari 50 mL/min. (Suyono, et al, 2001).
2.3.2 Etiologi
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
·
Infeksi saluran kemih ( pielonefritis kronis )
·
Penyakit peradangan ( glomerulonefritis )
·
Penyakit vaskuler hipertensif ( nefrosklerosis, stenosis arteri renalis )
·
Gangguan jaringan penyambung ( SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sistemik )
·
Penyakit kongenital dan herediter ( penyakit ginjal poliklistik, asidosis tubulus
ginjal )
·
Penyakit metabolik ( DM, hiperparatiroidisme )
·
Nefropati toksik
·
Nefropati obstruktif ( batu saluran kemih )
2.3.3 Manifestasi klinis
a)
Sistem Gastrointestinal
?
Anoreksia, nausea dan vomitus yang berhubungan dengan
gangguan metabolismeprotein di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat
metabolisme bakteri usus seperti amonia dan metil guanidin, serta sembabnya
mukosa usus.
?
Foetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air
liur diubah oleh bakteri dimulut menjadi amonia sehingga napas berbau amonia.
Akibat yang lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis.
?
Cegukan ( hiccup ) sebabnya yang pasti belum diketahui.
?
Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik.
b) Sistem integumen
?
Kulit tampak pucat akibat anemia dan kekuningan akibat
penimbunan urokrom.
?
Gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik dan
pengendapan kalsium di pori-pori kulit, sehingga tampak bekas-bekas garukan.
?
Ekimosis akibat gangguan hematologis.
?
Urea frost akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat (
jarang dijumpai ).
c)
Sistem hematologi
? Anemia, disebabkan karena
berbagai faktor :
§ Berkurangnya produksi eritropoetin
§ Hemolisis
§ Defisiensi besi, asam folat
dan lain-lain
§ Perdarahan, paling sering
pada saluran cerna dan kulit
§ Fibrosis sum-sum tulang
? Gangguan fungsi trombosit
dan trombositopenia mengakibatkan perdarahan
? Gangguan fungsi leukosit
d)
Sistem saraf dan otot
? Restless leg syndrome :
pasien merasa pegal pada kaki sehingga selalu digerakkan.
? Burning feet syndrome : rasa
kesemutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak kaki.
? Ensefalopati metabolik :
lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus,
kejang.
? Miopati : kelemahan dan
hipertrofi otot-otot terutama ekstremitas proksimal.
e)
Sistem kardiovaskuler
? Hipertensi akibat penimbunan
cairan dan garam atau peningkatan aktivitas sistem
renin-angiotensin-aldosteron.
? Nyeri dada dan sesak napas
akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung koroner akibat
aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan
hipertensi.
? Edema akibat penimbunan
cairan.
f)
Sistem endokrin
? Gangguan seksual : libido,
fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki akibat produksi testosteron dan
spermatogenesis yang menurun. Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan
ovulasi sampai amenorea.
? Gangguan metabolisme
glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
? Gangguan metabolisme lemak.
? Gangguan metabolisme vitamin
D.
g)
Gangguan sistem lain
? Tulang : osteodistrofi
renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteosklerosis, dan kalsifikasi
metastatik.
? Asidosis metabolik akibat
penimbunan asam organik sebagai hasil metabolisme.
? Elektrolit :
hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia.
2.3.4 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan
laboratorium
Tujuan dilakukannya pemeriksaan laboratorium adalah :
Untuk menetapkan adanya
GGK
Menetukan ada tidaknya
kegawatan
Menentukan derajat GGK
Menetapkan gangguan
sistem
Membantu menetapkan
etiologi.
Laboratorium
darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb,
trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan
immunoglobulin).
Laboratorium urine : Warna, PH, BJ, kekeruhan,
volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
Dalam menetapkan gagal ginjal yang paling lazim diuji adalah
Laju Filtrasi Glomerulus ( LFG ).
2.
Pemeriksaan EKG
Melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel
kiri, tanda-tanda perikarditis ( misalnya voltase rendah ), aritmia, dan
gangguan elektrolit ( hiperkalemia, hipokalsemia ).
3. Ultrasonografi ( USG )
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal
korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari
adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor,
juga untuk menilai apakah proses sudah lanjut ( ginjal yang kisut ).
4.
Foto polos abdomen
Sebaiknya tanpa puasa karena dehidrasi akan
memperburuk fungsi ginjal. Untuk menilai bentuk dan besar ginjal, apakah ada
batu atau obstruksi lain.
5. Pielografi intra-vena ( PIV )
Pada GGK lanjut tak bermanfaat lagi oleh
karena ginjal tidak dapat mengeluarkan kontras dan pada GGK ringan memiliki
resiko penurunan faal ginjal lebih berat, terutama pada usia lanjut, diabetes
melitus, dan nefropati asam urat.
6.
Pemeriksaan pielografi
retrogad
Bila dicurigai adanya obstruksi yang
reversibel.
7.
Pemeriksaan foto dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru
akibat kelebihan air ( fluid overload ), efusi pleura, kardiomegali, dan efusi
perikardial. Tak jarang ditemukan juga infeksi spesifik oleh karena imunitas
tubuh yang menurun.
8. Pemeriksaan
radiologi tulang
Mencari osteodistrofi ( terutama falang/jari
), dan kalsifikasi metastatik.
2.3.5 Penatalaksanaan Konservatif
Terdiri dari 3 strategi :
Ø
Usaha-usaha untuk memperlambat
laju penurunan fungsi ginjal.
a. Pengobatan
hipertensi ( sampai < 140 mmHg )
b. Pembatasan
asupan protein bertujuan mengurangi hiperfiltrasi glomerulus.
c. Restriksi
fosfor, untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder.
d. Mengurangi
proteinuria dengan penghambat ACE karena berpengaruh pada penurunan fungsi
ginjal terutama pada glomerulonefritis kronik dan diabetes.
e. Mengendalikan
hiperlipidemia meliputi diet dan olahraga, jika peningkatan berlebihan
diberikan obat-obatan penurun lemak darah.
Ø
Mencegah kerusakan
ginjal lebih lanjut.
a. Pencegahan
kekurangan cairan
Pada anamnesis perlu ditanyakan mengenai keseimbangan cairan ( intake dan
output ), penggunaan obat-obatan terutama diuretik, manitol, dan fenasetin.
Penyakit lain yang mempengaruhi keseimbangan cairan juga perlu dicari.
b. Sepsis
Infeksi saluran kemih akan memperburuk faal ginjal. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengoreksi kelainan urologi dan antibiotik yang telah terpilih
untuk mengobati infeksi.
c. Hipertensi
yang tidak terkendali
Prinsip terapi adalah mencari manfaat terbaik dengan mempertimbangkan
fungsi ginjal. Obat-obat yang dapat diberikan adalah furosemid, obat penyekat
beta, vasodilator, antagonis kalsium dan penghambat alfa. Dosis obat agar
disesuaikan dengan LFG, karena kemungkinan adanya akumulasi misalnya obat
penyekat beta.
d. Obat-obat
nefrotoksik
Obat-obat nefrotoksik seperti amino-glikosid, OAINS, kontras radiologi,
dan obat-obat yang dapat menyebabkan nefritis interstisialis akut harus
dihindari.
e. Kehamilan
Risiko kehamilan meningkat bila kreatinin serum > 1,5 mg/dL dan
apabila kreatinin serum > 3 mg/dL dianjurkan untuk tidak hamil karena dapat
memperburuk fungsi ginjal, memperburuk hipertensi, meningkatkan kemungkinan
terjadinya eklamsia dan menyebabkan retardasi pertumbuhan intrauterin.
Ø
Pengelolaan berbagai
masalah yang terdapat pada pasien dengan GGK dan komplikasinya.
a.
Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit
Meliputi retriksi asupan cairan dan natrium, serta pemberian terapi diuretik. Asupan cairan dibatasi < 1 liter/hari,
pada keadaan berat < 500 ml/hari. Natrium (NaCl) diberikan < 2-4 gr/hari tergantung
dari beratnya edema. Apabila tindakan diatas tidak membantu harus dilakukan
tindakan dialisis.
b.
Asidosis metabolik
Umumnya manifestasi timbul bila LFG < 25 ml/menit. Diet rendah protein 0,6 gr/hari membantu mengurangi kejadian
asidosis. Bila bikarbonat serum turun sampai < 15-17 mEq/L harus
diberikan substitusi alkali ( tablet natrium bikarbonat ).
c. Hiperkalemia
Hiperkalemia dapat menimbulkan kegawatan jantung dan kematian mendadak
akibat aritmia kordis yang fatal. Penatalaksanaan
meliputi pembatasan asupan kalium dari makanan. Untuk mengatasi kegawatan
akibat hiperkalemia dapat diberikan obat-obatan dibawah ini :
·
Kalsium glukonas
10%, 10 mL dalam waktu 10 menit IV.
·
Bikarbonas natrikus
50-150 mEq dalam waktu 15-30 menit IV.
·
Insulin dan glukosa
: 6 unit insulin dan 50 gr glukosa dalam
waktu 1 jam.
·
Kayexalate ( resin
pengikat kalium ) 25-50 gr oral atau rektal.
d.
Diet rendah protein
Diet rendah protein dianggap akan mengurangi akumulasi hasil akhir
metabolisme protein yakni ureum dan toksin uremik yang lain sehingga
gejala-gejala uremia akan berkurang. Kalori diberikan
sekitar 35 kal/kg BB, protein 0,6 gr/kg BB/hari dengan nilai biologis
tinggi ( 40% asam amino esensial ).
e. Anemia
Transfusi darah hanya diberikan bila sangat perlu dan apabila transfusi
tersebut dapat memperbaiki keadaan klinis secara nyata. Bahaya transfusi darah
perlu dipertimbangkan seperti hemosiderosis, hepatitis B atau C dan pembentukan
antibodi terhadap antigen HLA. Terapi terbaik apabila
Hb < 8 g% adalah dengan pemberian eritropoietin.
f.
Kalsium dan fosfor
Untuk mencegah terjadinya hiperparatiroidisme
sekunder kadar fosfat serum harus dikendalikan dengan diet rendah fosfor (
terutama daging dan susu ). Apabila LFG < 30 ml/menit, diperlukan pemberian
pengikat fosfor seperti kalsium karbonat atau kalsium
asetat yang diberikan pada saat makan.
g.
Hiperurisemia
Alopurinol sebaiknya
diberikan 100-300 mg, apabila kadar asam urat > 10 mg/dl atau bila
terdapat riwayat gout.
Inisiasi dialisis
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila
pasien sudah memerlukan dialisis tetap atau transplantasi. Pada tahap ini
biasanya LFG sekitar 5-10 ml/menit. Dialisis juga diperlukan bila :
·
Asidosis metabolik
yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.
·
Hiperkalemia yang
tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.
·
Overload cairan ( edema
paru ).
·
Ensepalopati uremik; penurunan
kesadaran.
·
Efusi perikardial.
·
Sindrom uremia :
mual, muntah, anoreksia, neuropati yang memburuk.
2.3.6 Konsep asuhan keperawatan
Data dasar pengkajian
1. Aktifitas
dan istrahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur, kelemahan otot dan tonus
penurunan ROM.
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada, peningkatan
JVP, takikardia, hipotensi ortostatik, friction rub.
3. Integritas
ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan, menolak, cemas,
takut, marah, irritable.
4. Eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguri, anuri, perubahan warna urine, urine
pekat warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung.
5. Makanan/cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia,
mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites, penurunan otot, penurunan lemak
suubkutan.
6. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan,
gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma.
7. Nyeri/kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, distraksi, gelisah.
8. Pernafasan
Pernapasan kussmaul ( cepat dan dangkal ), paroksimal nokturnal dyspnea
(+), batuk produktif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal.
9. Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam ( sepsis dan dehidrasi ),
petekie, ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit, ROM
terbatas.
10. Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas.
11. Interaksi
sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya.
Diagnosa keperawatan
1. Kelebihan
volume cairan tubuh b.d penurunan haluaran urine, retensi cairan dan natrium
sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal.
2. Resiko
tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein,
pembatasan diet, peningkatan metabolisme, anoreksia, mual, muntah.
3. Resiko
tinggi terjadi kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan berlebihan ( fase
diuretik ).
4. Resiko
tinggi penurunan curah jantung b.d ketidakseimbangan volume sirkulasi,
ketidakseimbangan elektrolit.
5. Intoleransi
aktivitas b.d penurunan produksi energi metabolik, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisa.
6. Resiko
tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolik, edema, kulit
kering, pruritus.
7. Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan b.d
keterbatasan kognitif, kurang terpajan, missinterpretasi informasi.
Intervensi
keperawatan
No Dx
|
Intervensi
|
Rasional
|
Evaluasi
|
Dx 1
|
a.
Monitor denyut jantung, TD, CVP
b.
Catat intake & output cairan, termasuk cairan
tersembunyi seperti aditif antibiotik, ukur IWL
c.
Awasi BJ urine
d.
Batasi masukan cairan
e.
Monitor rehidrasi cairan dan berikan minuman bervariasi.
f.
Timbang BB tiap hari dengan alat yang sama
g.
Kaji kulit wajah, area tergantung untuk edema. Evaluasi
derajat edema ( skala +1 sampai +4 ).
h.
Auskultasi paru dan bunyi jantung.
i.
Kaji tingkat kesadaran : selidiki perubahan mental, adanya
gelisah.
j.
Kolaborasi :
·
Perbaiki penyebab, misalnya perbaiki perfusi ginjal,
meningkatkan COP
·
Awasi Na dan Kreatinin urine, Na serum, Kalium serum,
Hb/Ht.
·
Rontgent dada
·
Berikan obat sesuai indikasi : diuretik, antihipertensi.
·
Masukkan/pertahankan kateter tak menetap sesuai indikasi.
·
Siapkan untuk dialisa sesuai indikasi.
|
|
a.
Hasil laboratorium mendekati normal
b.
BB stabil
c.
Tanda vital dalam batas normal
d.Tidak ada edema
|
Dx 2
|
a.
Kaji status nutrisi
b.
Kaji/catat pola dan pemasukan diet.
c.
Kaji faktor yang berperan merubah masukan nutrisi : mual,
anoreksia
d.
Berikan makanan sedikit tapi sering, sajikan makanan
kesukaan kecuali kontra indikasi.
e.
Lakukan perawatan mulut, berikan penyegar mulut.
f.
Timbang BB tiap hari
g.
Kolaborasi :
·
Awasi hasil lab : BUN, albumin serum, transferin, Na, K-
·
Konsul ahli gizi untuk mengatur diet
·
Berikan diet tinggi kalori, rendah protein, hindari sumber
gula pekat
·
Batasi Na, K, dan Phosfat.
·
Berikan obat sesuai indikasi : sediaan besi, vitamin D dan
B kompleks, antiemetik.
|
|
a.
BB stabil
b.
Tidak ditemukan edema.
c.
Albumin dalam batas normal
|
Dx 3
|
a.
Ukur intake dan output cairan, hitung IWL yang akurat.
b.
Berikan cairan sesuai indikasi.
c.
Awasi tekanan darah, perubahan frekuensi jantung,
perhatikan tanda-tanda dehidrasi.
d.
Kontrol suhu lingkungan
e.
Awasi hasil lab : elektrolit Na
|
|
a.
Klien menunjukkan keseimbangan intake dan output.
b.
Turgor kulit baik
c.
Membran mukosa lembab
d.
Nadi perifer teraba
e.
BB dan TTV dalam batas normal
f.
Elektrolit dalam batas normal
|
Dx 4
|
a.
Auskultasi bunyi jantung, evaluasi adanya : dipsnea, edema
perifer/kongesti vaskuler.
b.
Kaji adanya hipertensi, awasi TD, perhatikan perubahan
posisi postural saat berbaring, duduk dan berdiri.
c.
Observasi EKG, frekuensi jantung.
d.
Kaji adanya nyeri dada, lokasi, radiasi, beratnya, apakah
berkurang dengan inspirasi dalam dan posisi terlentang.
e.
Evaluasi nadi perifer, pengisian kapiler, suhu, sensori dan
mental.
f.
Observasi warna kulit, membran mukosa dan dasar kuku.
g.
Kaji tingkat dan respon terhadap aktivitas.
h.
Pertahankan tirah baring.
i.
Kolaborasi :
·
Awasi hasil laboratorium : elektrolit ( Na, K, Ca, Mg ),
BUN, kreatinin.
·
Berikan oksigen dan obat-obatan sesuai indikasi
·
Siapkan dialisis.
|
|
a.
TD dan HR dalam batas normal.
b.
Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler.
|
Dx 5
|
a.
Kaji tingkat kelelahan, tidur, istirahat
b.
Kaji kemampuan toleransi aktivitas.
c.
Identifikasi faktor yang menimbulkan keletihan.
d.
Rencanakan periode istirahat adekuat.
e.
Berikan bantuan ADL dan ambulasi.
f.
Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, anjurkan aktifitas
alternatif sambil istirahat.
|
|
a.
Klien mampu berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat
ditoleransi
|
Dx 6
|
a.
Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler,
ekimosis, kerusakan, suhu.
b.
Pantau intake & output cairan, hidrasi kulit dan
membran mukosa.
c.
Jaga kulit tetap kering dan bersih.
d.
Ubah posisi tidur dengan sering, beri bantalan pada
penonjolan tulang.
e.
Beri perawatan kulit, batasi sabun, olesi lotion, salep,
krim; tangani area edema dengan hati-hati.
f.
Pertahankan linen kering dan kencang.
g.
Anjurkan menggunakan kompres lembab dan dingin pada area
pruritus.
h.
Anjurkan menggunakan bahan katun, berikan kasur dekubitus.
|
|
a.
Kulit hangat dan utuh
b.
Turgor kulit baik dan tidak ada lei.
|
Dx 7
|
a.
Kaji ulang pengetahuan klien tentang proses
penyakit/prognosa.
b.
Kaji ulang pembatasan diet; fosfat dan Mg
c.
Diskusikan masalah nutrisi/diet tinggi karbohidrat, rendah
protein, rendah natrium, sesuai indikasi.
d.
Diskusikan terapi obat, nama obat, dosis, jadwal, manfaat
dan efek samping.
e.
Diskusikan tentang pembatasan cairan.
f.
Kaji ulang tindakan mencegah perdarahan : sikat gigi
lembut.
g.
Buat program latihan rutin, kemampuan dalam toleransi
aktivitas.
h.
Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi
medik segera : demam, menggigil, perubahan urine/sputum, edema, ulkus, kebas,
spasme pebengkakan sendi, penurunan ROM, sakit kepala, penglihatan kabur,
edema periorbital/sakral, mata merah.
|
|
a.
Klien menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan
pengobatan
b.
Melakukan dengan benar prosedur yang perlu.
c.
Perubahan perilaku hidup.
|
TINJAUAN KASUS
1.
PENGKAJIAN
Tanggal masuk : 23-04-2011 No. Reg. Med : 121345
Jam masuk : 06.20 WIB Pengkajian : 24-04-2011
Ruang :
Paviliun D2 Jam : 07.00 WIB
Diagnosa : CKD
IDENTITAS
Nama pasien : Ny. A
Umur : 51
tahun
Suku/Bangsa :
Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu
rumah tangga
Alamat : jl. KM
4/5
KELUHAN UTAMA: muntah-muntah
KELUHAN TAMBAHAN: tak ada nafsu makan, badan
lemas, wajah, tangan dan kaki bengkak, kencing sedikit dan jarang.
RIWAYAT KEPERAWATAN
a. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien mengatakan mual dan muntah sejak 4 hari
yang lalu, badan lemas, pusing, kedua kaki dan tangan serta wajah bengkak, dan
kencing hanya sedikit dan jarang, tidak seperti biasanya. Tanggal 23-04-2011,
pasien mengatakan keluhan masih tetap, muntah air dan sisa makanan 4 kali,
pasien berobat ke UGD RSAH dan dianjurkan opname. Hari ini (tanggal
24-04-2011), pasien mengatakan masih mual, muntah 1x air dan sisa makanan, tak
ada nafsu makan, kencing hanya sedikit.
b. Riwayat penyakit dahulu:
DM ± 7 tahun, biasa minum obat Glucovance 500
mg 2 x 1 tab.
HT ± 5 tahun, biasa minum Captopril 25 mg 1 x 1
tab.
PEMERIKSAAN FISIK:
Keadaan umum :
lemah, wajah tampak sembab.
Kesadaran :
compos mentis
Tanda-tanda vital : Tensi : 173/83 mmHg
Nadi : 98 x/mnt
Suhu : 36,8°C
RR : 22 x/mnt
Berat badan :
tidak bisa diukur karena kondisi pasien masih lemah.
a. Breathing (B1): RR 22 x/mnt, pola
nafas bronchovesiculer, ronchi -/-, wheezing -/-.
b. Blood (B2): wajah pucat,
konjungtiva anemis +/+, akral hangat, tensi: 173/83 mmHg, nadi: 98 x/mnt.
c. Brain (B3): Kesadaran compos
mentis, tak pusing.
d. Bladder (B4): Blass supel, tak
ada isi, nyeri tekan daerah vesika urinaria (-), jumlah urin per 24 jam: 500
cc, warna kuning pekat.
e. Bowel (B5): abdomen supel, tak
kembung, bising usus (+) normal, nyeri tekan ulu hati (+), pola BAB normal 1-2
hari sekali.
f. Bone and integument (B6): odem
pada kedua tangan dan kedua tungkai, tak ada kelemahan ekstremitas.
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
a. Pemeriksaan laboratorium tanggal
23-04-2011:
Hb :
9,0 gr/dl BUN : 71,98 mg/dl
Leuco :
3300/uL Creatinin :10,73 mg/dl
Plt :
171.000/uL Kalium : 3,92
Hct :
29,3 % Natrium : 116
LED :
9 mm/jam Asam
urat : 9,15
BS stik :
156 mg/dl
b. Hasil USG tanggal 23-04-2011:
Kesimpulan:
Mengesankan gambaran diffuse parenchymal
disease of the kidney.
c. Hasil foto thorax tanggal 23-04-2011
CTR : > 50%, membesar ke kanan dan kiri
Pulmo : bendungan dan odem kedua lapangan.
Sinus phrenico costalis kanan
tumpul, mengesankan pleural effusion minimal.
PROGRAM DOKTER
(tanggal 24-04-2011):
-
Besok
lab ulang DL, BUN, creat, K, Na → pro HD
-
Bila
sesak, segera lapor → cito HD.
-
Diit:
DM 2100 Kalori 40 gr protein.
-
Minum
dibatasi 750 cc/24 jam.
TERAPI:
-
Infus
500 PZ/24 jam, cabang NaCl 3% 1 fls/hr (3 hari)
-
Lasix
4 x 1 amp/IV.
-
Invomit
4 mg 3 x 1 amp/IV
-
OMZ
2 x 1 amp/IV.
-
Captopril
25 mg 2 x 1 tab.
-
Allopurinol
2 x 1 tab.
2. ANALISA
DATA
ꜜDATA
|
ETIOLOGI
|
MASALAH KEP.
|
DS: - pasien mengatakan
kaki dan tangan dan wajahnya
bengkak sejak 4 hari yang lalu.
- pasien mengatakan
sejak 4 hari yang lalu
kencingnya sedikit.
DO:-
kaki dan tangan odem,
wajah sembab.
-jumlah urin: 500 cc/24
jam.
|
Penurunan fungsi ginjal
penurunan
haluaran urine, retensi cairan dan natrium
Kelebihan volume cairan
|
Kelebihan volume cairan
|
DS: - pasien mengatakan
mual, muntah sejak
4 hari yang lalu.
- pasien mengatakan
saat ini masih mual, tak ada nafsu makan, muntah air dan sisa makanan
1x.
DO: - abdomen supel,
tak kembung, BU
(+) normal, nyeri
tekan epigastric (+).
- makan pagi hanya 2
sdm.
-
|
Penurunan fungsi ginjal
Gangguan metabolism protein di usus
Terbentuk zat-zat toksik akibat
metabolism bakteri di usus
Mual, muntah.
Resti nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
|
Resti nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
|
3. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan penurunan haluaran urine, retensi cairan dan natrium.
2. Resti nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan peningkatan metabolisme, anoreksia, mual, muntah.
4.
IMPLEMENTASI
No.
|
Diagnosa
|
Tanggal
|
Jam
|
Tindakan
|
Evaluasi
|
Paraf
|
1.
2.
|
Kelebihan
volume cairan.
Resti nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
|
24-04-2011
|
07.30
07.45
08.00
08.15
09.00
10.30
11.55
12.00
|
Menyajikan
makan pagi dalam kondisi hangat.
Mengajarkan teknik relaksasi nafas dan
menganjurkan pasien untuk melakukannya bila mual.
Memberikan tx injeksi: lasix 1 amp/iv,
invomit 4 mg 1 amp/iv.
Memberikan tx oral: allopurinol 100 mg 1 tab.
Mengobservasi TTV, hasil:
T: 159/87 mmHg
N: 100 x/mnt
S: 36,4°C
RR: 21 x/mnt
Menolong px muntah dan menganjurkan untuk
melakukan teknik relaksasi lagi.
Memberikan tx injeksi: OMZ 1 amp/iv.
-Mengobservasi TTV, hasil:
T: 161/88 mmHg
N: 102 x/mnt
S: 36,3°C
RR: 20 x/mnt.
-Memberitahu pasien dan keluarga untuk tidak
minum terlalu banyak, karena sesuai program dokter, minum dibatasi 750cc/24
jam.
|
Pasien
masih mual, hanya makan 2 sdm, tidak
muntah.
Pasien dapat melakukan teknik relaksasi dengan benar.
Injeksi lancar, tak ada reaksi.
Obat sudah diminum, tidak muntah.
Tak sesak, pola nafas broncho vesikuler.
Muntah (-), hanya air liur saja.
Injeksi lancar, tak ada reaksi.
Tidak sesak, pola nafas broncho
vesikuler.
Pasien dan keluarga mengerti.
|
|
5. EVALUASI/CATATAN
PERKEMBANGAN
Tanggal
|
Jam
|
No. Dx
|
Evaluasi
|
Paraf
|
27-04-2011
|
08.00
|
1.
|
S: - Pasien mengatakan bengkak pada kaki dan tangannya berkurang.
O: - Odem pada kaki dan tangan berkurang, kulit tangan dan kaki tampak
berkerut.
T:
149/89 mmHg
N: 96
x/mnt
S:
36,9°C
RR:
19x/mnt
A:
Masalah teratasi sebagian.
P:
Rencana tindakan dilanjutkan.
|
|
27-04-2011
|
08.00
|
2.
|
S: - Pasien mengatakan mual berkurang, tidak muntah.
- Pasien mengatakan sudah
mulai ada nafsu makan.
O: - abdomen supel, tak kembung, BU (+) normal, nyeri tekan epigastric
(-).
- tak muntah.
- makan pagi habis ½ porsi.
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Rencana tindakan dilanjutkan.
|
|
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gagal ginjal atau Acute renal
failure (ARF) dapat diartikan sebagai penurunan cepat/tiba-tiba atau parah pada
fungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan
konsentrasi kreatinin serum atau azotemia ( peningkatan konsentrasi Blood Urea
Nitrogen ). Akan tetapi biasanya segera setelah cedera ginjal terjadi, tingkat
konsentrasi BUN kembali normal, sehingga yang menjadi patokan adanya kerusakan
ginjal adalah penurunan produksi urin.
Gagal ginjal akut adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan
penurunan mendadak dalam ( beberapa jam sampai beberapa hari ) laju filtrasi
glomerular ( LFG ), disertai akumulasi nitrogen sisa metabolisme terutama ureum
dan kreatinin ( Ilmu Penyakit Dalam, 2001 )
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang
disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif
dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50
mL/min. (Suyono, et al, 2001).
3.2 Saran
1.
Bagi mahasiswa semoga makalah ini dapat membantu kita semua
dalam berbagai ilmu pada proses pembelajaran.
2.
Diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan
pada pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronis.
3.
Bagi pembaca semua, diharapkan mampu menambah wawasan kita
semua tentang asuhan keperawatan
pada pasien dengan Gagal ginjal akut dan gagal ginjal
kronis.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Bedah Vol
2. Jakarta : EGC
Carpernito, Lynda Juall. 1999. Rencana
Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan
Masalah Kolaboratif edisi 2. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn. 2000. Rencana asuhan
keperawatan. Jakarta : EGC
Price, S A.1995. Patofisiologi. Jakarta: EGC
Suyono, Slamet, 2001. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid II edisi ketiga. Jakarta : FKUI.
WOC Gagal Ginjal Akut
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
|
Prarenal:
- Turunnya laju filtrasi glomerulus.
- Penurunan volume vaskuler
- Kehilangan darah / plasma : perdarahan
luka bakar
- Kehilangan cairan ekstraseluler : muntah,
diare
- Peningkatan kapasitas kapiler
- Penurunan curah jantung / kegagalan pompa
jantung.
|
Intrarenal ( kerusakan aktual jaringan
ginjal )
· Kerusakan struktur glomerulus atau tubulus
ginjal
· Kondisi seperti terbakar, oedema
· Berhentinya fungsi renal
· Reaksi transfusi yang parah
· Faktor penyebab lain : pemakaian
obat-obatan anti inflamasi nonsteroid ( NSAID ) terutama pada lansia.
|
Pascarenal
-
Obstruksi dibagian distal ginjal
|
GGA
(GAGAL GINJAL AKUT)
|
Perubahan haluaran urine
|
Oliguria
<400 ml
|
Gangguan Keseimbangan volume cairan
|
Peningkatan BUN Kreatinin
|
Penumpukan toksin uranik
|
Anoreksia, mual, muntah
|
Penurunan filtrasi
|
Kalium masuk kedalam jaringan interstitial
|
Kalium di jantung berkurang
|
-disritmia
- henti jantung
|
Intoleransi aktivitas
|
Asidosis metabolik
|
Penurunan kandungan karbon dioksida dan PH
|
Penurunan produksi eritropoitin
|
Penurunan sel darah merah
|
anemia
|
Resiko cedera
|
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
|
WOC GAGAL GINJAL KRONIS
Pencernaan
|
Hematologi
|
Endokrin
|
Glomerulo Obstruksi Neprotik Nepritis Nepritis
Nepritis Kronik dan
Infeksi Diabetik Hypertensi Lupus
|
Gagal Ginjal Kronik
|
Penurunan fungsi glomerulus
|
Iskemi dan infeksi nefron
nefron ginjal
|
Angiopati sehingga
Jaringan ginjal < O² dan
nutrisi
|
Vaskularisasi jar. Ginjal
<
|
Kerusakan jaringan dan Nefron
ginjal
|
Syaraf dan Otot
|
Kardiovaskular
|
Kulit
|
metabolik
|
Pulmonari
|
Ggn.Metab.protein
Ureum > daripada air liur
Cegukan
Gastritis
Sensitifitas insulin å
Pembuatan insulin terlambat
Trigliserin ä
dan output glycerida ä
|
Produksi eritrosit tertahan,
pemendekan masa hidup eritrosit
Anaemia
Ggn Fungsi
dan Trombositopeni
Ggn Fungsi
leukosit
|
Hipertensi
Odema
Phospatase ä
dlm darah
|
> Renin
Angiotensi-Aldosteron
Arterisklerosis dini
Ggn Elektrolit dan
kohesifikasi metastatik
Kebanyakan cairan
|
Ggn.Seksual
Ggn.Tolerasi glukosa
Ggn.Metab.
lemak
Ggn.Metab Vit. D
Toksin dlm serum
|
Restless Leg sindrom.
Burning Feet sindrom.
Ensepalopati
metab.
Miopati
|
>Urokrom Gatal ekskariosis
Urea Frost
Kelenjar keringat mengecil
|
toksin ureum
pada rongga ‘
pleura dan pd
jaringan paru
Gangguan pola aktivitas
Gangguan istirahat tidur
|
Gangguan. Integritas kulit
|
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
|
Hipertensi,gagal
jantung kongestif
Arterisklerosis,
dan perikarditsis
|
Eritropoitin
<
Defisiensi
besi
Hemolisis
Kelemahan
otot
|
gangguan
pola nafas
Resiko cedera (Profil darah
abnormal)
|
Gangguan curah jantung
|