Kamis, 04 Juli 2013

ASKEP DM DIABETUS MELLITUS



BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

ASKEP DM (DIABETUS MELLITUS)


2.1  Pengertian

            Diabetes Mellitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Arif Mansjoer, dkk, 2001: 580).
            Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolism yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Secara klinis ditandai dengan hiperglikemi puasa, aterosklerotik, dan mikroangiopati serta neuropati (Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 1995: 1109).

2.2  Klasifikasi Diabetes Mellitus 

            Klasifikasi etiolosis Diabetes Mellitus berdasarkan American Diabetes Association (ADA) 2010 adalah sebagai berikut:
1.      DM tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut):
·         Melalui proses imunologik
·         Idiopatik
2.      DM tipe 2 (bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin).
3.      DM tipe lain:
a.       Defek genetik fungsi sel beta:
·         Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3,4,5,6 (yang terbanyak MODY 3).
·         DNA mitokondria
·         Dan lain-lain.
b.      Defek genetik kerja insulin: resistensi insulin tipe A, Leprechaunism, sindrom Rabson Mendelhall, diabetes lipoatrofik dan lainnya.
c.       Penyakit eksokrin pankreas: pankreatitis, trauma/pankreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, dan lainnya.
d.      Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, dan lainnya.
e.       Karena obat / zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormone tiroid, diazoxid, agonis β adrenergic, tiazid, dilantin, interferon alfa, dan lainnya.
f.       Infeksi: rubella congenital, CMV, dan lainnya.
g.      Imunologi (jarang): sindrom ‘stiff-man’, antibodi antireseptor insulin, dan lainnya.
h.      Sindroma genetik lain: sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, dan lainnya.
4.      DM Gestasional

2.3  Gejala klinis       

            Diabetes sering diketahui sesudah ada komplikasi seperti stroke, penyakit jantung koroner, dan sebagainya. Gejala penyakit Diabetes Mellitus pada setiap penderita tidaklah sama, gejala-gejala di bawah ini adalah gejala yang sering timbul dan tidak menutup kemungkinan adanya variasi gejala yang lain. Gejala dan tanda-tanda penyakit Diabetes Mellitus dapat digolongkan menjadi 2, yaitu gejala akut dan gejala kronis.



-          Gejala akut
·         Keluhan “TRIAS”: banyak makan (polifagia), banyak minum (polidipsia), banyak kencing (poliuria). Dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus bertambah, karena pada saat ini jumlah insulin masih mencukupi.
·         Bila keadaan tersebut tidak segera diatasi, lama kelamaan mulai timbul gejala yang disebabkan oleh kurangnya insulin, dan bukan 3P lagi, melainkan hanya 2P saja (polidipsia dan poliuria) dan beberapa keluhan lain:
-          Nafsu makan mulai berkurang (tidak polifagia lagi), bahkan kadang-kadang disusul dengan mual jika kadar glukosa darah melebihi 500mg/dl.
-          Berat badan turun dengan cepat (dapat turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu).
-          Mudah lelah.
-          Bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual bahkan penderita akan jatuh koma (tidak sadarkan diri), dan disebut koma diabetik.
-          Gejala kronis
·         Kesemutan,
·         Kulit terasa panas (wedangen), atau seperti ditusuk-tusuk jarum,
·          Terasa tebal di kulit, sehingga kalau berjalan seperti di atas bantal atau kasur,
·         Kram,
·         Lelah,
·         Mudah mengantuk,
·         Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata,
·         Gatal di sekitar kemaluan, terutama wanita,
·         Gigi mudah goyah dan mudah lepas,
·         Kemampuan seksual menurun, bahkan impoten, dan
·         Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau berat bayi lahir lebih dari 4 kg.
(Tjokroprawiro, 2007)

2.4  Diagnosis DM

            Pemeriksaan penyaring (screening) perlu dilakukan pada kelompok tersebut di bawah ini (ADA 2010):
1.      Pasien dewasa usia berapapun yang mengalami overweight (BMI 25 kg/m²) dan diserrtai tambahan faktor resiko sebagai berikut:
-          Tidak ada aktivitas fisik.
-          Riwayat DM dalam garis keturunan.
-          Termasuk dalam populasi etnik resiko tinggi (Afrika-Amerika, bangsa Latin, penduduk asli Amerika, Asia-Amerika, kepulauan Pasifik).
-          Wanita yang melahirkan bayi dengan berat > 9 lb (> 4 kg) atau yang telah didiagnosa Diabetes Mellitus Gestasional.
-          Hipertensi ( 140/90 mmHg atau yang sedang medapati terapi untuk hipertensi).
-          HDL Kolesterol < 35 mg/dl (0.90 mmol/l) dan atau trigliserid > 250 mg/dl (2.82 mmol/l).
-          Wanita dengan sindrom polikistik ovarii.
-          Pada pemeriksaan sebelumnya didapatkan A1C 5.7%, toleransi glukosa terganggu, dan glukosa darah puasa terganggu.
-          Kondisi klinis lainnya sehubungan dengan resistensi insulin (obesitas berat, achantosis nigricans).
-          Memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler.
2.      Jika tidak ditemukan criteria seperti di atas, tes untuk diabetes bisa dilakukan mulai usia 45 tahun.
3.      Jika hasilnya normal, tes penyaring harus diulang tiap 3 tahun, dan frekuensi dilakukan tes tergantung pada hasil pemeriksaan awal dan status resiko.

Pelaksanaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) untuk diagnosis DM adalah sebagai berikut:
1.      Tiga hari sebelumnya makan karbohirat cukup.
2.      Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan.
3.      Puasa semalam selama 10-12 jam.
4.      Periksa glukosa darah puasa.
5.      Diberikan glukosa 75 gram, dilarutkan dalam air 250 ml, dan diminum dalm waktu 5 menit.
6.      Diperiksa glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
7.      Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap boleh minum air putih, namun harus istirahat dan tidak merokok.
8.      Untuk tujuan penelitian atau diagnosis DMG (Diabetes Mellitus Gestasional), dilakukan pemeriksaan glukosa darah pada 0, 1, 2 dan 3 jam sebelum dan sesudah minum beban glukosa 75 gram tersebut.






Kriteria untuk diagnosis Diabetes Mellitus:
            Berdasarkan American Diabetes Association (ADA) 2010, kriteria untuk mendiagnosis DM adalah sebagai berikut:
Interpretasi Hasil Tes Glukosa Darah


Tes
Hasil
Diagnosis

Glukosa Plasma Puasa (Fasting Plasma Glucose), mg/dL.
≤ 99
Normal

100 -125
Glukosa Darah Puasa Terganggu

≥ 126
Diabetes, dikonfirmasi dengan pengulangan tes pada hari yang berbeda.


Tes Toleransi Glukosa Oral (2 jam setelah beban glukosa 75 gram), mg/dL.
≤ 139
Normal

140 - 199
Toleransi Glukosa Terganggu

≥ 200
Diabetes, dikonfirmasi dengan pengulangan tes pada hari yang berbeda.


Hemoglobin A1C, %.
≤ 5.4
Normal

5.5 - 6.4
Resiko tinggi / prediabetes, memerlukan screening dengan kriteria glukosa.


≥ 6.5
Diabetes, dikonfirmasi dengan pengulangan tes pada hari yang berbeda.


Glukosa Darah Acak, mg/dL.
≥ 200
Diabetes, bagi pasien yang mengalami gejala atau keluhan khas hiperglikemi.



Skrining dan diagnosis untuk DMG:
·         Melakukan penilaian resiko diabetes adalah pada saat kunjungan prenatal pertama.
·         Wanita yang beresiko tinggi harus diskrining untuk diabetes sesegera mungkin setelah konfirmasi kehamilan. Kriteria untuk kelompok resiko tinggi tersebut adalah:
-          Obesitas yang parah
-          Ada riwayat DMG sebelumnya atau pernah melahirkan bayi yang besar.
-          Adanya glukosuria.
-          Didiagnosis PCOS (Polycystic Ovarian Syndrome)
-          Ada riwayat keluarga dengan DM tipe 2.
·         Skrining atau diagnosis pada tahap kehamilan ini harus menggunakan tes diagnostic sesuai standart.
·         Semua wanita yang memiliki resiko lebih besar untuk DMG, walaupun tidak ditemukan DM pada awal kehamilan, harus menjalani tes untuk DMG lagi pada usia kehamilan 24-28 minggu.
·         Wanita yang memiliki resiko lebih rendah, yang tidak memerlukan skrining DMG, adalah wanita dengan semua karakteristik sebagai berikut:
-          Usia < 25 tahun.
-          Berat badan sebelum kehamilan normal.
-          Merupakan kelompok etnis dengan prevalensi rendah untuk diabetes.
-          Tidak ada riwayat DM pada keluarga.
-          Tidak ada riwayat toleransi glukosa abnormal.
·         Ada 2 langkah untuk melakukan skrining DMG pada usia kehamilan24-28 minggu:
LANGKAH I:
-          Lakukan pemeriksaan awal dengan mengukur glukosa plasma/serum 1 jam setelah diberi beban glukosa 50 gram, bila hasilnya 140 mg/dL mengidentifikasi 80% wanita dengan DMG, sedangkan pada kepekaan lebih lanjut akan meningkat menjadi 90% dengan ambang batas 130 mg/dL.
-          Lakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO) 100 gram pada hari yang berbeda bagi wanita yang hasil skrining dengan 50 gram melebihi nilai ambang batas.
LANGKAH II:
-          Lakukan TTGO 100 gram pada wanita yang akan diuji saat usia kehamilan 24-28 minggu.
-          Sebaiknya TTGO dilakukan pada pagi hari setelah puasa malamnya minimal 8 jam.
-          Dinyatakan DMG bila hasilnya memenuhi 2 kriteria berikut:
ü  Puasa 95 mg/dL
ü  1 jam 180 mg/dL
ü  2 jam 155 mg/dL
ü  3 jam 140 mg/dL

2.5  Penatalaksanaan Diabetes Mellitus.

Penatalaksanaan dasar terapi DM meliputi pentalogi terapi DM, yaitu:
TERAPI PRIMER:
1.      Penyuluhan kesehatan masyarakat tentang DM
2.      Latihan fisik (LF): primer dan sekunder.
Penderita DM dianjurkan melakukan latihan ringan teratur setiap hari pada saat 1 atau 1,5 jam setelah makan, termasuk penderita yang dirawat di RS (bed exercise). Latihan fisik ini disebut dengan latihan fisik primer. Sedangkan latihan fisik sekunder adalah  untuk penderita DM yang dengan obesitas, yaitu selain melakukan latihan fisik primer setelah makan, juga dianjurkan untuk melakukan latihan fisik yang agak berat setiap hari, pada pagi dan sore hari (dengan tujuan untuk menurunkan berat badan).
3.      Diet.
Pada dasarnya diet diabetes diberikan dengan cara 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan antara (kudapan/snacks) dengan jarak antara (interval) tiga jam. Dan dalam pelaksanaan diet, hendaknya mengikuti 3 J (jumlah, jadwal, jenis). Jumlah kalori yang diberikan harus dihabiskan, jadwal makan harus diikuti (interval 3 jam), serta jenis gula dan yang manis harus dipantang.
Penentuan gizi penderita dan jumlah kalori perhari:
                                                        BB
    IMT = Indeks Massa Tubuh =              x 100%
                                                      (TB)²
    Keterangan: BB dalam kg, TB dalam m.


Normal: Pria 20-24,9                    Wanita: 18,5-23,9

                                                        BB
BBR = Berat Badan Relatif =                      x 100%
                                                     TB-100
Keterangan: BB dalam kg, TB dalam cm


Gizi buruk: < 90%                          Gizi lebih: 100-120%
Normal: 90-100%                           Gemuk (obesitas): > 120%

Kebutuhan kalori/hari untuk menuju berat badan normal:
1.      Berat badan kurang (BBR < 90%) kebutuhan kalori sehari: 40-60 kal/kg BB.
2.      Berat badan normal (BBR 90-100%) kebutuhan kalori sehari: 30 kal/kg BB.
3.      Berat badan lebih (BBR > 110%) kebutuhan kalori sehari: 20 kal/kg BB.
4.      Gemuk (obesitas) (BBR > 120%) kebutuhan kalori: 15 kal/kg BB.

TERAPI SEKUNDER:
1.      Obat Hipoglikemik (Obat Hipoglikemik Oral / OHO dan insulin)
·         OHO dapat dibedakan berdasarkan cara kerjanya:
a.       Insulin Secretatogues: yaitu OHO yang memicu sekresi insulin. Golongan obat ini dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu Sulphonylureas dan Non Sulphonylureas.
b.      Insulin Sensitizer: yaitu OHO yang memperbaiki sensitivitas insulin, terbagi dalam beberapa kelompok, yaitu Thiazolidinediones dan Non TZDs, Metaglidasen, dan Biguanides.
c.       Intestine Enzyme Inhibitors: yaitu bekerja dengan menghambat enzyme di usus sehingga menghambat penyerapan glukosa.
d.      Other Spesific Types:
ü  Insulin mimetic drugs, mempunyai efek seperti insulin.
ü  β-cell replacers.
ü  Inhibitor dari Dipeptidyl Peptidase-IV (DPP-IV).
ü  Penghambat sekresi glucagon.
e.       Fixed Dose Combination Types: merupakan kemasan kombinasi dari 2 macam OHO dengan menggunakan teknologi baru, sehingga dicapai efek terapeutik yang menguntungkan.
·         Insulin
Cara pemberian insulin i.v, i.m, s.c, harus diketahui indikasi, manfaat, dan efek sampingnya. Insulin harus disimpan di tempat dingin antara 2-8 derajat celcius, atau setaranya. Bila di atas 30 derajat celcius akan rusak, dan di atas 50 derajat celcius akan bergumpal. Insulin harus dihindarkan dari cahaya karena dapat menurunkan efek biologisnya. Regulasi cepat dengan insulin dibagi menjadi dua, yaitu regulasi cepat intravena (RC i.v.) dan regulasi cepat subkutan (RC s.c.).
Regulasi cepat intravena:
ü  Berikan insulin reguler intravena @ 4 unit tiap jam sampai kadar glukosa darah sekitar 200 mg/dL atau reduksi urin positif lemah.
ü  Dosis insulin reguler  4 unit/jam intravena, dapat menurunkan glukosa darah selitar 50-75 mg/dL setiap jamnya.
ü  Apabila kadar glukosa tersebut sudah tercapai, maka insulin reguler dapat diteruskan secara subkutan dengan interval 8 jam.
Regulasi cepat subkutan:
ü  Tergantung kadar glukosa acak awal yang diperoleh, kemudian diberikan insulin subkutan dengan dosis awal ekstra, kemudian maintenance insulin 3 kali sehari.
2.      Cangkok pancreas

2.6  Komplikasi Diabetes Mellitus

1.      Komplikasi akut
a.       Hipoglikemi
Batasan:
o   Hipoglikemi murni (True Hypoglicemic), apabila glukosa darah < 60 mg/dL.
o   Reaksi hipoglikemi (Hypoglicemic reaction), apabila glukosa darah turun mendadak, misalnya dari 400 mg/dL tiba-tiba menjadi 150 mg/dL, walaupun glukosa darah masih > 100 mg/Dl.
o   Koma hipoglikemi, akibat glukosa darah turun sampai di bawah 30 mg/dL.
o   Hipoglikemi reaktif (Reactive Hypoglicemia), yaitu gejala hipoglikemi yang terjadi 3-5 jam sesudah makan.
Gejala:
o   Lapar, gemetar.
o   Keringat dingin, gemetar.
o   Pusing, gelisah sampai koma.
Penatalaksanaan:
o   Beri pisang/ roti/ karbohidrat kompleks lain, bila gagal lakukan langkah selanjutnya.
o   Beri teh/ tetesi gula kental atau madu di bawah lidah, bila gagal lanjutkan ke langkah berikutnya.
o   Injeksi glukosa 40% i.v. 25 ml (encerkan 2 kali), beri infus martos (maltosa 10%) atau glukosa 10%. Bila belum sadar dapat diulang 25 ml glukosa 40% setiap ½ jam (sampai sadar), dan dapat diulang sampai enam kali, jika masih gagal lanjutkan ke langkah berikutnya. Injeksi glukosa 40% i.v. adalah menggunakan rumus berikut:
Rumus 1: diberikan 1 flash bila kadar gula darah 60-90 mg/dL
Rumus 2: diberikan 2 flash bila kadar gula darah 30-60 mg/dL.
Rumus 3: diberikan 3 flash bila kadar gula darah < 30 mg/dL
o   Injeksi metilprednisolon 62,5-125 mg i.v. dan dapat diulang, serta dapat dikombinasi dengan injeksi fenitoin 3 x 100mg i.v. atau fenitoin oral dengan dosis 3 x 100 mg sebelum makan.
o   Bila perlu injeksi efedrin (bila tidak ada kontraindikasi: jantung dan lain-lain) 25-50 mg atau injeksi glucagon 1 mg i.m.
b.      Koma Lakto Asidosis
Klasifikasi:
1.      Koma asidosis asam laktat (KAAL) tipe A, (Primer: hipoksia), yaitu:
o   Semua jenis shock
o   Decomp Cordis
o   Asfiksia
o   Intoksikasi CO
2.      Koma asidosis asam laktat (KAAL) tipe B
o   Kelainan sistemik: DM, neoplasia, RFT/LFT terganggu, konvulsi.
o   Obat: Biguande, salisilat, alkohol (methanol, etanol), glukosa alkohol (sorbitol, dll.)
Gejala klinis:
Stupor atau koma, biasanya hiperglikemi ringan (tetapi glukosa darah dapat juga normal atau sedikit turun).
Diagnosis:
Diagnosis ditegakkan bila terjadi stupor atau koma, glukosa darah sekitar 250 mg/dL, dan anion gap lebih dari 15-20 mEq/l.
Penatalaksanaan:
Beberapa obat yang digunakan antara lain, Biguanide, Salisilat, Alkohol (methanol, etanol), glukosa alkohol (misalnya sorbitol) dan lain-lain. Terapi dilakukan berdasarkan penyebabnya.
c.       Keto Asidosis Diabetik-Koma Diabetik
Definisi:
Ketoasidosis adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolic yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisisensi insulin absolute dan relative (Sudoyo, 2006).
Klasifikasi KAD:
Stadium
Macam KAD
pH darah
Bikarbonat darah (BIK)

1.      Ringan
2.      Sedang
3.      Berat
4.      Sangat besar

KAD ringan
Prekoma diabetik
Koma diabetic (KD)
KD berat


7,30-7,35
7,20-7,30
6,90-7,20
< 6,90

15-20 mEq/l
12-15 mEq/l
8-12 mEq/l
< 8 mEq/l

Diagnosis:
Kriteria diagnosis KAD adalah sebagai berikut:
1.      Klinis     : Poliuria, polidipsia, mual, dan atau muntah, pernapasan Kussmaul (dalam dan frekuen), lemah, dehidrasi, hipotensi sampai shock, kesadaran terganggu sampai koma.
2.      Darah     : hiperglikemi lebih dari 300 mg/dL (biasanya melebihi 500 mg/dL) dan bikarbonat kurang dari 20 mEq/l (dan pH < 7,35).
3.      Urine      : glukosuria dan ketonuria.



Penatalaksanaan:
Protokol terapi KAD
Fase
Uraian terapi

Fase I
(Fase gawat)
1.      Rehidrasi: NaCl 0,9% atau RL 2 L/2 jam pertama, lalu 80 tts/mnt selama 4 jam, lalu 30 tts/mnt selama 18 jam (4-6 L/24 jam), diteruskan sampai 24 jam berikutnya (20 tts/mnt).
2.      IDR (Insulin Dosis Rendah) IV: 4 unit/jam i.v. (rumus minus satu)
3.      Infus K+ per 24 jam: 25 mEq ( bila K+ = 3,0-3,5 mEq/l), 50 mEq (K+ 2,5-3,0 mEq/l), 75 mEq (bila K+ 2,0-2,5 mEq/l) dan 100 mEq ( bila K+ < 20 mEq/l).
4.      Infus BIK: bila pH ≤ 7,2-7,3 atau BIK < 12 mEq/l: 50-100 mEq drip dalam 2 jam (bolus BIK 50-100 mEq diberikan bila pH ≤ 7,0)
5.      Antibiotika: dipilih yang up to date dan dosis adekuat.









Glukosa darah ± 250 mg/dL atau reduksi ±

Fase II
(Fase rehabilitasi)
1.      Rumatan: NaCl 0,9 % atau Potacol R (IR 4-8 u), Maltosa 10% (IR 6-12 u) bergantian: 20 tts/mnt (dimulai perlahan, berjalan perlahan, dan diakhiri perlahan).
2.      Kalium: par enteral (bila K+ < 4mEq/l) atau per os (air tomat, kaldu).
3.      IR (Insulin Reguler): 3 x 8-12 u / s.c.
4.      Makanan lunak, karbohidrat kompleks per oral.







d.      Koma Hiperosmolar Non Ketotik (K. HONK)
Diagnosis:
Diagnosis klinis dikenal dengan sebutan tetralogi HONK: “1 yes, 3 no”, yaitu:
1.      Glukosa dasar > 600 mg/dL (hiperglikemia).
2.      Tidak ada riwayat diabetes sebelumnya (No DM history).
3.      Bikarbonat > 15 mEq/l, pH darah normal (No Kussmaul).
4.      Tidak ada ketonuria dan tidak didapatkan bau aseton (No ketonemia).
Penatalaksanaan:
Hamper sama dengan terapi KAD : Fase I Fase II, tanpa infuse bikarbonat tetapi diberikan :
1.      NaCl 0,45%
2.      RI seperti pada terapi KAD
3.      Antibiotika menurut indikasi
Apabila plasma Na < 150 mEq/l diberi normal salin, namun apabila Na > 150 mEq/l diberi hipotonik salin.
Prognosis:
K.HONK mempunyai prognosis yang buruk, yaitu dengan mortalitas ± 50%.
2.      Komplikasi kronis
a.       Makro angiopati: mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
b.      Mikroangiopati: mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetik, nefropati.
c.       Neuropati diabetik.
d.      Rentan infeksi.
e.       Ganggren.












2.7  WOC Diabetes Mellitus







































2.8  Konsep Asuhan Keperawatan

2.8.1 Pengakjian

a.       Identitas penderita
Dari identitas penderita yang perlu dikaji terkait dengan Diabetes Mellitus adalah umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, dan suku bangsa.
b.      Keluhan utama
Meliputi salah satu dari gejala akut / kronik berikut ini:
-          Gejala akut:
·         Keluhan “TRIAS”: banyak makan (polifagia), banyak minum (polidipsia), banyak kencing (poliuria).
·         Nafsu makan mulai berkurang (tidak polifagia lagi), bahkan kadang-kadang disusul dengan mual jika kadar glukosa darah melebihi 500mg/dl.
·         Berat badan turun dengan cepat (dapat turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu).
·         Mudah lelah.
·         Bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual bahkan penderita akan jatuh koma (tidak sadarkan diri), dan disebut koma diabetik.
-          Gejala kronis:
·         Kesemutan,
·         Kulit terasa panas (wedangen), atau seperti ditusuk-tusuk jarum,
·          Terasa tebal di kulit, sehingga kalau berjalan seperti di atas bantal atau kasur,
·         Kram,
·         Lelah,
·         Mudah mengantuk,
·         Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata,
·         Gatal di sekitar kemaluan, terutama wanita,
·         Gigi mudah goyah dan mudah lepas,
·         Kemampuan seksual menurun, bahkan impoten, dan
·         Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau berat bayi lahir lebih dari 4 kg.
c.       Riwayat penyakit sekarang
Berisi tentang sejak kapan mulai muncul keluhan, upaya yang telah dilakukan sebelumnya sampai akhirnya MRS.
d.      Riwayat penyakit dahulu
Yang perlu dikaji adalah adanya riwayat penyakit:
1.      Cardio vascular Disease (CVD) atau aterosklerosis.
2.      Penyakit eksokrin pankreas: pankreatitis, trauma/pankreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, dan lainnya.
3.      Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, dan lainnya.
4.      Karena obat / zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormone tiroid, diazoxid, agonis β adrenergic, tiazid, dilantin, interferon alfa, dan lainnya.
5.      Infeksi: rubella congenital, CMV, dan lainnya.
6.      Imunologi (jarang): sindrom ‘stiff-man’, antibodi antireseptor insulin, dan lainnya.
7.      Sindroma genetik lain: sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, dan lainnya.
e.       Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat salah satu atau kedua orang tua mengidap penyakit DM, adanya saudara kandung yang mengidap DM.
f.       Pemeriksaan fisik
·         Status kesehatan umum, meliputi kesadaran, tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan.
·         Keadan kepala
-          Rambut
Diabetisi yang sudah menahun dan tidak terawat secara baik biasanya rambutnya lebih tipis. Bila akar rambut terserang, rambut menjadi mudah rontok.
-          Telinga
Karena urat saraf bagian pendengaran Diabetisi mudah rusak, telinga sering mendenging. Bila keadaan ini tidak segera diobati dan DM tidak dirawat dengan baik, pendengarannya akan merosot bahkan menjadi tuli sebelah, ataupun tuli kedua telinganya.
-          Mata
Lensa mata menjadi keruh (tampak putih), adanya keluhan kabur.
·         Keadaan rongga mulut
-          Lidah
Lidah Diabetisi yang sudah lama mengidap DM sering membesar dan atau terasa tebal.
-          Ludah
Sering kali menjadi lebih kental, sehingga mulut terasa kering yang disebut xerostomi diabetic. Kadang-kadang juga justru sebaliknya, terasa ludah yang amat berlebihan yang disebut hipersalivasi diabetic.
-          Gigi dan gusi
Gigi mudah goyah dan lepas, gusi sering kali agak menggelembung atau bengkak, mudah mengalami infeksi, dan kadang-kadang bernanah.
·         Keadaan kulit
Pada umumnya lebih mudah terserang penyakit infeksi dan jamur,  sehingga sering menyebabkan rasa gatal yang sulit sembuh selama diabetesnya belum dirawat dengan baik, dan lebih mudah mengalami bisul. Perlu diperhatikan adanya luka pada tungkai atau daerah lain.

2.8.2 Diagnosa Keperawatan

1.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolism protein/lemak, penurunan masukan oral.
3.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar gula yang tinggi.
4.      Resiko cedera berhubungan dengan penurunan sensasi taktil, penurunan ketajaman penglihatan dan hipoglikemi.
5.      Ketidakpatuhan berhubungan dengan kompleksitas perawatan diri dan rutinitas medis, penyakit yang kronis.

2.8.3 Intervensi Keperawatan

1.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Kriteria hasil:        -  Tanda-tanda vital dalam batas normal
-     Turgor kulit baik
-     Kadar elektrolit dalam batas normal
-     Intake dan output normal
Rencana tindakan:
1.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi cairan infus, diet, obat hipoglikemi oral maupun terapi insulin.
R: pemberian terapi yang tepat akan mempercepat penyembuhan.
2.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan laboratorium (hematokrit, BUN/kreatinin, Kalium, Natrium).
R: untuk mengetahui status/tingkat hidrasi dan mendeteksi dengan segera adanya ketidakseimbangan elektrolit akibat pengeluaran cairan yang berlebih.
3.      Pantau intake dan output.
R: pengukuran intake dan output merupakan indikator tanda-tanda dehidrasi.
4.      Cek secara teratur kadar gula darah.
R: keadaan hiperglikemi dapat menyebabkan terjadinya diuresis osmotik.
5.      Observasi tanda-tanda vital.
R: untuk mengetahui keadaan umum klien.

6.      Pantau tanda-tanda dehidrasi.
R: Mencegah terjadinya derajat dehidrasi yang lebih berat.
2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolism protein/lemak, penurunan masukan oral.
Kriteria hasil:        - Badan tidak lemas
 - Pasien menunjukkan pola makan yang adekuat.
 - Tercapai Berat badan ideal (BBI)
1.      Kolaborasi dengan ahli gizi.
R: sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untu memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
2.      Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki (disesuaikan dengan jenis diet yang telah ditentukan).
R: untuk membangkitkan selera makan pasien.
3.      Tentukan program diet dan pola mkan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
R: mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
4.      Lakukan timbang BB sesuai indikasi.
R: mengkaji pemasukan makan yang adekuat.
5.      Libatkan keluarga dalam perencanaan makan sesuai indikasi.
R: memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
3.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar gula yang tinggi.
Kriteria hasil:        -  Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
-     Suhu tubuh normal
-     Kadar gula darah normal
-     Keadaan luka baik (bila ada luka)
1.      Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, seperti demam, kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulent, warna urin keruh.
R: untuk membantu menentukan terapi atau tindakan selanjutnya.
2.      Tingkatkan upaya pencegahan dan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien, termasuk pasiennya sendiri.
R: mencegah timbulnya infeksi silang (infeksi nosokomial).
3.      Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
R: kadar gula darah yang tinggi dalam darah menjadi media yang baik bagi pertumbuhan kuman.
4.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan kultur dan sensitivitas sesuai indikasi.
R: untuk mengidentifikasi organism sehingga dapat memilih/memberikan terapi antibiotik yang sesuai.
5.      Kolaborsai dengan dokter untuk pemberian antibiotik yang sesuai.
R: penangan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
4.      Resiko cedera berhubungan dengan penurunan sensasi taktil, penurunan ketajaman penglihatan dan hipoglikemi.
Kriteria hasil:        -  Tidak terjadi cedera
-     Kadar gula darah normal
1.      Orientasikan setiap pasien baru terhadap sekeliling dan tempatkan bel pada tempat yang mudah dijangkau oleh pasien.
R: agar pasien mengerti keadaan lingkungan disekelilingnya dan segera memanggil perawat bila membutuhkan bantuan.
2.      Anjurkan untuk meminta bantuan terutama pada malam hari da gunakan lampu malam.
R: keadaan malam hari yang gelap meningkatkan resiko terjadinya cedera.
3.      Anjurkan pasien untuk tidak menggunakan alat pemanas/penghangat pada pasien yang mengalami defisit sensori.
R: mencegah terjadinya luka bakar.
5.      Ketidakpatuhan berhubungan dengan kompleksitas perawatan diri dan rutinitas medis, penyakit yang kronis.
Kriteria hasil:            -   Pasien ikut serta dalam perkembangan keberhasilan dan rencana
    pengobatan.
-     Menunjukkan pengetahuan akan penyakit dan pemahaman terhadap regimen pengobatan.
1.      Tentukan alasan tingkah laku / masalah yang mengganggu pengobatan.
R: beberapa faktor mungkin terlibat dalam tingkah laku yang menggangu regimen pengobatan, misalnya ansietas, ketakutan.
2.      Tinjau ulang pengetahuan dan pemahaman pasien atau orang terdekat mengenai kebutuhan pengobatan / medikasi dan juga konsekuensi tindakan / pilihan.
R: memastikan bahwa pasien / orang terdekat memiliki informasi yang akurat / aktual untuk membuat pilihan-pilihan.
3.      Catat lama masa sakit / prognosa.
R: pasien cenderung menjadi pasif dan bergantung kepada penyakit jangka panjang dan melelahkan.
4.      Kaji sistem pendukung yang tersedia bagi pasien.
R: membantu pasien dalam mencapai keberhasilan pengobatan.
5.      Kembangkan sistem pemantauan diri, bagikan data yang berhubungan dengan kondisi pasien, misalnya hasil laboratorium.
R: memberikan control dan kemampuan pasien untuk mengikuti perkembangannya.

2.8.4 Implementasi

            Implementasi yang dimaksud adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana perawatan meliputi tindakan perawatan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan advis dokter dan ketentuan Rumah Sakit.

2.8.5 Evaluasi

            Perbandingan yang sistematis dari rencana tindakan, masalah kesehatan dengantujuan yang telah ditetapkan dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan yang lain.
 
 

Tidak ada komentar: