BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
ASKEP DM (DIABETUS MELLITUS)
2.1 Pengertian
Diabetes Mellitus (DM) adalah
keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik
pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Arif Mansjoer, dkk, 2001:
580).
Diabetes Mellitus adalah gangguan
metabolism yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi
berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Secara klinis ditandai dengan
hiperglikemi puasa, aterosklerotik, dan mikroangiopati serta neuropati (Sylvia
A. Price dan Lorraine M. Wilson, 1995: 1109).
2.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus
Klasifikasi etiolosis Diabetes
Mellitus berdasarkan American Diabetes
Association (ADA) 2010 adalah sebagai berikut:
1.
DM tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut):
·
Melalui proses imunologik
·
Idiopatik
2.
DM tipe 2
(bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relative sampai yang predominan gangguan sekresi
insulin bersama resistensi insulin).
3.
DM tipe lain:
a.
Defek genetik fungsi sel beta:
·
Maturity Onset Diabetes of the Young
(MODY) 1,2,3,4,5,6 (yang terbanyak MODY 3).
·
DNA mitokondria
·
Dan lain-lain.
b.
Defek genetik kerja insulin:
resistensi insulin tipe A, Leprechaunism,
sindrom Rabson Mendelhall, diabetes lipoatrofik dan lainnya.
c.
Penyakit eksokrin pankreas: pankreatitis,
trauma/pankreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis,
pankreatopati fibro kalkulus, dan lainnya.
d.
Endokrinopati: akromegali,
sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme somatostatinoma,
aldosteronoma, dan lainnya.
e.
Karena obat / zat kimia: vacor,
pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormone tiroid, diazoxid, agonis β adrenergic, tiazid, dilantin, interferon alfa, dan lainnya.
f.
Infeksi: rubella congenital,
CMV, dan lainnya.
g.
Imunologi (jarang): sindrom
‘stiff-man’, antibodi antireseptor insulin, dan lainnya.
h.
Sindroma genetik lain: sindrom
Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, dan lainnya.
4. DM Gestasional
2.3 Gejala klinis
Diabetes sering diketahui sesudah
ada komplikasi seperti stroke, penyakit jantung koroner, dan sebagainya. Gejala
penyakit Diabetes Mellitus pada setiap penderita tidaklah sama, gejala-gejala
di bawah ini adalah gejala yang sering timbul dan tidak menutup kemungkinan
adanya variasi gejala yang lain. Gejala dan tanda-tanda penyakit Diabetes
Mellitus dapat digolongkan menjadi 2, yaitu gejala akut dan gejala kronis.
-
Gejala akut
·
Keluhan
“TRIAS”: banyak makan (polifagia), banyak minum (polidipsia), banyak kencing
(poliuria). Dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus bertambah, karena pada
saat ini jumlah insulin masih mencukupi.
·
Bila keadaan tersebut tidak segera diatasi, lama kelamaan mulai timbul gejala yang
disebabkan oleh kurangnya insulin, dan bukan 3P lagi, melainkan hanya 2P saja
(polidipsia dan poliuria) dan beberapa keluhan lain:
-
Nafsu makan
mulai berkurang (tidak polifagia lagi), bahkan
kadang-kadang disusul dengan mual jika kadar glukosa darah melebihi 500mg/dl.
-
Berat badan
turun dengan cepat (dapat turun 5-10 kg dalam waktu 2-4
minggu).
-
Mudah lelah.
-
Bila tidak
lekas diobati akan timbul rasa mual bahkan penderita akan jatuh koma (tidak
sadarkan diri), dan disebut koma diabetik.
-
Gejala kronis
·
Kesemutan,
·
Kulit terasa
panas (wedangen), atau seperti
ditusuk-tusuk jarum,
·
Terasa tebal di kulit, sehingga kalau berjalan
seperti di atas bantal atau kasur,
·
Kram,
·
Lelah,
·
Mudah
mengantuk,
·
Mata kabur,
biasanya sering ganti kacamata,
·
Gatal di
sekitar kemaluan, terutama wanita,
·
Gigi mudah
goyah dan mudah lepas,
·
Kemampuan
seksual menurun, bahkan impoten, dan
·
Para ibu
hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau berat
bayi lahir lebih dari 4 kg.
(Tjokroprawiro,
2007)
2.4 Diagnosis DM
Pemeriksaan
penyaring (screening) perlu dilakukan pada kelompok tersebut di bawah
ini (ADA 2010):
1. Pasien dewasa usia berapapun yang mengalami
overweight (BMI ≥ 25 kg/m²) dan diserrtai tambahan faktor resiko sebagai
berikut:
-
Tidak ada
aktivitas fisik.
-
Riwayat DM
dalam garis keturunan.
-
Termasuk
dalam populasi etnik resiko tinggi (Afrika-Amerika,
bangsa Latin, penduduk asli Amerika, Asia-Amerika, kepulauan Pasifik).
-
Wanita yang
melahirkan bayi dengan berat > 9 lb (> 4 kg) atau yang telah didiagnosa
Diabetes Mellitus Gestasional.
-
Hipertensi (≥ 140/90 mmHg atau yang sedang medapati terapi untuk hipertensi).
-
HDL
Kolesterol < 35 mg/dl (0.90 mmol/l) dan atau trigliserid > 250 mg/dl
(2.82 mmol/l).
-
Wanita dengan
sindrom polikistik ovarii.
-
Pada
pemeriksaan sebelumnya didapatkan A1C ≥ 5.7%,
toleransi glukosa terganggu, dan glukosa darah puasa terganggu.
-
Kondisi
klinis lainnya sehubungan dengan resistensi insulin (obesitas berat, achantosis
nigricans).
-
Memiliki
riwayat penyakit kardiovaskuler.
2. Jika tidak ditemukan criteria seperti di atas, tes
untuk diabetes bisa dilakukan mulai usia 45 tahun.
3. Jika hasilnya normal, tes penyaring harus diulang
tiap 3 tahun, dan frekuensi dilakukan tes tergantung pada hasil pemeriksaan
awal dan status resiko.
Pelaksanaan tes toleransi glukosa oral (TTGO)
untuk diagnosis DM adalah sebagai berikut:
1. Tiga hari sebelumnya makan karbohirat cukup.
2. Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan.
3. Puasa semalam selama 10-12 jam.
4. Periksa glukosa darah puasa.
5. Diberikan glukosa 75 gram, dilarutkan dalam air
250 ml, dan diminum dalm waktu 5 menit.
6. Diperiksa glukosa darah 2 jam sesudah beban
glukosa.
7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap
boleh minum air putih, namun harus istirahat dan tidak merokok.
8. Untuk tujuan penelitian atau diagnosis DMG
(Diabetes Mellitus Gestasional), dilakukan pemeriksaan glukosa darah pada 0, 1,
2 dan 3 jam sebelum dan sesudah minum beban glukosa 75 gram tersebut.
Kriteria untuk diagnosis Diabetes
Mellitus:
Berdasarkan American Diabetes
Association (ADA) 2010, kriteria untuk mendiagnosis DM adalah sebagai berikut:
Interpretasi Hasil Tes
Glukosa Darah
|
|||
Tes
|
Hasil
|
Diagnosis
|
|
Glukosa Plasma Puasa
(Fasting Plasma Glucose), mg/dL.
|
≤ 99
|
Normal
|
|
100 -125
|
Glukosa Darah Puasa
Terganggu
|
||
≥ 126
|
Diabetes, dikonfirmasi
dengan pengulangan tes pada hari yang berbeda.
|
||
Tes Toleransi Glukosa Oral
(2 jam setelah beban glukosa 75 gram), mg/dL.
|
≤ 139
|
Normal
|
|
140 - 199
|
Toleransi Glukosa Terganggu
|
||
≥ 200
|
Diabetes, dikonfirmasi
dengan pengulangan tes pada hari yang berbeda.
|
||
Hemoglobin A1C, %.
|
≤ 5.4
|
Normal
|
|
5.5 - 6.4
|
Resiko tinggi /
prediabetes, memerlukan screening dengan kriteria glukosa.
|
||
≥ 6.5
|
Diabetes, dikonfirmasi
dengan pengulangan tes pada hari yang berbeda.
|
||
Glukosa Darah Acak, mg/dL.
|
≥ 200
|
Diabetes, bagi pasien yang
mengalami gejala atau keluhan khas hiperglikemi.
|
|
Skrining dan diagnosis untuk
DMG:
·
Melakukan
penilaian resiko diabetes adalah pada saat kunjungan prenatal pertama.
·
Wanita yang
beresiko tinggi harus diskrining untuk diabetes sesegera mungkin setelah
konfirmasi kehamilan. Kriteria untuk kelompok resiko
tinggi tersebut adalah:
-
Obesitas yang
parah
-
Ada riwayat
DMG sebelumnya atau pernah melahirkan bayi yang besar.
-
Adanya
glukosuria.
-
Didiagnosis
PCOS (Polycystic Ovarian Syndrome)
-
Ada riwayat
keluarga dengan DM tipe 2.
·
Skrining atau
diagnosis pada tahap kehamilan ini harus menggunakan tes diagnostic sesuai
standart.
·
Semua wanita
yang memiliki resiko lebih besar untuk DMG, walaupun tidak ditemukan DM pada
awal kehamilan, harus menjalani tes untuk DMG lagi pada usia kehamilan 24-28
minggu.
·
Wanita yang memiliki resiko
lebih rendah, yang tidak memerlukan skrining DMG,
adalah wanita dengan semua karakteristik sebagai berikut:
-
Usia < 25
tahun.
-
Berat badan
sebelum kehamilan normal.
-
Merupakan
kelompok etnis dengan prevalensi rendah untuk diabetes.
-
Tidak ada
riwayat DM pada keluarga.
-
Tidak ada
riwayat toleransi glukosa abnormal.
·
Ada 2 langkah untuk melakukan
skrining DMG pada usia kehamilan24-28 minggu:
LANGKAH I:
-
Lakukan pemeriksaan awal dengan
mengukur glukosa plasma/serum 1 jam setelah diberi
beban glukosa 50 gram, bila hasilnya ≥ 140 mg/dL
mengidentifikasi 80% wanita dengan DMG, sedangkan pada kepekaan lebih lanjut
akan meningkat menjadi 90% dengan ambang batas 130 mg/dL.
-
Lakukan tes
toleransi glukosa oral (TTGO) 100 gram pada hari yang berbeda bagi wanita yang
hasil skrining dengan 50 gram melebihi nilai ambang batas.
LANGKAH II:
-
Lakukan TTGO 100 gram pada wanita yang akan diuji saat usia kehamilan 24-28
minggu.
-
Sebaiknya TTGO dilakukan pada pagi hari setelah puasa malamnya minimal
8 jam.
-
Dinyatakan DMG bila hasilnya
memenuhi 2 kriteria berikut:
ü Puasa ≥ 95
mg/dL
ü 1 jam ≥ 180
mg/dL
ü 2 jam ≥ 155
mg/dL
ü 3 jam ≥ 140
mg/dL
2.5 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus.
Penatalaksanaan
dasar terapi DM meliputi pentalogi terapi DM, yaitu:
TERAPI PRIMER:
1. Penyuluhan kesehatan masyarakat tentang DM
2.
Latihan fisik
(LF): primer dan sekunder.
Penderita DM dianjurkan melakukan
latihan ringan teratur setiap hari pada saat 1 atau 1,5 jam setelah makan,
termasuk penderita yang dirawat di RS (bed exercise). Latihan fisik ini disebut
dengan latihan fisik primer. Sedangkan latihan fisik sekunder adalah untuk penderita DM yang dengan obesitas,
yaitu selain melakukan latihan fisik primer setelah makan, juga dianjurkan
untuk melakukan latihan fisik yang agak berat setiap hari, pada pagi dan sore
hari (dengan tujuan untuk menurunkan berat badan).
3. Diet.
Pada dasarnya diet
diabetes diberikan dengan cara 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan antara (kudapan/snacks) dengan
jarak antara (interval) tiga jam. Dan dalam pelaksanaan diet, hendaknya mengikuti 3 J (jumlah, jadwal, jenis). Jumlah kalori
yang diberikan harus dihabiskan, jadwal makan harus diikuti (interval 3 jam),
serta jenis gula dan yang manis harus dipantang.
Penentuan gizi
penderita dan jumlah kalori perhari:
BB
IMT = Indeks Massa Tubuh = x 100%
(TB)²
Keterangan: BB dalam kg, TB dalam m.
Normal:
Pria 20-24,9 Wanita:
18,5-23,9
BB
BBR = Berat Badan Relatif = x 100%
TB-100
Keterangan:
BB dalam kg, TB dalam cm
Gizi buruk: < 90% Gizi lebih: 100-120%
Normal: 90-100% Gemuk (obesitas):
> 120%
Kebutuhan
kalori/hari untuk menuju berat badan normal:
1.
Berat badan kurang (BBR <
90%) kebutuhan kalori sehari: 40-60 kal/kg BB.
2.
Berat badan normal (BBR
90-100%) kebutuhan kalori sehari: 30 kal/kg BB.
3.
Berat badan lebih (BBR >
110%) kebutuhan kalori sehari: 20 kal/kg BB.
4.
Gemuk (obesitas) (BBR >
120%) kebutuhan kalori: 15 kal/kg BB.
TERAPI SEKUNDER:
1. Obat Hipoglikemik (Obat Hipoglikemik Oral / OHO
dan insulin)
·
OHO dapat
dibedakan berdasarkan cara kerjanya:
a.
Insulin Secretatogues: yaitu OHO yang memicu sekresi insulin. Golongan obat ini dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu
Sulphonylureas dan Non Sulphonylureas.
b.
Insulin Sensitizer: yaitu OHO yang memperbaiki sensitivitas insulin, terbagi dalam beberapa kelompok, yaitu Thiazolidinediones dan Non
TZDs, Metaglidasen, dan Biguanides.
c.
Intestine Enzyme Inhibitors: yaitu bekerja dengan menghambat enzyme di usus
sehingga menghambat penyerapan glukosa.
d. Other
Spesific Types:
ü Insulin
mimetic drugs, mempunyai efek
seperti insulin.
ü β-cell replacers.
ü Inhibitor
dari Dipeptidyl Peptidase-IV (DPP-IV).
ü Penghambat
sekresi glucagon.
e. Fixed
Dose Combination Types: merupakan
kemasan kombinasi dari 2 macam OHO dengan menggunakan teknologi baru, sehingga
dicapai efek terapeutik yang menguntungkan.
·
Insulin
Cara pemberian insulin i.v, i.m, s.c,
harus diketahui indikasi, manfaat, dan efek sampingnya. Insulin harus disimpan di tempat dingin antara 2-8 derajat celcius,
atau setaranya. Bila di atas 30 derajat celcius akan
rusak, dan di atas 50 derajat celcius akan bergumpal. Insulin harus dihindarkan dari cahaya karena dapat menurunkan
efek biologisnya. Regulasi cepat dengan insulin
dibagi menjadi dua, yaitu regulasi cepat intravena (RC i.v.) dan regulasi cepat
subkutan (RC s.c.).
Regulasi cepat
intravena:
ü Berikan insulin reguler intravena @ 4 unit
tiap jam sampai kadar glukosa darah sekitar 200 mg/dL atau reduksi urin positif
lemah.
ü Dosis insulin reguler 4 unit/jam intravena, dapat menurunkan glukosa
darah selitar 50-75 mg/dL setiap jamnya.
ü Apabila kadar glukosa tersebut sudah tercapai,
maka insulin reguler dapat diteruskan secara subkutan dengan interval 8 jam.
Regulasi cepat subkutan:
ü Tergantung kadar glukosa acak awal yang
diperoleh, kemudian diberikan insulin subkutan dengan dosis awal ekstra,
kemudian maintenance insulin 3 kali sehari.
2. Cangkok pancreas
2.6 Komplikasi Diabetes Mellitus
1. Komplikasi akut
a. Hipoglikemi
Batasan:
o
Hipoglikemi
murni (True
Hypoglicemic), apabila glukosa darah < 60 mg/dL.
o
Reaksi
hipoglikemi (Hypoglicemic
reaction), apabila glukosa darah turun mendadak, misalnya dari 400 mg/dL
tiba-tiba menjadi 150 mg/dL, walaupun glukosa darah masih > 100 mg/Dl.
o
Koma
hipoglikemi, akibat glukosa darah turun sampai di bawah
30 mg/dL.
o
Hipoglikemi
reaktif (Reactive
Hypoglicemia), yaitu gejala hipoglikemi yang terjadi 3-5 jam sesudah makan.
Gejala:
o
Lapar,
gemetar.
o
Keringat
dingin, gemetar.
o
Pusing,
gelisah sampai koma.
Penatalaksanaan:
o
Beri pisang/
roti/ karbohidrat kompleks lain, bila gagal lakukan
langkah selanjutnya.
o
Beri teh/
tetesi gula kental atau madu di bawah lidah, bila gagal
lanjutkan ke langkah berikutnya.
o
Injeksi
glukosa 40% i.v. 25 ml (encerkan 2 kali), beri infus martos (maltosa 10%) atau
glukosa 10%. Bila belum sadar
dapat diulang 25 ml glukosa 40% setiap ½ jam (sampai sadar), dan dapat diulang
sampai enam kali, jika masih gagal lanjutkan ke langkah berikutnya. Injeksi glukosa 40% i.v. adalah menggunakan rumus berikut:
Rumus 1: diberikan 1
flash bila kadar gula darah 60-90 mg/dL
Rumus 2: diberikan 2
flash bila kadar gula darah 30-60 mg/dL.
Rumus 3: diberikan 3
flash bila kadar gula darah < 30 mg/dL
o
Injeksi
metilprednisolon 62,5-125 mg i.v. dan dapat diulang,
serta dapat dikombinasi dengan injeksi fenitoin 3 x 100mg i.v. atau fenitoin
oral dengan dosis 3 x 100 mg sebelum makan.
o
Bila perlu injeksi efedrin (bila tidak ada kontraindikasi: jantung dan
lain-lain) 25-50 mg atau injeksi glucagon 1 mg i.m.
b. Koma Lakto Asidosis
Klasifikasi:
1.
Koma
asidosis asam laktat (KAAL) tipe A, (Primer: hipoksia),
yaitu:
o
Semua jenis shock
o
Decomp Cordis
o
Asfiksia
o
Intoksikasi CO
2. Koma asidosis asam laktat (KAAL) tipe B
o
Kelainan sistemik: DM,
neoplasia, RFT/LFT terganggu, konvulsi.
o
Obat: Biguande, salisilat,
alkohol (methanol, etanol), glukosa alkohol (sorbitol, dll.)
Gejala klinis:
Stupor atau koma, biasanya hiperglikemi ringan
(tetapi glukosa darah dapat juga normal atau sedikit turun).
Diagnosis:
Diagnosis ditegakkan bila terjadi stupor atau
koma, glukosa darah sekitar 250 mg/dL, dan anion gap lebih dari 15-20 mEq/l.
Penatalaksanaan:
Beberapa obat yang digunakan antara lain, Biguanide,
Salisilat, Alkohol (methanol, etanol), glukosa alkohol (misalnya sorbitol)
dan lain-lain. Terapi dilakukan berdasarkan penyebabnya.
c. Keto Asidosis Diabetik-Koma Diabetik
Definisi:
Ketoasidosis
adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolic yang ditandai oleh trias
hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisisensi
insulin absolute dan relative (Sudoyo, 2006).
Klasifikasi KAD:
Stadium
|
Macam KAD
|
pH darah
|
Bikarbonat darah (BIK)
|
1. Ringan
2. Sedang
3. Berat
4. Sangat besar
|
KAD ringan
Prekoma diabetik
Koma diabetic
(KD)
KD berat
|
7,30-7,35
7,20-7,30
6,90-7,20
< 6,90
|
15-20 mEq/l
12-15 mEq/l
8-12 mEq/l
< 8 mEq/l
|
Diagnosis:
Kriteria diagnosis
KAD adalah sebagai berikut:
1.
Klinis : Poliuria, polidipsia,
mual, dan atau muntah, pernapasan Kussmaul (dalam dan frekuen), lemah,
dehidrasi, hipotensi sampai shock, kesadaran terganggu sampai koma.
2.
Darah : hiperglikemi
lebih dari 300 mg/dL (biasanya melebihi 500 mg/dL) dan bikarbonat kurang dari
20 mEq/l (dan pH < 7,35).
3.
Urine : glukosuria dan
ketonuria.
Penatalaksanaan:
Protokol terapi KAD
Fase
|
Uraian terapi
|
|
Fase I
(Fase gawat)
|
1. Rehidrasi: NaCl 0,9% atau
RL 2 L/2 jam pertama, lalu 80 tts/mnt selama 4 jam, lalu 30 tts/mnt selama 18
jam (4-6 L/24 jam), diteruskan sampai 24 jam berikutnya (20 tts/mnt).
2. IDR (Insulin Dosis Rendah) IV:
4 unit/jam i.v. (rumus minus satu)
3. Infus K+ per 24 jam: 25 mEq
( bila K+ = 3,0-3,5 mEq/l), 50 mEq (K+ 2,5-3,0 mEq/l), 75 mEq (bila K+
2,0-2,5 mEq/l) dan 100 mEq ( bila K+ < 20 mEq/l).
4. Infus BIK: bila pH ≤
7,2-7,3 atau BIK < 12 mEq/l: 50-100 mEq drip dalam 2 jam (bolus BIK 50-100
mEq diberikan bila pH ≤ 7,0)
5. Antibiotika: dipilih yang up to date dan dosis adekuat.
|
|
Glukosa darah ± 250 mg/dL
atau reduksi ±
|
||
Fase II
(Fase rehabilitasi)
|
1. Rumatan: NaCl 0,9 % atau
Potacol R (IR 4-8 u), Maltosa 10% (IR 6-12 u) bergantian: 20 tts/mnt (dimulai
perlahan, berjalan perlahan, dan diakhiri perlahan).
2. Kalium: par enteral (bila
K+ < 4mEq/l) atau per os (air tomat, kaldu).
3. IR (Insulin Reguler): 3 x
8-12 u / s.c.
4. Makanan lunak, karbohidrat
kompleks per oral.
|
|
d.
Koma Hiperosmolar Non Ketotik
(K. HONK)
Diagnosis:
Diagnosis klinis dikenal dengan sebutan
tetralogi HONK: “1 yes, 3 no”, yaitu:
1.
Glukosa dasar > 600 mg/dL
(hiperglikemia).
2.
Tidak ada riwayat diabetes
sebelumnya (No DM history).
3.
Bikarbonat > 15 mEq/l, pH
darah normal (No Kussmaul).
4.
Tidak ada ketonuria dan tidak
didapatkan bau aseton (No ketonemia).
Penatalaksanaan:
Hamper sama dengan terapi KAD : Fase I → Fase
II, tanpa infuse bikarbonat tetapi diberikan :
1.
NaCl 0,45%
2.
RI seperti
pada terapi KAD
3. Antibiotika menurut indikasi
Apabila plasma Na < 150 mEq/l diberi normal
salin, namun apabila Na > 150 mEq/l diberi hipotonik salin.
Prognosis:
K.HONK mempunyai prognosis yang buruk, yaitu
dengan mortalitas ± 50%.
2. Komplikasi kronis
a. Makro angiopati: mengenai pembuluh darah besar,
pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
b. Mikroangiopati: mengenai pembuluh darah kecil,
retinopati diabetik, nefropati.
c. Neuropati diabetik.
d. Rentan infeksi.
e. Ganggren.
2.7 WOC Diabetes Mellitus
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan
2.8.1 Pengakjian
a.
Identitas penderita
Dari identitas penderita yang perlu
dikaji terkait dengan Diabetes Mellitus adalah umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, dan suku bangsa.
b.
Keluhan utama
Meliputi salah satu dari gejala akut /
kronik berikut ini:
-
Gejala akut:
·
Keluhan “TRIAS”: banyak makan
(polifagia), banyak minum (polidipsia), banyak kencing (poliuria).
·
Nafsu makan mulai berkurang
(tidak polifagia lagi), bahkan kadang-kadang disusul dengan mual jika kadar
glukosa darah melebihi 500mg/dl.
·
Berat badan turun dengan cepat
(dapat turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu).
·
Mudah lelah.
·
Bila tidak lekas diobati akan
timbul rasa mual bahkan penderita akan jatuh koma (tidak sadarkan diri), dan
disebut koma diabetik.
-
Gejala kronis:
·
Kesemutan,
·
Kulit terasa panas (wedangen), atau seperti ditusuk-tusuk
jarum,
·
Terasa tebal di kulit, sehingga kalau berjalan
seperti di atas bantal atau kasur,
·
Kram,
·
Lelah,
·
Mudah mengantuk,
·
Mata kabur, biasanya sering
ganti kacamata,
·
Gatal di sekitar kemaluan,
terutama wanita,
·
Gigi mudah goyah dan mudah
lepas,
·
Kemampuan seksual menurun,
bahkan impoten, dan
·
Para ibu hamil sering mengalami
keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau berat bayi lahir lebih dari
4 kg.
c.
Riwayat penyakit sekarang
Berisi tentang sejak kapan mulai muncul
keluhan, upaya yang telah dilakukan sebelumnya sampai akhirnya MRS.
d.
Riwayat penyakit dahulu
Yang perlu dikaji adalah adanya riwayat
penyakit:
1.
Cardio vascular Disease (CVD)
atau aterosklerosis.
2.
Penyakit eksokrin pankreas:
pankreatitis, trauma/pankreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik,
hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, dan lainnya.
3.
Endokrinopati: akromegali,
sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme somatostatinoma,
aldosteronoma, dan lainnya.
4.
Karena obat / zat kimia: vacor,
pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormone tiroid, diazoxid, agonis β adrenergic, tiazid, dilantin, interferon alfa, dan lainnya.
5.
Infeksi: rubella congenital,
CMV, dan lainnya.
6.
Imunologi (jarang): sindrom
‘stiff-man’, antibodi antireseptor insulin, dan lainnya.
7.
Sindroma genetik lain: sindrom
Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, dan lainnya.
e.
Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat salah satu atau kedua
orang tua mengidap penyakit DM, adanya saudara kandung yang mengidap DM.
f.
Pemeriksaan fisik
·
Status kesehatan umum, meliputi
kesadaran, tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan.
·
Keadan kepala
-
Rambut
Diabetisi yang sudah menahun dan tidak
terawat secara baik biasanya rambutnya lebih tipis. Bila akar rambut terserang,
rambut menjadi mudah rontok.
-
Telinga
Karena urat saraf bagian pendengaran
Diabetisi mudah rusak, telinga sering mendenging. Bila keadaan ini tidak segera
diobati dan DM tidak dirawat dengan baik, pendengarannya akan merosot bahkan
menjadi tuli sebelah, ataupun tuli kedua telinganya.
-
Mata
Lensa mata menjadi keruh (tampak
putih), adanya keluhan kabur.
·
Keadaan rongga mulut
-
Lidah
Lidah Diabetisi yang sudah lama
mengidap DM sering membesar dan atau terasa tebal.
-
Ludah
Sering kali menjadi lebih kental,
sehingga mulut terasa kering yang disebut xerostomi
diabetic. Kadang-kadang juga justru sebaliknya, terasa ludah yang amat
berlebihan yang disebut hipersalivasi
diabetic.
-
Gigi dan gusi
Gigi mudah goyah dan lepas, gusi sering
kali agak menggelembung atau bengkak, mudah mengalami infeksi, dan kadang-kadang
bernanah.
·
Keadaan kulit
Pada umumnya lebih mudah terserang
penyakit infeksi dan jamur, sehingga
sering menyebabkan rasa gatal yang sulit sembuh selama diabetesnya belum
dirawat dengan baik, dan lebih mudah mengalami bisul. Perlu diperhatikan adanya
luka pada tungkai atau daerah lain.
2.8.2 Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
diuresis osmotik.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan peningkatan metabolism protein/lemak, penurunan masukan oral.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar
gula yang tinggi.
4. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan sensasi
taktil, penurunan ketajaman penglihatan dan hipoglikemi.
5. Ketidakpatuhan berhubungan dengan kompleksitas
perawatan diri dan rutinitas medis, penyakit yang kronis.
2.8.3 Intervensi Keperawatan
1.
Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan diuresis osmotik.
Kriteria hasil: - Tanda-tanda vital
dalam batas normal
-
Turgor kulit baik
-
Kadar elektrolit dalam batas
normal
-
Intake dan output normal
Rencana tindakan:
1.
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian terapi cairan infus, diet, obat hipoglikemi oral maupun terapi
insulin.
R:
pemberian terapi yang tepat akan mempercepat penyembuhan.
2.
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemeriksaan laboratorium (hematokrit, BUN/kreatinin, Kalium, Natrium).
R:
untuk mengetahui status/tingkat hidrasi dan mendeteksi dengan segera adanya
ketidakseimbangan elektrolit akibat pengeluaran cairan yang berlebih.
3.
Pantau intake dan output.
R:
pengukuran intake dan output merupakan indikator tanda-tanda dehidrasi.
4.
Cek secara teratur kadar gula
darah.
R:
keadaan hiperglikemi dapat menyebabkan terjadinya diuresis osmotik.
5.
Observasi tanda-tanda vital.
R:
untuk mengetahui keadaan umum klien.
6.
Pantau tanda-tanda dehidrasi.
R:
Mencegah terjadinya derajat dehidrasi yang lebih berat.
2.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolism protein/lemak,
penurunan masukan oral.
Kriteria hasil: - Badan tidak lemas
- Pasien menunjukkan pola makan yang adekuat.
- Tercapai Berat badan ideal (BBI)
1.
Kolaborasi dengan ahli gizi.
R:
sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untu memenuhi
kebutuhan nutrisi pasien.
2.
Identifikasi makanan yang
disukai/dikehendaki (disesuaikan dengan jenis diet yang telah ditentukan).
R:
untuk membangkitkan selera makan pasien.
3.
Tentukan program diet dan pola
mkan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
R:
mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
4.
Lakukan timbang BB sesuai
indikasi.
R:
mengkaji pemasukan makan yang adekuat.
5.
Libatkan keluarga dalam
perencanaan makan sesuai indikasi.
R:
memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
3.
Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan kadar gula yang tinggi.
Kriteria hasil: - Tidak terdapat
tanda-tanda infeksi
-
Suhu tubuh normal
-
Kadar gula darah normal
-
Keadaan luka baik (bila ada
luka)
1.
Observasi tanda-tanda infeksi
dan peradangan, seperti demam, kemerahan, adanya pus pada luka, sputum
purulent, warna urin keruh.
R:
untuk membantu menentukan terapi atau tindakan selanjutnya.
2.
Tingkatkan upaya pencegahan dan
melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien,
termasuk pasiennya sendiri.
R:
mencegah timbulnya infeksi silang (infeksi nosokomial).
3.
Pertahankan teknik aseptik pada
prosedur invasif.
R:
kadar gula darah yang tinggi dalam darah menjadi media yang baik bagi
pertumbuhan kuman.
4.
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemeriksaan kultur dan sensitivitas sesuai indikasi.
R:
untuk mengidentifikasi organism sehingga dapat memilih/memberikan terapi
antibiotik yang sesuai.
5.
Kolaborsai dengan dokter untuk
pemberian antibiotik yang sesuai.
R:
penangan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
4.
Resiko cedera berhubungan
dengan penurunan sensasi taktil, penurunan ketajaman penglihatan dan
hipoglikemi.
Kriteria hasil: - Tidak terjadi cedera
-
Kadar gula darah normal
1.
Orientasikan setiap pasien baru
terhadap sekeliling dan tempatkan bel pada tempat yang mudah dijangkau oleh
pasien.
R:
agar pasien mengerti keadaan lingkungan disekelilingnya dan segera memanggil
perawat bila membutuhkan bantuan.
2.
Anjurkan untuk meminta bantuan
terutama pada malam hari da gunakan lampu malam.
R:
keadaan malam hari yang gelap meningkatkan resiko terjadinya cedera.
3.
Anjurkan pasien untuk tidak
menggunakan alat pemanas/penghangat pada pasien yang mengalami defisit sensori.
R:
mencegah terjadinya luka bakar.
5.
Ketidakpatuhan berhubungan
dengan kompleksitas perawatan diri dan rutinitas medis, penyakit yang kronis.
Kriteria hasil: -
Pasien ikut serta dalam perkembangan keberhasilan dan rencana
pengobatan.
-
Menunjukkan pengetahuan akan
penyakit dan pemahaman terhadap regimen pengobatan.
1.
Tentukan alasan tingkah laku /
masalah yang mengganggu pengobatan.
R:
beberapa faktor mungkin terlibat dalam tingkah laku yang menggangu regimen
pengobatan, misalnya ansietas, ketakutan.
2.
Tinjau ulang pengetahuan dan
pemahaman pasien atau orang terdekat mengenai kebutuhan pengobatan / medikasi
dan juga konsekuensi tindakan / pilihan.
R:
memastikan bahwa pasien / orang terdekat memiliki informasi yang akurat /
aktual untuk membuat pilihan-pilihan.
3.
Catat lama masa sakit /
prognosa.
R:
pasien cenderung menjadi pasif dan bergantung kepada penyakit jangka panjang
dan melelahkan.
4.
Kaji sistem pendukung yang
tersedia bagi pasien.
R:
membantu pasien dalam mencapai keberhasilan pengobatan.
5.
Kembangkan sistem pemantauan
diri, bagikan data yang berhubungan dengan kondisi pasien, misalnya hasil
laboratorium.
R:
memberikan control dan kemampuan pasien untuk mengikuti perkembangannya.
2.8.4 Implementasi
Implementasi yang dimaksud adalah
pengelolaan dan perwujudan dari rencana perawatan meliputi tindakan perawatan
yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan advis dokter dan ketentuan Rumah
Sakit.
2.8.5 Evaluasi
Perbandingan yang sistematis dari
rencana tindakan, masalah kesehatan dengantujuan yang telah ditetapkan
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar