BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
ASKEP HEPATITIS
2.1. Anatomi
Hati merupakan
organ terbesar tubuh, dapat dianggap sebagai sebuah pabrik kimia yang membuat,
menyimpan, mengubah dan mengekresikan sejumlah besar substansi yang terlibat
dalam metabolisme. Hati terletak di belakang tulang-tulang iga (kosta) dalam
rongga abdomen daerah kanan atas. Hati memiliki berat
sekitar 1500 gram dan dibagi menjadi empat lobus. Setiap lobus hati
terbungkus oleh lapisan tipis jaringan ikat yang membentang ke dalam lobus itu
sendiri dan membagi massa hati menjadi unit-unit yang lebih kecil yang disebut lobulus.
Sirkulasi darah
ke dalam dan ke luar hati sangat penting dalam penyelenggaraan fungsi hati.
Darah yang mengalir ke dalam hati berasal dari dua sumber. Kurang lebih 75% suplai darah dating dari vena porta yang mengalirkan
darah yang kaya akan nutrient dari traktus gastrointestinal. Bagian lain suplai
darah tersebut masuk ke dalam hati lewat arteri hepatica dan banyak mengandung
oksigen. Cabang-cabang terminalis kedua pembuluh darah ini bersatu untuk
membentuk capillary beds bersama yang merupakan
sinusoid hepatic. Dengan demikian, sel-sel hati (hepatosit) akan
terendam oleh campuran darah vena dan arterial. Sinusoid mengosongkan isinya ke
dalam venule yang berada pada bagian tengah
masing-masing lobulus hepatic dan dinamakan vena sentralis. Vena sentralis bersatu membentuk vena hepatica yang merupakan drainase vena dari hati
dan akan mengalirkan isinya ke dalam vena kava inferior
di dekat diafragma. Jadi, terdapat dua sumber yang mengalirkan darah masuk ke
dalam hati dan hanya terdapat satu lintasan keluarnya.
Di samping
hepatosit, sel-sel fagositik yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial juga
terdapat dalam hati. Organ lain yang mengandung
sel-sel retikuloenditelial adalah limfa, sumsum tulang,
nodus limfatikus (kelenjar limfe) dan paru-paru. Dalam hati, sel-sel ini
dinamakan sel Kupffer. Fungsi utama sel Kupffer adalah
memakan benda partikel (seperti bakteri) yang masuk ke dalam hati lewat
darah portal.
2.2. Konsep
Hepatitis
2.2.1. Pengertian
Hepatitis adalah
suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat
disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta
bahan-bahan kimia. ( Sujono Hadi, 1999 ).
Hepatitis virus
merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis
dan klinis biokimia serta seluler yang khas ( Smeltzer, 2001 ).
Hepatitis virus
merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya luas dalam tubuh, walaupun efek
yang terjadi pada hati. Ditemukan kategori virus yang menjadi agen penyebab,
yaitu virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C
(HCV), virus hepatitis D (HDV) dan virus hepatitis E (HEV). Bentuk hepatitis
yang paling dikenal adalah hepatitis A (HAV) dan hepatitis B (HBV). Kedua
istilah ini lebih disukai daripada istilah lama, yaitu hepatitis
infeksiosa dan hepatitis serum, sebab penyakit ini dapat ditularkan secara
parenteral dan non parental
2.2.2. Etiologi
2.2.2.1. Virus
(penyebab terbanyak)
|
Type A
|
Type B
|
Type C
|
Type D
|
Type E
|
Metode transmisi
|
Fekal-oral melalui
organ lain
|
Parenteral seksual, perinatal
|
Parenteral jarang seksual, orang ke orang, perinatal
|
Parenteral perinatal,
memerlukan koinfeksi dengan type B
|
Fekal oral
|
Keparahan
|
Tidak ikterik dan
asimptomatik
|
Parah
|
Menyebar luas, dapat
berkembang sampai kronis
|
Peningkatan insidens
kronis dan gagal hepar akut
|
Peningkatan insidens
kronis dan gagal hepar akut
|
Sumber virus
|
Darah, feces, saliva
|
Darah, saliva, semen,
sekresi vagina
|
Terutama melalui darah
|
Melalui darah
|
Darah, feces, saliva
|
Tabel.1 Clinical and epidemiologic features of viral
Features
|
HAV
|
HBV
|
HCV
|
HDV
|
HEV
|
|
Incubations (days)
|
15-45,
mean 30
|
30-180, mean 60-90
|
15-160,
mean 50
|
30-180, mean 60-90
|
14-60,
mean 40
|
|
Onset
|
Acute
|
Insidious or acute
|
Insidious
|
Insidious or acute
|
Acute
|
|
Age Preference
|
Children,
young adults
|
Young adults (sexual
and percutaneous), babies, toddlers
|
Any age, but more
common in adults
|
Any
age (similar to HBV)
|
Young
adults (20-40 years)
|
|
Transmission
|
||||||
Fecal oral
|
+++
|
-
|
-
|
-
|
+++
|
|
Percutaneous
|
Unusual
|
+++
|
+++
|
+++
|
-
|
|
Perinatal
|
-
|
+++
|
±
|
+
|
-
|
|
Sexual
|
±
|
++
|
±
|
++
|
-
|
|
Clinical
|
||||||
Severity
|
Mild
|
Occasionally severe
|
Moderate
|
Occosionally
severe
|
Mild
|
|
Fulminant
|
0.1%
|
0.1-1%
|
0.1%
|
5-20%
|
1-2%
|
|
Progression
chronicity
|
None
|
Occasional
(1-10%)(90% neonatus)
|
Common
(50-70% chronis hepatitis; 80-90% chronic infection)
|
Common
|
None
|
|
Carrier
|
None
|
0.1-30%
|
1.5-3.2%
|
Variable
|
None
|
|
Cancer
|
None
|
+ (neonatal
infection)
|
+
|
±
|
None
|
|
Prognosis
|
Excellent
|
Worse with age,
debility
|
Moderate
|
Acute,
good chronic, poor
|
Good
|
|
Prophylaxis
|
IG
Inactived vaccine
|
HBIG
Recombinant vaccine
|
None
|
HBV
Vaccine (none or HBV carries)
|
Unknown
|
|
Therapy
|
None
|
Interferon
Lamivudine
Adefovir
|
|
Interferon
±
|
None
|
|
2.2.2.2.
Bakteri
(Salmonella typi)
2.2.2.3. Obat-obatan
Menyebabkan toksik untuk hati,
sehingga sering disebut hepatitis toksik dan hepatitis akut
2.2.2.4.
Racun
(hepatoksik)
2.2.2.5.
Alkohol
Menyebabkan alcohol hepatitis dan
selanjutnya menjadi alcohol sirosis
2.2.3. Patofisologi
Setelah liver membuka sejumlah agen , seperti virus. Liver menjadi membesar dan mendesak dengan
meradangnya sel-sel hati , lymfosit-lymfosit, bertambahnya cairan , sehingga
dalam kuadran kanan atas terasa sakit dan tidak nyaman . Sebagai
kemajuan dan kelanjutan proses penyakit , pembelahan
sel-sel hati yang normal berubah menjadi peradangan yang meluas , nekrosis dan
regenerasi dari sel-sel hepar . meningkatnya penekanan dalam lintasan
sirkulasi disebabkan karena masuk dan bercampur dengan aliran darah kedalam
pembelahan jaringan-jaringan hepar ( sel-sel hepar ) . Oedema
dari saluran-saluran empedu hati yang terdapat pada jaringan intrahepatik
menyebabkan kekuningan.
Data spesifik pada patogenesis hepatitis A , hepatitis C
, hepatitis D , dan hepatitis E sangat terbatas . Tanda-tanda investigasi
mengingatkan pada manifestasi klinik dari peradangan akut HBV yang ditentukan
oleh respon imunologi dari klien . Komplex kekebalan – Kerusakan jaringan secara
tidak langsung memungkinkan untuk manifestasi extrahepatik dari hepatitis akut
B . Hepatitis B diyakini masuk kedalam sirkulasi
kekebalan tubuh tersimpan dalam dinding pembuluh darah dan aktif dalam sistem
pengisian. (Dusheiko,1990) .
Respon-respon klinik terdiri dari nyeri bercampur sakit yang terjadi
dimana-mana.
Phase atau tahap penyembuhan dari hepatitis adalah ditandai dengan aktifitas fagositosis
dan aktifitas enzym, perbaikan sel-sel hepar. Jika tidak sungguh-sungguh
komplikasi berkembang, sebagian besar penyembuhan fungsi hati klien secara
normal setelah hepatitis virus kalah. Regenerasi
lengkap biasanya terjadi dalam dua sampai tiga bulan.
2.2.4. Manifestasi
Klinis
2.2.4.1. Masa
tunas
Virus A :
15-45 hari (rata-rata 25 hari)
Virus B :
40-180 hari (rata-rata 75 hari)
Virus non A dan non B :
15-150 hari (rata-rata 50 hari)
2.2.4.2. Fase
Pre Ikterik
Keluhan
umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan infeksi virus berlangsung sekitar 2-7 hari. Nafsu makan menurun (pertama kali timbul),
nausea, vomitus, perut kanan atas (ulu hati) dirasakan sakit. Seluruh badan
pegal-pegal terutama di pinggang, bahu dan malaise, lekas capek terutama sore
hari, suhu badan meningkat sekitar 39oC berlangsung selama 2-5 hari,
pusing, nyeri persendian. Keluhan gatal-gatal mencolok pada hepatitis virus B.
2.2.4.3. Fase
Ikterik
Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan
suhu badan disertai dengan bradikardi. Ikterus pada kulit dan sklera yang terus
meningkat pada minggu I, kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-14
hari. Kadang-kadang disertai gatal-gatal pasa seluruh badan, rasa lesu dan
lekas capai dirasakan selama 1-2 minggu.
2.2.4.4. Fase
penyembuhan
Dimulai
saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa
sakit di ulu hati, disusul bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari
setelah timbulnya masa ikterik. Warna urine tampak normal, penderita mulai
merasa segar kembali, namun lemas dan lekas capai.
2.2.5. WOC
Lampiran
2.2.6. Pemeriksaan Diagnostik
2.2.6.1. Laboratorium
a. Pemeriksaan
pigmen
1) Urobilirubin
direk
2) Bilirubin
serum total
3) Bilirubin
urine
4) Urobilirubin
urine
5) Urobilirubin
feses
b. Pemeriksaan
protein
1) Protein
total serum
2) Albumin
serum
3) Globulin
serum
4) HbsAg
c. Waktu
protombin : respon waktu protrombin terhadap vitamin K
d. Pemeriksaan
serum transferase dan transaminase :
1) AST
( SGOT )
2) ALT
( SGPT )
3) LDH
4) Ammonia
serum
2.2.6.2. Radiologi
a. foto
rontgen abdomen
b. pemindahan
hati denagn preparat technetium, emas, atau rose bengal yang berlabel
radioaktif
c. kolestogram
dan kalangiogram
d. arteriografi
pembuluh darah seliaka
2.2.6.3. Pemeriksaan tambahan
a.
Laparaskopi
b. Biopsy hati
2.2.7. Komplikasi
Ensefalopati hepatic
terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh akumulasi amonia serta
metabolik toksik merupakan stadium lanjut ensefalopati hepatik. Kerusakan jaringan paremkin hati yang meluas akan menyebabkan
sirosis hepatis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik.
2.3. Konsep
Asuhan Keperawatan Hepatitis
2.3.1. Pengkajian
2.3.1.1. Keluhan
utama;
Ikterus,
febris
2.3.1.2. RPS
:
a. Pra
ikterik seperti sakit flu, sakit kepala, malaise, fatige, anoreksia, atralgia,
dyspepsia, febris
b. Ikterik,
:ikterus pada slera mata fdan ikterus, urine gelap ,nyeri tekan pada hati,ruam
2.3.1.3. RPD:
Pernah ada riwayat
tranfusi
2.3.1.4. RPK:
Penularan perinatal Ibu dengan hepatitis B
menularkan pada anaknya , keluarga ada yang terinfeksi hepatitis virus a dan
karier hepatitis B
2.3.1.5. Hygiene:
Hygiene perorangan yang buruk, sanitasi lingkungan
dan supali air bersih yang buruk
2.3.1.6. Pemeriksaan
Fisik:
B1: RR sedikit meningkat karena nyeri dan
peningkatan suhu
B2: Hiperbillirubinemia, nadi meningkat karena nyeri
B3: Nyeri kepala, temperature meningkat
B4: Urine kecoklatan seperti teh
B5: anoreksia, dyspepsia, mual, muntah, faeces pucat
B6: Atralgia, ruam, icterus, malaise
2.3.2. Diagnosa
dan Intervensi Keperawatan
2.3.2.1.Intoleran Aktivitas berhubungan dengan mengalami keterbatasan
aktivitas, penurunan kekuatan.
Tujuan :
menyatakan pemahaman situasi/factor risiko dan program pengobatan individu
Kriteria Hasil
: menunjukkan teknik/perilaku melakukan kembali aktivitasnya dan mampu
melakukan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi
:
Intervensi
|
Rasional
|
Berikan
lingkungan yang tenang
|
menyediakan
energi yang digunakan untuk penyembuhan
|
Ubah
posisi dengan sering
|
meningkatakn
fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk
menurunkan resiko kerusakan jaringan
|
Bantu
latihan gerak pasif/aktif
|
tirah
baring lama menurunkan kemampuan yang dapat mengganggu istirahat
|
Ajarkan
teknik relaksasi
|
meningkatkan
relaksasi dan meningkatkan koping
|
Kolaborasi
: berikan antidot atau bantu dalam prosedur sesuai indikasi, contoh lavase,
kataris, hiperventilasi) tergantung pada pemajanan
|
Membuang
agen penyebab pada hepatitis toksik dapat membatasi derajat kerusakan
jaringan
|
2.3.2.2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubung dengan
hipermetabolik, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan.
Kriteria
Hasil :menunjukkan
peningkatkan/ mempertahankan berat badan
Intervensi
:
Intervensi
|
Rasional
|
Beri
makan sedikit tapi sering dan tawarkan makan pagi paling besar
|
makan
banyak sulit mengatur bila pasien anoreksia, anoreksia paling buruk terjadi
selama siang hari dan akan membuat masukan makanan yang sulit pada sore hari
|
Berikan
perawatan mulut yang sering
|
menghilangkan
rasa tidak enak dapat meningkatkan nafsu makan
|
Anjurkan
makan pada posisi duduk tegak
|
menurunkan
rasa penuh pada abdomen dan meningkatkan masukan
|
Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan pasien
|
untuk
memenuhi kebutuhan diet klien
|
Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian antiemetik, vitamin dan antasida
|
menurunkan
mual, meningkatkan toleransi pada makanan, menurunkan iritasi/resiko perdarahan,
dan memperbaiki kekurangan dan membantu proses penyembuhan
|
2.3.2.3. Resiko volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kehilangan berlebihan melalui muntah dan diare, perpindahan cairan ke area
peritoneal, ganngguan proses pembekuan, dan hipertermi
Kriteria
Hasil : mempertahankan hidrasi adekuat
dibuktikan oleh tanda-tanda vital stabil, turgor kulit baik, nadi perifer kuat,
dan haluaran urine individu sesuai.
Intervensi
:
Intervensi
|
Rasional
|
Ukur
intake dan output setiap harinya
|
mengetahui
jumlah cairan dan memberikan informasi tentang penggantian efek terapi
|
Ukur
tanda-tanda vital, pengisian kapiler, turgor kulit, dan indicato mukosa
|
indicator
volume sirkulasi
|
Ukur
lingkar abdomen dan pembentukan edema sesuai indikasi
|
menurunkan
kemungkinan perdarahan ke dalam jaringan
|
Gunakan
lap katun/spon dalam pembersihan mulut dan sikat gigi
|
menghindari
trauma dan perdarahan gusi
|
Observasi
tanda perdarahan
|
kadar
protrombin menurun dan waktu koagulasi memanjang bila absorsi vitamin K
terganggu pada traktus GI dan sintesisprotrombin menurun karena mempengaruhi
hati
|
Kolaborasi
dengan dokter dan petugas laboratorium untuk pengambilan dan pemberian Hb/Ht, Na+ albumin,
dan waktu dalam pembekuan
|
menunjukkan
hidrasi dan mengidentifikasi retensi natrium/kadar protein yang dapat
menimbulkan pembentukan edema
|
Kolaborasi
dengan dokter dalam cairan IV dan pemberian elektrolit
|
memberikan
cairan dan penggantian elektrolit
|
2.3.2.4. Potensial komplikasi : infeksi berhubungan dengan pertahanan primer
tidak adekuat, malnutrisi, kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pada ndicato.
Kriteria Hasil
: menyatakan pemahaman penyebab penyakit/indicator resiko
Intervensi
:
Intervensi
|
Rasional
|
Lakukan teknik
isolasi untuk infeksi
|
mencegah transmisi
penyakit virus ke orang lain
|
Batasi pengunjung
|
potensial resiko
komplikasi sekunder
|
Jelaskan prosedur
isolasi pada pasien dan orang terdekat
|
pemahaman ndicat
untuk perlindungan diri mereka sendiri dan orang lain dapat mengurangi
perasaan isolasi dan stigma
|
Berikan informasi
mengenai vaksin hepatitis
|
efektif dalam
mencegah hepatitis virus pada orang terpajan
|
Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian obat antivirus, interferon, dan indicator
|
pengobatan hepatitis
akibat kronis, pengobatan hepatitis ndicator, dan mencegah/ membatasi infeksi
sekunder
|
2.3.2.5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu
dalam jaringan.
Kriteria
Hasil : menunjukkan perbaikan jaringan/kulit,
penurunan pruritus.
Intervensi
:
Intervensi
|
Rasional
|
Anjurkan mandi air
dingin, batasi sabun sewaktu mandi dan lotion
|
mencegah kulit kering
berlebihan
|
Anjurkan menggunakan
buku-buku jari untuk menggaruk bila tidak terkontrol
|
menurunkan potensial
cedera kulit
|
Hindari komentar
tentang penampilan pasien
|
meminimalkan ndica
psikolgis sehubungan dengan perubahan kulit
|
Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian terapi antihistamin dan antilipemik
|
menghilangkan gatal
dan mencegah absorpsi dan penggunaan pada usus
|
2.3.2.6. Gangguan perfusi jaringan b.d adanya perdarahan (hematemesis,melena)
Hasil yang diharapkan
:
a.
Tekanan darah sampai batas
normal (120/80 mmHg).
b.
Kapilary refill kembali dalam 2
detik.
c.
Nadi perifer teraba.
d.
Kulit hangat dan tidak pucat
e.
Hb 12 mg/dl
f.
Albumin 3 – 4
mg/dl
Intervensi:
Intervensi
|
Rasional
|
Kolaborasi dengan tim medis : Berikan plasma albumin
sesuai terapi
|
Penurunan albumin serum
mempengaruhi tekanan osmotic dan dapat terjadi perpindahan cairan maka perlu
ditambah/ diberikan cairan plasma yang ideal
|
Monitor hasil pemeriksaan
ureum dan kretinin serum
|
mengkaji berlanjutnya dan
penanganan disfungsi ginjal, meskipun kedua nilai meningkat. Kereatinin
adalah ndicator yang labih baik untuk fungsi ginjal karena tidak dipengaruhi
oleh hidrasi, diet dan katabolisme jaringan (Moore,1996)
|
Monitor hasil pemeriksaan
natrium kalium serum
|
hiponatremi dapat
diakibatkan dari kelebihan cairan (dilusi) atau ketidakmampuan ginjal untuk
menyimpan natrium. Hiponatremi menunjukkan deficit cairan tubuh total.
Kekurangan ekskresi ginjal dan tau retensi selektif kalium untuk
mengekskresikan kelebihan ion hydrogen (memperbaiki asidosis) menimbulkan
hiperkalemia (Lewis, 2000)
|
Berikan diuretic
(furosemid 1x 40mg intrvena (sesuai terapi)
|
Untuk melebarkan lumen
tubular dari debris, menurunkan hiperkalemia dan meningkatkan volume urin
adekuat
|
Berikan obat inotropik
positif (digoxin 1 x 25mg)
|
untuk mengatasi
kontraktilitas jantung yang tidak teratur dan meningkatkan TD
|
Monitor
dan catat tanda dan gejala perfusi jaringan sistemik yang berkurang, seperti
kulit pucat, suhu dingin, capillary refill lama
|
Adanya
pucat, dingin, kulit lembab dan capillary refill lama berkaitan dengan vasokonstriksi mencerminkan penurunan
curah jantung
|
Melakukan lavemen
|
Mengeluarkan sisa-sisa
metabolisme ( amoniak)
|
2.4. Konsep
Sirosis Hepatis
2.4.1. Pengertian
Sirosis
hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukkan
jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,
pembentukkan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi
arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi
tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Smeltzer dan
Bare, 2001).
2.4.2. Etiologi
2.4.2.1.Sirosis
portal Laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut
secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alcohol kronis.
2.4.2.2.Virus
hepatitis
2.4.2.3.
Sirosis pasca nekrotik, dimana
terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis
virus akut yang terjadi sebelumnya.
2.4.2.4.
Obstruksi vena hepatika
2.4.2.5.
Sirosis Bilier, dimana
pembentukkan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar saluran empendu.
Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
2.4.2.6.
Toxic dan obat-obatan
2.4.3. Patofisiologi
Meskipun ada beberapa factor yang
terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi minuman beralkohol
dianggap sebagai factor penyebab yang utama. Sirosis terjadi dengan
frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi
dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis,
namun asupan alcohol yang berlebihan merupakan factor penyebab yang utama pada
perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis
juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum minuman
keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi dengan konsumsi alcohol yang
tinggi.
Sebagian individu tampaknya lebih
rentan terhadap penyakit ini disbanding individu lain tanpa ditentukan apakah
individu tersebut memiliki kebiasaan meminum minuman keras ataukah menderita
malnutrisi. Factor lainnya dapat memainkan peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen,
terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiasis yang
menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak
daripada wanita, dan mayoritas berusia 40-60 tahun. (Brunner and Sundeen)
2.4.4. Tipe
Serosis Hepatis
2.4.4.1.Sirosis hati
kompensata
Pada penderita tidak
didapatkan gejala dan tanda yang nyata adanya sirosis hati
2.4.4.2.Sirosis hati
dekompensata
Pada penderita, gejala
dan data sirosis hati didapatkan secara nyata dan jelas
2.4.5. Derajat
Keparahan
Klasifikasi
|
Ringan
|
Sedang
|
Berat
|
Bilirubin (mg/dl)
Albumin (g/dl)
Asites
Ensefalopati
Nutrisi
|
<2
>3,5
-
-
Baik
|
2-3
3-3,5
Terkontrol
Stadium I/II
Sedang
|
>3
<3
Tidak dikontrol
Stadium III/IV
jelek
|
Total skor
|
5-7
|
8-10
|
11-15
|
2.4.6. Manifestasi
Klinis
Penyakit sirosis hepatis mempunyai gejala seperti:
2.4.6.1.ikterus dan febris
yang intermiten. Adanya pembesaran pada hati. Pada awal perjalanan
sirosis hepatis ini, hati cenderung membesar dan sel –
selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki
tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi
sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga
mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan
berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila
dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol – benjol (noduler).
2.4.6.2.
Obstruksi Portal dan Asites, semua darah dari organ – organ digestif praktis akan berkumpul
dalam vena portal dan dibawa ke hati yang sirosis tidak memungkinkan
pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah
tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan
konsekuensi bahwa organ – organ ini menjadi tempat kongestif pasif yang kronis;
dengan kata lain, kedua organ tersebut akan
dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik.
Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dyspepsia
kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur – angsur mengalami
penurunan. Cairan yang kaya protein dan
menumpuk di rongga peritoneal aken menyebabkan asites. Hal ini
ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang
cairan.
2.4.6.3.
Splenomegali juga terjadi. Jaring – jaring
telengiektasis atau dilatasi arteri superficial
menyebabkan jarring berwarna biru dan kemerahan, yang sering dapat dilihat
melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
2.4.6.4.
Varises gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat
perubahan fibrotic juga mengakibatkan pembentukkan pembuluh darah kolateral
system gastrointestinal dan pemintasan
(shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan
yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering
memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang
mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusa), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus
gastrointestinal. Esophagus, lambung dan rectum bagian bawah merupakan
daerah yang sering mengalami pembentukkan pembuluh darah kolateral. Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan
tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami
rupture dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup
observasi untuk mengetahui perdarahan yang
nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal.
2.4.6.5.
Edema gejala lanjut lainnya pada sirosis
hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi
albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema.
Produksi aldosteron ynag berlebihan akan menyebabkan retensiatrium serta air
dan ekskresi kalium.
2.4.6.6.
Akibat sirosis
hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu kegagalan fungsi hati
dan hipertensi portal
Gejala/tanda kegagalan fungsi hati
|
Gejala/tanda hipertensi
portal
|
·
Ikterus
·
Spider naevi
·
Ginekomastia
·
Hipoalbumin dan malnutrisi
kalori protein
·
Bulu ketiak rontok
·
Ascites
·
Eritema palmaris
·
White naila
|
·
Varises esofagus/ cardia
·
Splenomegali
·
Pelebaran vena kolateral
·
Ascites
·
Hemoroiid
·
Caput medusa
|
2.4.7. Komplikasi
2.4.7.1.Hematemesis/
melena, oleh karena varises (esofagus/cardia) yang pecah
a. Hipertensi portal
adalah peningkatan vena portal melebihi normal ( 7 mmHg)
b. Hipertensi portal tidak hanya disebabkan sirosis hepatis
c. Secara klinis tekana vena portal diatas 12 mmHg akan memberi gejala
klinis yang nyata yang disebut sebagai clinically significant portal
hypertension (CSPH)
d. Akibat CSPH yang paling nyata adalah terbentuknya kolateral dan varises
esofagus, gaster
e. Pecahnya varises esofagus sangat berkolerasi dengan ukuran varises
dan tingginya tekanan vena portal yang melebihi 12 mmHg
a. Pemeriksaan fisik
a. Deteksi dengan pemeriksaan fisisk hanya mungkin bila cairan ascites
lebih dari 1,5-2 liter
b. Terdapat tanda shifting dulness, undulasi dan caput medusa
c. Pada ascites minimal dapat diperiksa dengan dengan cara pudle sign
b. USG
Dapat mendeteksi adanya cairan ascites dalam jumlah
diatas 50 ml
c. CT Scan/ MRI atas indikasi tertentu
d. Pemeriksaan cairan ascites
Memastikan diagnosis , perlu dibedakan apakah cairan tersebut
eksudat atau transudat. Cairan serosis hepatis biasanya transudat
Penatalaksanaan
1. Konservatif
a. Istirahat dan bila perlu istirahat total
b. Diit, rendah garam dan batasi asupan cairan
c. Ukur uri 24 jam
d. Evaluasi kadar elektrolit darah/urin
e. Evaluasi cairan a scites
f.
Spironolaktone 100-200 mg/ hari
g. Setelah 4 hari perlu diberikan furosemid jika jumlah urin memadai
h. Stop diuretika bila ada gejala precoma, hipokalemi, azotemia,
alkalosis
i.
Bila ascites bermagna, lakukan
parasintesis
j.
Secara rutin evaluasi berat
badan
k. Diuretika dosis dapat dinaikan sesui kondisi klien
2. Terapi parasintesis abdominal ascites
a. Seleksi pasien
·
Ascites tense atau bermagna
·
Didapatkan edema tungkai
·
Child B
·
Protrombine >40 %
·
Bilirubin serum <10 mg/dl
·
Trombosit > 40.000/mm3
·
Kreatinin serum <3 mg/dl
b. Rutin
·
Jumlah cairan 5-10 liter
·
Infus albumin 6-8 gr/ liter
cairan diambil
c. Ascites refrakter
Adalah ascites yang gagal dengan pengobatan konservatif
atau tidak dapat dicegah timbul kembali meskipun dengan obat-obatan yang
maksimal
Penatalaksanaan ascites refrekter
a. Parasintesis berulang
b. Transjugular intrahepatic protosystemic shunt (TIPS)
c. Peritoneo venous shunt
d. Transplantasi hati
2.4.7.2.Enselopati
hepatic
2.4.7.3.Sindroma
hepatorenal
Merupakan gangguan fungsi ginjal sekunder
pada penderita hati tingkat berat baik akut maupun kronik
Kriteria mayor
a. Penyekit hati akut atau kronik dengan kegagalan tingkat lanjut dan
hipertensi portal
b. Kreatinin serum >1,5 mg/dl atau klirens kreatinin <40 ml/
menit
c. Tidak ada perbaikan fungsi ginjal (penurunan serum kreatinin <1,5
mg/dl atau peningkatan klirens kreatinin > 40 ml/ menit) sesudah pemberian
cairan isotonis salin 1,5 L
d. Protein urin <500 mg/dl tanpa onstruksi atau penyakit ginjal pada
pemeriksaan USG
Kriteria minor
a. Volume urin < 500 ml/hari
b. Natrium urin < 10 meq/L
c. Osmolaritas urine > osmolaritas plasma
d. Eritrosit urin < 50 L
e. Na serum < 150 meq/ L
Klasifikasi
a.
Sindrom hepato renal tipe 1
1. Progresif
2. Peningkatan serum kreatinin 2x atau penurunan klirens 50% dari nilai
awal
3. Prognosis jelek, sekitar 80% meninggal dalam 2 minggu dan 10 % yang
bertahan lebih dari 3 bulan. Penyebab kematian: gangguan sirkulasi, gagal hati,
gagal ginjal dan ensefalopati hepatik
b.
Sindrom hepato renal tipe 2
1. Merupakan bentuk kronik dari sindrom hepato renal
2. Sindrom hepato renal tipe 2 dapat berkembang menjadi SHR tipe 1
3. Sekitar 50 % meninggal dalam 5 bulan dan 80% dalam setahun
Tatalaksana
a. Umum
1. Diit tinggi kalori rendah protein
2. Koreksi keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa
3. PBS harus segera diobati dengan adekuat
4. Hindari terjadinya ensefalopati hepatik
b. Medika mentosa
1. Vasodilator, dopamin
2. Vasokonstriksi
3. Octreotide
4. terlipressin
c. infasif
1. transplantasi hati
2. TIPS
2.4.7.4.Peritonitis
bacterial spontan
a. Peritonitis bakterial spontan adalah infeksi cairan ascites yang
terjadi spontan pada penderita serosis hepatis
b. Umumnya terjadi pada penderit serosis hepatis dekompensata
c. Organisme penyebab umumnya bekteri intestinal dan lebih dar 90%
kasus monomikrobial dan gram negatif
d. Kadar albumin ascites biasanya <1 gr/dl
e. Sering tanpa tanda gejala klinis infeksi dan kadar leukosit darah
normal
Penatalaksanaan
a. Setiap penderita erosis hepatis dengan ascites sekompensata atau
ensefalopati hepatik harus diperhatikan kemungkinan adanya peritonitis
bakterial spontan
b. Secara rutin perlu diperiksa cairan ascites pada penderita rawat
inap
c. Mulai pemberian antibiotik empiris bila ternyata kadar PMN cairan
ascites > 250 sel/ mm3
d. Pilihan antibiotik
1. Sefotaksim (2x2 g/hari) selama 5 hari/ evaluasi cairan ascites
berulang. Pengobatan s elanjutnya dapat berdasarkan hasil kutur dan tes
kepekaan antibiotik cairan a scites, namun perhatikan farmakodinamik obat dan
cairan ascites
2. Seftriaxon
3. Kombinasi amoksisilin-asam klavulamat
4. Siprofloksasin
Prifilaksis
a. Setiap penderita pasca peritonitis bakterial spontan seharusnya
mendapat pengobatan profilaksis untuk mencegah terjadinya ulangan
b. Obat pilihan
-norfloksasin 400 mg/hari dalam jangka panjang
-siprofloksasin 750 mg/1x/minggu
-kotrimoksasol 2x 2/5 hari/minggu
c.
Pada penderita serosis hepatis denga ascites dan kadar albumin ascites
> 1 g/dl, terapi profilaksis mungkin tidak perlu diberikan, terkecuali ada
faktor resiko yang eningkat untuk terjadinya PBS
2.4.8.
Pemeriksaan
Diagnostik
2.4.8.1.Diagnosa
pasti serosis hepatis dibuat atas dasar pemeriksaan biopsi hati
2.4.8.2.Pada kondisi
dekompensata, maka biopsi hati tidak mutlak perlu dilakukan
2.4.8.3.Diagnosis
serosis hepatis dibuat dengan melakukan berbagai pemerikaan klinis dengan
tujuan mendapatkan gejala dan tanda kegagalan fungsi hati dcan hipertensi
portal sebanyak mungkin
Pemeriksaan
klinis dalam menentukan diagnosis serosis hepatis
Pemeriksaan
|
Hasil yang mungkin
didapat
|
Riwayat penyakit/
anamnesa
|
·
Lesu dan
berat badan turun
·
Anoreksia-
dispepsia
·
Nyeri
perut, sebah
·
Ikterus (
BAK coklat dan mata kekuningan)
·
Perdarahan
gusi
·
Perut
membuncit
·
Libido
menurun
·
Konsumsi
alkohol
·
Riwayat
kesehatan yang lalu ( sakit kuning)
·
Riwayat
muntah darah dan feses kehitaman
|
Pemeriksaan fisik
|
·
Keadaan
umum dan nutrisi
·
Tanda gagal
fungsi hati
·
Tanda
hipertensi portal
|
Pemeriksaan
laboratorium
a.
Darah tepi/
hematologi
b.
Kimia darah
c.
Serologi
|
a. anemia, leukopenia, trombositopenia
b. bilirubin, transaminase, alkaline fosfatase,
albumin-globulin, elektroforesis, protein serum, elektrolit (K,Na,) bila ada
ascites
c. HbsAg dan anti HCV
|
Endoskopi saluran cerna
bagian atas
|
Varises, gastropati
|
USG/ CT Scan
|
·
Ukuran hati
·
Kondisi
vena porta
·
Splenomegali
·
Ascites
|
Biopsi hati
|
Bila koagulasi
memungkinkan dan diagnosi masih belum pasti
|
2.4.9. Pemeriksaan
Penunjang
2.4.9.1.Pada darah
dijumpai Hb rendah, anemia nomokrom
normositer, hipokrom mikrositer/ hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat
hipersplemisme dengan leucopenia dan trombositopenia, kolesterol darah yang
selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.
2.4.9.2.
Kenaikan kadar enzim
transaminase- SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat
ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul
dalam serum akibat kebocoran sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin,
transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada serosis inaktif.
2.4.9.3.
Albumin akan merendah
karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin yang naik merupakan
cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.
2.4.9.4.
Pemeriksaan CHE
(kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati
turun, tapi bila CHE normal/tambah turun akan menunjukkan
prognosis yang jelek.
2.4.9.5.
Kadar elektrolit penting
dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet, bila
ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menujukkan kemungkinan telah terjadi
sindrom hepatorenal.
2.4.9.6.
Pemanjangan masa
protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati.
Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises
esophagus, gusi maupun epitaksis.
2.4.9.7.
Peninggian kadar gula
darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila
terus meninggi prognosis jelek.
2.4.9.8.
Pemeriksaan marker
serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/HbcAb, HBV DNA, HCV RNA, untuk
menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa
Feto Protein) pentingdalam menentukan apakah telah terjadi tarnspormasi kearah
keganasan.
2.4.10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada sirosis
hepatis biasanya didasarkan pada gejala yang ada :
2.4.10.1.
Serosis
hepatis kompensata
Dengan kemajuan pengobatan maka
serosis hepatis kompensata khusus akibat virus heptaitis
B dan C dapat diberikan pengobatan kausatif yaitu obat anti virus baik
interveron alfa ( terutama pegilasi-interferon alfa) maupun nukleosida analog.
Secara umum tidak diperlukan diit/terapi khusus pada penderita serosis hepatis
kompensata. Penderita harus menghindari konsumsi
alkohol. Pemberian obat-obatan antifibrosis dan hepatoprotector atau
obat komplementer saat ini memberikan hasil yang kontroversial. Hindari
obat-obatan yang heptotoksis
2.4.10.2.
Serosis
hepatis dekompensata
Kondisi ini merupakan tantangan
yang s erius oleh karena angka kematiannya yang masih tinggi. Pengobatan/ tata
laksana serosis hepatis dekompensata didasarkan atas tanda/gejala yang menonjol
dan komplikasi yang dialami penderita. Seharusnya semua penderita serosis
hepatis dekompensata adalah calon daftar tunggu untuk menerima transplantasi hati.
2.4.10.3.
Antacid diberikan
untuk mengurangi distress lambung dan memungkinkan perdarahan gastrointestinal
2.4.10.4.
Vitamin dan suplemen
nutrisi akan memperbaiki sel-sel hati yang rusak dan status
gizi pasien
2.4.10.5.
Pemberian preparat
diuretic digunakan untuk mempertahankan kalium
(spironolakton) diperlukan jika terdapat tanda dan gejala asites dan meminimalkan
perubahan cairan serta elektrolit yang umum terjadi pada penggunaan jenis
diuretic lainnya.
2.4.10.6.
Memberikan asupan
protein dan kalori yang adekuat untuk menghindari penggunaan alcohol
selanjutnya
2.5. Konsep
Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatis
2.5.1. Pengkajian
2.5.1.1.Riwayat
kesehatan sekarang
Nyeri perut akibat pembesaran hati,perut membesar
karena pembesaran hepar dan terjadinya asites,perubahan pola nafas, kelelahan,
kemudian terjadi hematemesis dan melena dan selanjutnya terjadi koma hepatikum
2.5.1.2. Riwayat
kesehatan sebelumnya
Pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang
berhuungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit sirosis hepatis.
Apakah pernah sebagai pengguna alcohol dalam jangka waktu lama disamping asupan
makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani pasien.
2.5.1.3. Riwayat
kesehatan keluarga
Adanya penyakit – penyakit yang
dalam keluarga sehingga membawa dampak berat pada keadaan atau yang menyebabkan
sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi, ginjal yang ada dalam
keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada gejala – gejala yang memang bawaan
dari keluarga pasien.
2.5.1.4. Riwayat
tumbuh kembang
Kelainan – kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan
pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit seperti ada
riwayat pernah iktxerik saat lahir yang lama, atau lahir premature, kelengkapan
imunisasi.
2.5.1.5.
Riwayat social ekonomi
Apaka pasien suka berkumpul dengan orang – orang sekitar yang pernah
mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang – orang yang dampaknya
mempengaruhi perilaku pasien yaitu peminum alcohol, karena keadaan lingkungan
sekitar yang tidak sehat.
2.5.1.6. Riwayat
psikologi
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini
apakah pasien dapat menerima adanya tekanan psikologis berhubungan dengan
sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian,karena pada pasien dengan
sirosis hepatis dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian,
emosi labil, menarik diri dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat
perasaan pasien akan sakitnya. Dapat jua terjadi gangguan body image akibat
edema, gangguan integument dan terpasangnya alat – alat invasive (seperti
infuse,kateter). Terjadinya perubahan gaya hidup, perubahan peran dan tanggung
jawab keluarga dan perubahan status financial (Lewis & Dirksen, 2000)
2.5.1.7. Pemeriksaan Fisik
Review
of system
a.
B1 (Breath) : dispnea, takipnea, pernapasan dangkal,
bunyi napas tambahan(ronki), hipoksia, ekspansi paru terbatas.effusi pleura,
odem paru
b.
B2 (Blood) : Bradikardi, ikterik pada skelera, kulit,
membrane mukosa, disrimia, bunyi jantung ekstra (S3, S4), CRT >3 dtk. anemia
c.
B3 (Brain) : penurunan mental,peka rangsang,
binggung, halusinasi, bicara tidak
jelas, cenderung tidur, letargi, dan koma.
d.
B4 (Bladder) : urine gelap,pekat
e.
B5 (Bowel) : Flatus, diare/konstipasi, shifting
dullness, distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan
bising, feses warna tanah liat, melena, hematemesis
f.
B6 (Bone) : Kelemahan, kelelahan, malaise, letargi,
penurunan massa otot/tonus. Hipertermi.Ikterik
2.5.2. Diagnosa
dan Intervensi Keperawatan
2.5.2.1. Intoleran Aktivitas berhubungan dengan mengalami keterbatasan
aktivitas, penurunan kekuatan.
Tujuan : peningkatan
energy dan partisipasi dalam aktivitas
Kriteria Hasil :
melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan pasien, merencanakan aktivitas
untuk memebrikan kesempatan istirahat yang cukup
Intervensi :
Intervensi
|
Rasional
|
Tawarkan diet TKTP
|
Memberikan kalori
bagi tenaga dan protein untuk proses penyembuhan
|
Berikan suplemen
vitamin ( A, B kompleks, C dan K )
|
Memeberikan nutrisi
tambahan
|
Motivasi klien untuk
melakukan latihan yang diselingi istirahat
|
Menghemat tenaga
klien sambil mendorong klien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi
klien
|
Motivasi dan bantu
klien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara
bertahap
|
Memperbaiki perasaan
sehat secara umum dan percaya diri
|
2.5.2.2. Perubahan suhu tubuh : hipertermia berhubungan dengan proses
inflamasi pada sirosis
Tujuan : pemeliharaan
suhu tubuh yang normal
Kriteria Hasil :
melaporkan suhu tubuh yang normal dan tidak terdapatnya gejala menggigil atau
perspitasi, memperlihatkan asupan cairan yang adekuat
Intervensi :
Intervensi
|
Rasional
|
Catat suhu tubuh
secara teratur
|
Memberikan dasar
untuk deteksi hati dan evaluasi intervensi
|
Motivasi asupan
cairan
|
Memperbaiki
kehilangan cairan akibat perspirasi serta febris dan meningkatkan tingkat
kenyamanan pasien
|
Lakukan kompres
dingin atau kantong es untuk menurunkan kenaikan suhu tubuh
|
Menurunkan panas
melalui proses konduksi serta evaporasi dan meningkatkan tingkat kenyamanan
pasien
|
Berikan antibiotic
seperti yang diresepkan
|
Meningkatkan
konsentrasi antibiotic serum yang tepat untuk mengatasi infeksi
|
Hindari kontak dengan
infeksi
|
Meminimalkan resiko
peningkatan infeksi, suhu tubuh serta laju metabolic
|
Jaga agar pasien
dapat beristirahat sementara suhu tubuhnya tinggi
|
Mengurangi laju
metabolic
|
2.5.2.3. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan pembentukan edema,
ikterus dan ststus imunologi yang terganggu
Tujuan :
memperbaiki integritas kulit, proteksi jaringan yang mengalami edema dan
meminimalkan iritasi kulit
Kriteria Hasil :
a.
Memperlihatkan turgor
kulit yang normal pada ekstremitas dan batang tubuh
b.
Tidak memperlihatkan
luka pada kulit
c.
Memperlihatkan jaringan
yang normal tanpa gejala eritema, perubahan warna atau peningkatan suhu di
daerah tonjolan tulang
d.
Mengubah posisi dengan
sering
e.
Melaporkan tidak adanya
priritus
f.
Menggunakan emolien dan
menghindari pemakaian sabun dalam menjaga hygiene sehari-hari
Intervensi :
Intervensi
|
Rasional
|
|
Batasi natrium
|
Meminimalkan
pembuatan edema
|
|
Berikan perhatian dan
perawatan yang cermat pada kulit
|
Jaringan dan kulit
yang edematous mengganggu suplai nutrient dan sangat rentan terhadap tekanan
serta trauma
|
|
Balik dan ubah posisi
pasien dengan sering
|
Meminimalkan tekanan
yang lama dan meningkatkan mobilitas edema
|
|
Timbang berat badan
dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari
|
Memungkinkan
perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya retensi serta
kehilangan cairan dengan cara yang lebih paling baik
|
|
Lakukan latihan gerak
secara pasif, tinggikan ekstremitas yang edematous
|
Meningkatkan
mobilisasi edema
|
|
Letakkan bantalan
busa yang kecil di bawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya
|
Melindungi tonjolan
tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan benar
|
|
Observasi dan catat
derajat ikterus pada kulit dan sclera
|
Memberikan dasar
untuk deteksi perubahan dan evaluasi intervensi
|
|
Lakukan perawatan
yang sering pada kulit, mandi tanpa menggunakan sabun dan melakukan masase
dengan lotion pelembut
|
Mencegah kekeringan
kulit dan meminimalkan pruritus
|
|
Jaga agar kuku pasien
selalu pendek
|
Mencegah ekskoriasi
kulit akibat garukan
|
|
2.5.2.4. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal
Tujuan : perbaikan
status nutrisi
Kriteria Hasil :
a.
Memerlihatkan asupan
makanan yang tinggi kalori tinggi protein dengan jumlah memadai
b.
Mengenali makanan dan
minuman yang bergizi dan diperbolehkan dalam diet
c.
Bertambah berat tanpa
memperlihatkan penambahan edema dan pembentukan asites
d.
Mengenali dasar
pemikiran mengapa pasien harus makan sedikit-sedikit tapi sering
e.
Melaporkan peningkatan
selera makan dan rasa sehat
f.
Menyisihkan alcohol
dari dalam diet
g.
Turut serta dalam upaya
memelihara hygiene oral sebelum makan dan menghadapi mual
h.
Menggunakan obat untuk
kelainan gastrointestinal seperti yang diresepkan
i.
Melaporkan fungsi
gastrointestinal yang normal dengan defekasi yang teratur
j.
Mengenali gejala
gangguan fungsi gastrointestinal yang dapat dilaporkan melena, pendarahan yang
nyata
Intervensi :
Intervensi
|
Rasional
|
|
Motivasi pasien untuk
makan makanan dan suplemen makanan
|
Motivasi sangat
penting bagi penderita anoreksia dengan gangguan gastrointestinal
|
|
Tawarkan makan
makanan dengan porsi sedikit tapi sering
|
Makanan dengan porsi
kecil dan sering lebih ditolerir oleh penderita anoreksia
|
|
Hidangkan makanan
yang menimbulkan selera dan menarik dalam penyajiannya
|
Meningkatkan selera
makan
|
|
Pantang alcohol
|
Menghilangkan makanan
dengan “kalori kosong” dan menghindari iritasi lambung oleh alcohol
|
|
Pelihara hygiene oral
sebelum makan
|
Mengurangi citarasa
yang tidak enak dan merangsang selera makan
|
|
Pasang ice collar
untuk mengatasi mual
|
Dapat mengurangi
frekuensi mual
|
|
Berikan obat yang
diresepkan untuk mengatasi mual, muntah, diare atau konstipasi
|
Mengurangi gejala
gastrointestinal dan perasaan tidak enak pada perut yang mengurangi selera
makan dan keinginan terhadap makanan
|
|
Motivasi peningkatan
asupan cairan dan latihan jika pasien melaporkan konstipasi
|
Meningkatkan pola
defekasi yang normal dan mengurangi rasa tidak enak serta distensi pada
abdomen
|
|
Amati gejala yang
membuktikan adanya perdarahan gastrointestinal
|
Mendeteksi komplikasi
gastrointestinal yang serius
|
|
2.5.2.5. Resiko cidera berhubungan dengan hipertensi portal, perubahan
mekanisme pembekuan dan gangguan dalam proses detoksifikasi obat
Tujuan :
mengurangi resiko cidera
Kriteria Hasil :
a.
Tidak memperlihatkan
adanya perdarahan yang nyata dari traktus gastrointestinal
b.
Tidak memperlihatkan
adanya kegelisahan, rasa penuh pada epigastrium dan indicator lain yang
menunjukkan hemoragi seperti syok
c.
Memperlihatkan hasil
pemeriksaan yang negative untuk perdarahan tersembunyi gastrointestinal
Intervensi :
Intervensi
|
Rasional
|
|
Amati setiap feses
yang diekresi untuk memeriksa warna, konsistensi dan jumlahnya
|
Memungkinkan deteksi
perdarahan dalam tractus gastrointestinal
|
|
Waspada gejala
ansietas, rasa penuh pada epigastrium, kelemahan dan kegelisahan
|
Dapat menunjukkan
tanda-tanda perdarahan dini dan syok
|
|
Priksa setiap feses
dan muntahan untuk mendeteksi darah yang tersembunyi
|
Mendeteksi tanda dini
yang membuktikan adnya perdarahan
|
|
Amati manifestasi
hemoragi : ekimosis, epistaksis, petekie dan perdarahan gusi
|
Menunjukkan adanya
perubahan pada mekanisme pembekuan darah
|
|
2.5.2.6. Nyeri dan gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hati yang membesar
serta nyeri tekan dan asites
Tujuan :
peningkatan rasa nyaman
Kriteria Hasil :
a.
Mempertahankan tirah
baring dan mengurangi nyeri saat aktivitas
b.
Menggunakan anti
spasmodic dan sedative sesuai indikasi dan resep yang diberikan
c.
Melaporkan rasa nyeri
dan gangguan rasa nyaman pada abdomen
Intervensi :
Intervensi
|
Rasional
|
|
Pertahankan tirah
baring saat pasien mengalami gangguan rasa nyaman pada abdomen
|
Mengurangi kebutuhan
metabolic dan melindungi hati
|
|
Berikan anti
spasmodic dan sedative seperti yang diresepkan
|
Mengurangi
iritabilitas traktus gastrointestinal dan nyeri serta gangguan rasa nyaman
pada abdomen
|
|
Amati, catat dan
laporkan keberadaan serta sifat rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman
|
untuk mendeteksi
lebih lanjut keadaan pasien
|
|
Kurangi asupan
natrium dan cairan jika diinstruksikan
|
Meminimalkan
pembentukan asites lebih lanjut
|
|
2.5.2.7. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan pembentukan
edema
Tujuan :
pemulihan kepada volume cairan yang normal
Kriteria Hasil :
a.
Mengikuti diet rendah
natrium dan pembatasan cairan seperti yang diinstruksikan
b.
Menggunakan diuretic,
suplemen dan protein sesuai indikasi tanpa mengalami efek samping
c.
Memperlihatkan
peningkatan haluaran eksresi urine
d.
Memperlihatkan
pengecilan lingkar perut
Intervensi :
Intervensi
|
Rasional
|
|
Batasi asupan natrium
dan cairan jika diinstruksikan
|
Meminimalkan
pembentukan asites dan edema
|
|
Berikan diuretic
suplemen dan protein sesuai indikasi tanpa mengalami efek samping
|
Meningkatkan eksresi
cairan lewat ginjal dan mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit
yang normal
|
|
Catat asupan dan
haluaran eksresi cairan
|
Menilai
keefektifitasan terapi dan kecukupan asupan cairan
|
|
Ukur dan catat
lingkar perut setiap hari
|
Membantu perubahan
pada pembentukan asites dan penumpukan cairan
|
|
2.5.2.8. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan asites dan retriksi
pengembangan thoraks akibat asites, distensi abdomen serta adanya cairan dalam
rongga thoraks
Tujuan :
perbaikan status pernafasan
Kriteria Hasil :
a.
Mengalami perbaiakan
pada status pernafasan
b.
Melaporkan pengurangan
gejala sesak nafas
c.
Memperlihatkan
frekuensi respirasi yang normal (16-20 x/mnt) tanpa terdengar suara nafas
tambahan
d.
Memperlihatkan ekspansi
paru yang normal
e.
Memperlihatkan GDA
normal tidak mengalami gejala konfusi atau sianosis
Intervensi :
Intervensi
|
Rasional
|
|
Tinggikan bagian
kepala tempat tidur
|
Mengurangi tekanan
abdomen pada diafragma dan memungkinkan pengembangan thorak dan ekspansi paru
yang maksimal
|
|
Ubah posisi senyaman
pasien
|
Meningkatkan ekspansi
paru
|
|
Bantu pasien dalam
menjalankan parasentesis atau torakosintesis
|
Parasintesis dan
torakosintesis merupakan tindakan yang menakutkan bagi pasien
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar