Kamis, 04 Juli 2013

ASKEP HEPATITIS



BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
 ASKEP HEPATITIS

2.1.  Anatomi
Hati merupakan organ terbesar tubuh, dapat dianggap sebagai sebuah pabrik kimia yang membuat, menyimpan, mengubah dan mengekresikan sejumlah besar substansi yang terlibat dalam metabolisme. Hati terletak di belakang tulang-tulang iga (kosta) dalam rongga abdomen daerah kanan atas. Hati memiliki berat sekitar 1500 gram dan dibagi menjadi empat lobus. Setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis jaringan ikat yang membentang ke dalam lobus itu sendiri dan membagi massa hati menjadi unit-unit yang lebih kecil yang disebut lobulus.
Sirkulasi darah ke dalam dan ke luar hati sangat penting dalam penyelenggaraan fungsi hati. Darah yang mengalir ke dalam hati berasal dari dua sumber. Kurang lebih 75% suplai darah dating dari vena porta yang mengalirkan darah yang kaya akan nutrient dari traktus gastrointestinal. Bagian lain suplai darah tersebut masuk ke dalam hati lewat arteri hepatica dan banyak mengandung oksigen. Cabang-cabang terminalis kedua pembuluh darah ini bersatu untuk membentuk capillary beds bersama yang merupakan sinusoid hepatic. Dengan demikian, sel-sel hati (hepatosit) akan terendam oleh campuran darah vena dan arterial. Sinusoid mengosongkan isinya ke dalam venule yang berada pada bagian tengah masing-masing lobulus hepatic dan dinamakan vena sentralis. Vena sentralis bersatu membentuk vena hepatica yang merupakan drainase vena dari hati dan akan mengalirkan isinya ke dalam vena kava inferior di dekat diafragma. Jadi, terdapat dua sumber yang mengalirkan darah masuk ke dalam hati dan hanya terdapat satu lintasan keluarnya.
Di samping hepatosit, sel-sel fagositik yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial juga terdapat dalam hati. Organ lain yang mengandung sel-sel retikuloenditelial adalah limfa, sumsum tulang, nodus limfatikus (kelenjar limfe) dan paru-paru. Dalam hati, sel-sel ini dinamakan sel Kupffer. Fungsi utama sel Kupffer adalah memakan benda partikel (seperti bakteri) yang masuk ke dalam hati lewat darah portal.



2.2.  Konsep Hepatitis
2.2.1. Pengertian
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia. ( Sujono Hadi, 1999 ).
Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis biokimia serta seluler yang khas ( Smeltzer, 2001 ).
Hepatitis virus merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya luas dalam tubuh, walaupun efek yang terjadi pada hati. Ditemukan kategori virus yang menjadi agen penyebab, yaitu virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV) dan virus hepatitis E (HEV). Bentuk hepatitis yang paling dikenal adalah hepatitis A (HAV) dan hepatitis B (HBV). Kedua istilah ini lebih disukai daripada istilah lama, yaitu hepatitis infeksiosa dan hepatitis serum, sebab penyakit ini dapat ditularkan secara parenteral dan non parental

2.2.2. Etiologi
2.2.2.1.     Virus (penyebab terbanyak)

Type A
Type B
Type C
Type D
Type E
Metode transmisi
Fekal-oral melalui organ lain
Parenteral seksual, perinatal
Parenteral  jarang seksual, orang ke orang, perinatal
Parenteral perinatal, memerlukan koinfeksi dengan type B
Fekal oral
Keparahan
Tidak ikterik dan asimptomatik
Parah
Menyebar luas, dapat berkembang sampai kronis
Peningkatan insidens kronis dan gagal hepar akut
Peningkatan insidens kronis dan gagal hepar akut
Sumber virus
Darah, feces, saliva
Darah, saliva, semen, sekresi vagina
Terutama melalui darah
Melalui darah
Darah, feces, saliva

Tabel.1 Clinical and epidemiologic features of viral
Features
HAV
HBV
HCV
HDV
HEV
Incubations (days)
15-45, mean 30
30-180, mean 60-90
15-160, mean 50
30-180, mean 60-90
14-60, mean 40
Onset
Acute
Insidious or acute
Insidious
Insidious or acute
Acute
Age Preference
Children, young adults
Young adults (sexual and percutaneous), babies, toddlers
Any age, but more common in adults
Any age (similar to HBV)
Young adults (20-40 years)
Transmission
Fecal oral
+++
-
-
-
+++
Percutaneous
Unusual
+++
+++
+++
-
Perinatal
-
+++
±
+
-
Sexual
±
++
±
++
-
Clinical
Severity
Mild
Occasionally severe
Moderate
Occosionally severe
Mild
Fulminant
0.1%
0.1-1%
0.1%
5-20%
1-2%
Progression chronicity
None
Occasional (1-10%)(90% neonatus)
Common (50-70% chronis hepatitis; 80-90% chronic infection)
Common
None
Carrier
None
0.1-30%
1.5-3.2%
Variable
None
Cancer
None
+ (neonatal infection)
+
±
None
Prognosis
Excellent
Worse with age, debility
Moderate
Acute, good chronic, poor
Good
Prophylaxis
IG
Inactived vaccine
HBIG
Recombinant vaccine
None
HBV Vaccine (none or HBV carries)
Unknown
Therapy
None
Interferon
Lamivudine
Adefovir

Interferon ±
None







2.2.2.2.     Bakteri (Salmonella typi)
2.2.2.3.     Obat-obatan
Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut hepatitis toksik dan hepatitis akut
2.2.2.4.     Racun (hepatoksik)
2.2.2.5.     Alkohol
Menyebabkan alcohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alcohol sirosis

2.2.3. Patofisologi
Setelah liver membuka sejumlah agen , seperti virus. Liver menjadi membesar dan mendesak dengan meradangnya sel-sel hati , lymfosit-lymfosit, bertambahnya cairan , sehingga dalam kuadran kanan atas terasa sakit dan tidak nyaman . Sebagai kemajuan dan kelanjutan proses penyakit , pembelahan sel-sel hati yang normal berubah menjadi peradangan yang meluas , nekrosis dan regenerasi dari sel-sel hepar . meningkatnya penekanan dalam lintasan sirkulasi disebabkan karena masuk dan bercampur dengan aliran darah kedalam pembelahan jaringan-jaringan hepar ( sel-sel hepar ) . Oedema dari saluran-saluran empedu hati yang terdapat pada jaringan intrahepatik menyebabkan kekuningan.
Data spesifik pada patogenesis hepatitis A , hepatitis C , hepatitis D , dan hepatitis E sangat terbatas . Tanda-tanda investigasi mengingatkan pada manifestasi klinik dari peradangan akut HBV yang ditentukan oleh respon imunologi dari klien . Komplex kekebalan – Kerusakan jaringan secara tidak langsung memungkinkan untuk manifestasi extrahepatik dari hepatitis akut B . Hepatitis B diyakini masuk kedalam sirkulasi kekebalan tubuh tersimpan dalam dinding pembuluh darah dan aktif dalam sistem pengisian.  (Dusheiko,1990) . Respon-respon klinik terdiri dari nyeri bercampur sakit yang terjadi dimana-mana.
Phase atau tahap penyembuhan dari hepatitis adalah ditandai dengan aktifitas fagositosis dan aktifitas enzym, perbaikan sel-sel hepar. Jika tidak sungguh-sungguh komplikasi berkembang, sebagian besar penyembuhan fungsi hati klien secara normal setelah hepatitis virus kalah. Regenerasi lengkap biasanya terjadi dalam dua sampai tiga bulan.

2.2.4. Manifestasi Klinis
2.2.4.1. Masa tunas
Virus A                               : 15-45 hari (rata-rata 25 hari)
Virus B                               : 40-180 hari (rata-rata 75 hari)
Virus non A dan non B      : 15-150 hari (rata-rata 50 hari)
2.2.4.2. Fase Pre Ikterik
Keluhan umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan infeksi virus berlangsung sekitar 2-7 hari. Nafsu makan menurun (pertama kali timbul), nausea, vomitus, perut kanan atas (ulu hati) dirasakan sakit. Seluruh badan pegal-pegal terutama di pinggang, bahu dan malaise, lekas capek terutama sore hari, suhu badan meningkat sekitar 39oC berlangsung selama 2-5 hari, pusing, nyeri persendian. Keluhan gatal-gatal mencolok pada hepatitis virus B.
2.2.4.3. Fase Ikterik
Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan suhu badan disertai dengan bradikardi. Ikterus pada kulit dan sklera yang terus meningkat pada minggu I, kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari. Kadang-kadang disertai gatal-gatal pasa seluruh badan, rasa lesu dan lekas capai dirasakan selama 1-2 minggu.
2.2.4.4. Fase penyembuhan
Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit di ulu hati, disusul bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah timbulnya masa ikterik. Warna urine tampak normal, penderita mulai merasa segar kembali, namun lemas dan lekas capai.

2.2.5. WOC
Lampiran

2.2.6. Pemeriksaan Diagnostik
2.2.6.1. Laboratorium
a.   Pemeriksaan pigmen
1)      Urobilirubin direk
2)      Bilirubin serum total
3)      Bilirubin urine
4)      Urobilirubin urine
5)      Urobilirubin feses
b.   Pemeriksaan protein
1)      Protein total serum
2)      Albumin serum
3)      Globulin serum
4)      HbsAg
c.   Waktu protombin : respon waktu protrombin terhadap vitamin K
d.  Pemeriksaan serum transferase dan transaminase :
1)      AST ( SGOT )
2)      ALT ( SGPT )
3)      LDH
4)      Ammonia serum
2.2.6.2. Radiologi
a.    foto rontgen abdomen
b.    pemindahan hati denagn preparat technetium, emas, atau rose bengal yang berlabel radioaktif
c.    kolestogram dan kalangiogram
d.   arteriografi pembuluh darah seliaka
2.2.6.3. Pemeriksaan tambahan
a.       Laparaskopi
b.      Biopsy hati
2.2.7. Komplikasi
Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh akumulasi amonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut ensefalopati hepatik. Kerusakan jaringan paremkin hati yang meluas akan menyebabkan sirosis hepatis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik.

2.3.  Konsep Asuhan Keperawatan Hepatitis
2.3.1. Pengkajian
2.3.1.1.     Keluhan utama;
                                    Ikterus, febris
2.3.1.2.     RPS :
a.    Pra ikterik seperti sakit flu, sakit kepala, malaise, fatige, anoreksia, atralgia, dyspepsia, febris
b.    Ikterik, :ikterus pada slera mata fdan ikterus, urine gelap ,nyeri tekan pada hati,ruam
2.3.1.3.     RPD:
                        Pernah ada riwayat tranfusi
2.3.1.4.     RPK:
Penularan perinatal Ibu dengan hepatitis B menularkan pada anaknya , keluarga ada yang terinfeksi hepatitis virus a dan karier hepatitis B
2.3.1.5.     Hygiene:
Hygiene perorangan yang buruk, sanitasi lingkungan dan supali air bersih yang buruk
2.3.1.6.     Pemeriksaan Fisik:
B1: RR sedikit meningkat karena nyeri dan peningkatan suhu
B2: Hiperbillirubinemia, nadi meningkat karena nyeri
B3: Nyeri kepala, temperature meningkat
B4: Urine kecoklatan seperti teh
B5: anoreksia, dyspepsia, mual, muntah, faeces pucat
B6: Atralgia, ruam, icterus, malaise

2.3.2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
2.3.2.1.Intoleran Aktivitas berhubungan dengan mengalami keterbatasan aktivitas, penurunan kekuatan.
Tujuan : menyatakan pemahaman situasi/factor risiko dan program pengobatan individu
Kriteria Hasil : menunjukkan teknik/perilaku melakukan kembali aktivitasnya dan mampu melakukan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi :
Intervensi
Rasional
Berikan lingkungan yang tenang
menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
Ubah posisi dengan sering
meningkatakn fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan
Bantu latihan gerak pasif/aktif
tirah baring lama menurunkan kemampuan yang dapat mengganggu istirahat
Ajarkan teknik relaksasi
meningkatkan relaksasi dan meningkatkan koping
Kolaborasi : berikan antidot atau bantu dalam prosedur sesuai indikasi, contoh lavase, kataris, hiperventilasi) tergantung pada pemajanan
Membuang agen penyebab pada hepatitis toksik dapat membatasi derajat kerusakan jaringan

2.3.2.2.     Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubung dengan hipermetabolik, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan.
Kriteria Hasil :menunjukkan peningkatkan/ mempertahankan berat badan
Intervensi :
Intervensi
Rasional
Beri makan sedikit tapi sering dan tawarkan makan pagi paling besar
makan banyak sulit mengatur bila pasien anoreksia, anoreksia paling buruk terjadi selama siang hari dan akan membuat masukan makanan yang sulit pada sore hari
Berikan perawatan mulut yang sering
menghilangkan rasa tidak enak dapat meningkatkan nafsu makan
Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
menurunkan rasa penuh pada abdomen dan meningkatkan masukan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan pasien
untuk memenuhi kebutuhan diet klien
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetik, vitamin dan antasida
menurunkan mual, meningkatkan toleransi pada makanan, menurunkan iritasi/resiko perdarahan, dan memperbaiki kekurangan dan membantu proses penyembuhan

2.3.2.3.     Resiko volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan berlebihan melalui muntah dan diare, perpindahan cairan ke area peritoneal, ganngguan proses pembekuan, dan hipertermi
Kriteria Hasil : mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda-tanda vital stabil, turgor kulit baik, nadi perifer kuat, dan haluaran urine individu sesuai.
Intervensi :
Intervensi
Rasional
Ukur intake dan output setiap harinya
mengetahui jumlah cairan dan memberikan informasi tentang penggantian efek terapi
Ukur tanda-tanda vital, pengisian kapiler, turgor kulit, dan indicato mukosa
indicator volume sirkulasi
Ukur lingkar abdomen dan pembentukan edema sesuai indikasi
menurunkan kemungkinan perdarahan ke dalam jaringan
Gunakan lap katun/spon dalam pembersihan mulut dan sikat gigi
menghindari trauma dan perdarahan gusi
Observasi tanda perdarahan
kadar protrombin menurun dan waktu koagulasi memanjang bila absorsi vitamin K terganggu pada traktus GI dan sintesisprotrombin menurun karena mempengaruhi hati
Kolaborasi dengan dokter dan petugas laboratorium untuk pengambilan dan  pemberian Hb/Ht, Na+ albumin, dan waktu dalam pembekuan
menunjukkan hidrasi dan mengidentifikasi retensi natrium/kadar protein yang dapat menimbulkan pembentukan edema
Kolaborasi dengan dokter dalam cairan IV dan pemberian elektrolit
memberikan cairan dan penggantian elektrolit

2.3.2.4.     Potensial komplikasi : infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, malnutrisi, kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pada ndicato.
Kriteria Hasil : menyatakan pemahaman penyebab penyakit/indicator resiko
Intervensi :
Intervensi
Rasional
Lakukan teknik isolasi untuk infeksi
mencegah transmisi penyakit virus ke orang lain
Batasi pengunjung
potensial resiko komplikasi sekunder
Jelaskan prosedur isolasi pada pasien dan orang terdekat
pemahaman ndicat untuk perlindungan diri mereka sendiri dan orang lain dapat mengurangi perasaan isolasi dan stigma
Berikan informasi mengenai vaksin hepatitis
efektif dalam mencegah hepatitis virus pada orang terpajan
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antivirus, interferon, dan indicator
pengobatan hepatitis akibat kronis, pengobatan hepatitis ndicator, dan mencegah/ membatasi infeksi sekunder

2.3.2.5.     Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan.
Kriteria Hasil : menunjukkan perbaikan jaringan/kulit, penurunan pruritus.
Intervensi :
Intervensi
Rasional
Anjurkan mandi air dingin, batasi sabun sewaktu mandi dan lotion
mencegah kulit kering berlebihan
Anjurkan menggunakan buku-buku jari untuk menggaruk bila tidak terkontrol
menurunkan potensial cedera kulit
Hindari komentar tentang penampilan pasien
meminimalkan ndica psikolgis sehubungan dengan perubahan kulit
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antihistamin dan antilipemik
menghilangkan gatal dan mencegah absorpsi dan penggunaan pada usus

2.3.2.6.     Gangguan perfusi jaringan b.d adanya perdarahan (hematemesis,melena)
Hasil yang diharapkan : 
a.    Tekanan darah sampai batas normal (120/80 mmHg).
b.    Kapilary refill kembali dalam 2 detik.
c.    Nadi perifer teraba.
d.   Kulit hangat dan tidak pucat
e.    Hb 12 mg/dl
f.     Albumin 3 – 4 mg/dl
Intervensi:
Intervensi
Rasional
Kolaborasi dengan tim medis : Berikan plasma albumin sesuai terapi
Penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotic dan dapat terjadi perpindahan cairan maka perlu ditambah/ diberikan cairan plasma yang ideal
Monitor hasil pemeriksaan ureum dan kretinin serum
mengkaji berlanjutnya dan penanganan disfungsi ginjal, meskipun kedua nilai meningkat. Kereatinin adalah ndicator yang labih baik untuk fungsi ginjal karena tidak dipengaruhi oleh hidrasi, diet dan katabolisme jaringan (Moore,1996)
Monitor hasil pemeriksaan natrium kalium serum
hiponatremi dapat diakibatkan dari kelebihan cairan (dilusi) atau ketidakmampuan ginjal untuk menyimpan natrium. Hiponatremi menunjukkan deficit cairan tubuh total. Kekurangan ekskresi ginjal dan tau retensi selektif kalium untuk mengekskresikan kelebihan ion hydrogen (memperbaiki asidosis) menimbulkan hiperkalemia (Lewis, 2000)
Berikan diuretic (furosemid 1x 40mg intrvena (sesuai terapi)
Untuk melebarkan lumen tubular dari debris, menurunkan hiperkalemia dan meningkatkan volume urin adekuat
Berikan obat inotropik positif (digoxin 1 x 25mg)
untuk mengatasi kontraktilitas jantung yang tidak teratur dan meningkatkan TD
Monitor dan catat tanda dan gejala perfusi jaringan sistemik yang berkurang, seperti kulit pucat, suhu dingin, capillary refill lama
Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan capillary refill lama berkaitan dengan   vasokonstriksi mencerminkan penurunan curah jantung
Melakukan lavemen
Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme ( amoniak)

2.4.  Konsep Sirosis Hepatis
2.4.1.      Pengertian
                        Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukkan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukkan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Smeltzer dan Bare, 2001).

2.4.2.      Etiologi
2.4.2.1.Sirosis portal Laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alcohol kronis.
2.4.2.2.Virus hepatitis
2.4.2.3.     Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
2.4.2.4.     Obstruksi vena hepatika
2.4.2.5.     Sirosis Bilier, dimana pembentukkan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar saluran empendu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
2.4.2.6.     Toxic dan obat-obatan

2.4.3.      Patofisiologi
Meskipun ada beberapa factor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai factor penyebab yang utama. Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alcohol yang berlebihan merupakan factor penyebab yang utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum minuman keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi dengan konsumsi alcohol yang tinggi.
Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini disbanding individu lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut memiliki kebiasaan meminum minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Factor lainnya dapat memainkan peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiasis yang menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak daripada wanita, dan mayoritas berusia 40-60 tahun. (Brunner and Sundeen)

2.4.4.      Tipe Serosis Hepatis
2.4.4.1.Sirosis hati kompensata
Pada penderita tidak didapatkan gejala dan tanda yang nyata adanya sirosis hati
2.4.4.2.Sirosis hati dekompensata
Pada penderita, gejala dan data sirosis hati didapatkan secara nyata dan jelas

2.4.5.      Derajat Keparahan
Klasifikasi
Ringan
Sedang
Berat
Bilirubin (mg/dl)
Albumin (g/dl)
Asites
Ensefalopati
Nutrisi
<2
>3,5
-
-
Baik
2-3
3-3,5
Terkontrol
Stadium I/II
Sedang
>3
<3
Tidak dikontrol
Stadium III/IV
jelek
Total skor
5-7
8-10
11-15

2.4.6.      Manifestasi Klinis
Penyakit sirosis hepatis mempunyai gejala seperti:
2.4.6.1.ikterus dan febris yang intermiten. Adanya pembesaran pada hati. Pada awal perjalanan sirosis hepatis ini, hati cenderung membesar dan sel – selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol – benjol (noduler).
2.4.6.2.     Obstruksi Portal dan Asites, semua darah dari organ – organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati yang sirosis tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ – organ ini menjadi tempat kongestif pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dyspepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur – angsur mengalami penurunan.  Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal aken menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan.
2.4.6.3.     Splenomegali juga terjadi. Jaring – jaring telengiektasis atau dilatasi arteri superficial menyebabkan jarring berwarna biru dan kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
2.4.6.4.     Varises gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotic juga mengakibatkan pembentukkan pembuluh darah kolateral system gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusa), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esophagus, lambung dan rectum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukkan pembuluh darah kolateral. Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami rupture dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang  nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal.
2.4.6.5.     Edema gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron ynag berlebihan akan menyebabkan retensiatrium serta air dan ekskresi kalium.
2.4.6.6.     Akibat sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu kegagalan fungsi hati dan hipertensi portal
Gejala/tanda kegagalan fungsi hati
Gejala/tanda  hipertensi portal
·         Ikterus
·         Spider naevi
·         Ginekomastia
·         Hipoalbumin dan malnutrisi kalori protein
·         Bulu ketiak rontok
·         Ascites
·         Eritema palmaris
·         White naila
·         Varises esofagus/ cardia
·         Splenomegali
·         Pelebaran vena kolateral
·         Ascites
·         Hemoroiid
·         Caput medusa

2.4.7.      Komplikasi
2.4.7.1.Hematemesis/ melena, oleh karena varises (esofagus/cardia) yang pecah
a.        Hipertensi portal adalah peningkatan vena portal melebihi normal ( 7 mmHg)
b.      Hipertensi portal tidak hanya disebabkan sirosis hepatis
c.       Secara klinis tekana vena portal diatas 12 mmHg akan memberi gejala klinis yang nyata yang disebut sebagai clinically significant portal hypertension (CSPH)
d.      Akibat CSPH yang paling nyata adalah terbentuknya kolateral dan varises esofagus, gaster
e.      Pecahnya varises esofagus sangat berkolerasi dengan ukuran varises dan tingginya tekanan vena portal yang melebihi 12 mmHg

a.       Pemeriksaan fisik
a.       Deteksi dengan pemeriksaan fisisk hanya mungkin bila cairan ascites lebih dari 1,5-2 liter
b.      Terdapat tanda shifting dulness, undulasi dan caput medusa
c.       Pada ascites minimal dapat diperiksa dengan dengan cara pudle sign
b.      USG
Dapat mendeteksi adanya cairan ascites dalam jumlah diatas 50 ml
c.       CT Scan/ MRI atas indikasi tertentu
d.      Pemeriksaan cairan  ascites
Memastikan diagnosis , perlu dibedakan apakah cairan tersebut eksudat atau transudat. Cairan serosis hepatis biasanya transudat

                Penatalaksanaan
1.       Konservatif
a.       Istirahat dan bila perlu istirahat total
b.      Diit, rendah garam dan batasi asupan cairan
c.       Ukur uri 24 jam
d.      Evaluasi kadar elektrolit darah/urin
e.      Evaluasi cairan a scites
f.        Spironolaktone 100-200 mg/ hari
g.       Setelah 4 hari perlu diberikan furosemid jika jumlah urin memadai
h.      Stop diuretika bila ada gejala precoma, hipokalemi, azotemia, alkalosis
i.         Bila ascites bermagna, lakukan parasintesis
j.        Secara rutin evaluasi berat badan
k.       Diuretika dosis dapat dinaikan sesui kondisi klien
2.       Terapi parasintesis abdominal ascites
a.       Seleksi pasien
·         Ascites tense atau bermagna
·         Didapatkan edema tungkai
·         Child B
·         Protrombine >40 %
·         Bilirubin serum <10 mg/dl
·         Trombosit > 40.000/mm3
·         Kreatinin serum <3 mg/dl
b.      Rutin
·         Jumlah cairan 5-10 liter
·         Infus albumin 6-8 gr/ liter cairan diambil
c.       Ascites refrakter
Adalah ascites yang gagal dengan pengobatan konservatif atau tidak dapat dicegah timbul kembali meskipun dengan obat-obatan yang maksimal

Penatalaksanaan ascites refrekter
a.       Parasintesis berulang
b.      Transjugular intrahepatic protosystemic shunt (TIPS)
c.       Peritoneo venous shunt
d.      Transplantasi hati


2.4.7.2.Enselopati hepatic
2.4.7.3.Sindroma hepatorenal
Merupakan gangguan fungsi ginjal sekunder pada penderita hati tingkat berat baik akut maupun kronik


Kriteria mayor
a.       Penyekit hati akut atau kronik dengan kegagalan tingkat lanjut dan hipertensi portal
b.      Kreatinin serum >1,5 mg/dl atau klirens kreatinin <40 ml/ menit
c.       Tidak ada perbaikan fungsi ginjal (penurunan serum kreatinin <1,5 mg/dl atau peningkatan klirens kreatinin > 40 ml/ menit) sesudah pemberian cairan isotonis salin 1,5 L
d.      Protein urin <500 mg/dl tanpa onstruksi atau penyakit ginjal pada pemeriksaan USG
Kriteria minor
a.       Volume urin < 500 ml/hari
b.      Natrium urin < 10 meq/L
c.       Osmolaritas urine > osmolaritas plasma
d.      Eritrosit urin < 50 L
e.      Na serum < 150 meq/ L
Klasifikasi
a.         Sindrom hepato renal tipe 1
1.       Progresif
2.       Peningkatan serum kreatinin 2x atau penurunan klirens 50% dari nilai awal
3.       Prognosis jelek, sekitar 80% meninggal dalam 2 minggu dan 10 % yang bertahan lebih dari 3 bulan. Penyebab kematian: gangguan sirkulasi, gagal hati, gagal ginjal dan ensefalopati hepatik
b.         Sindrom hepato renal tipe 2
1.       Merupakan bentuk kronik dari sindrom hepato renal
2.       Sindrom hepato renal tipe 2 dapat berkembang menjadi SHR tipe 1
3.       Sekitar 50 % meninggal dalam 5 bulan dan 80% dalam setahun
Tatalaksana
a.       Umum
1.       Diit tinggi kalori rendah protein
2.       Koreksi keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa
3.       PBS harus segera diobati dengan adekuat
4.       Hindari terjadinya ensefalopati hepatik
b.      Medika mentosa
1.       Vasodilator, dopamin
2.       Vasokonstriksi
3.       Octreotide
4.       terlipressin
c.       infasif
1.       transplantasi hati
2.       TIPS
3.       Ekstrakorporeal dialisis

2.4.7.4.Peritonitis bacterial spontan
a.       Peritonitis bakterial spontan adalah infeksi cairan ascites yang terjadi spontan pada penderita serosis hepatis
b.      Umumnya terjadi pada penderit serosis hepatis dekompensata
c.       Organisme penyebab umumnya bekteri intestinal dan lebih dar 90% kasus monomikrobial dan gram negatif
d.      Kadar albumin ascites biasanya <1 gr/dl
e.      Sering tanpa tanda gejala klinis infeksi dan kadar leukosit darah normal
Penatalaksanaan
a.       Setiap penderita erosis hepatis dengan ascites sekompensata atau ensefalopati hepatik harus diperhatikan kemungkinan adanya peritonitis bakterial spontan
b.      Secara rutin perlu diperiksa cairan ascites pada penderita rawat inap
c.       Mulai pemberian antibiotik empiris bila ternyata kadar PMN cairan ascites > 250 sel/ mm3
d.      Pilihan antibiotik
1.       Sefotaksim (2x2 g/hari) selama 5 hari/ evaluasi cairan ascites berulang. Pengobatan s elanjutnya dapat berdasarkan hasil kutur dan tes kepekaan antibiotik cairan a scites, namun perhatikan farmakodinamik obat dan cairan ascites
2.       Seftriaxon
3.       Kombinasi amoksisilin-asam klavulamat
4.       Siprofloksasin
Prifilaksis
a.       Setiap penderita pasca peritonitis bakterial spontan seharusnya mendapat pengobatan profilaksis untuk mencegah terjadinya ulangan
b.      Obat pilihan
-norfloksasin 400 mg/hari dalam jangka panjang
-siprofloksasin 750 mg/1x/minggu
-kotrimoksasol 2x 2/5 hari/minggu
c.   Pada penderita serosis hepatis denga ascites dan kadar albumin ascites > 1 g/dl, terapi profilaksis mungkin tidak perlu diberikan, terkecuali ada faktor resiko yang eningkat untuk terjadinya PBS

2.4.8.      Pemeriksaan Diagnostik
2.4.8.1.Diagnosa pasti serosis hepatis dibuat atas dasar pemeriksaan biopsi hati
2.4.8.2.Pada kondisi dekompensata, maka biopsi hati tidak mutlak perlu dilakukan
2.4.8.3.Diagnosis serosis hepatis dibuat dengan melakukan berbagai pemerikaan klinis dengan tujuan mendapatkan gejala dan tanda kegagalan fungsi hati dcan hipertensi portal sebanyak mungkin

Pemeriksaan klinis dalam menentukan diagnosis serosis hepatis
Pemeriksaan
Hasil yang mungkin didapat
Riwayat penyakit/ anamnesa
·         Lesu dan berat badan turun
·         Anoreksia- dispepsia
·         Nyeri perut, sebah
·         Ikterus ( BAK coklat dan mata kekuningan)
·         Perdarahan gusi
·         Perut membuncit
·         Libido menurun
·         Konsumsi alkohol
·         Riwayat kesehatan yang lalu ( sakit kuning)
·         Riwayat muntah darah dan feses kehitaman
Pemeriksaan fisik
·         Keadaan umum dan nutrisi
·         Tanda gagal fungsi hati
·         Tanda hipertensi portal
Pemeriksaan laboratorium
a.    Darah tepi/ hematologi
b.   Kimia darah


c.    Serologi


a.       anemia, leukopenia, trombositopenia

b.      bilirubin, transaminase, alkaline fosfatase, albumin-globulin, elektroforesis, protein serum, elektrolit (K,Na,) bila ada ascites
c.       HbsAg dan anti HCV

Endoskopi saluran cerna bagian atas
Varises, gastropati
USG/ CT Scan
·         Ukuran hati
·         Kondisi vena porta
·         Splenomegali
·         Ascites
Biopsi hati
Bila koagulasi memungkinkan dan diagnosi masih belum pasti

2.4.9.      Pemeriksaan Penunjang
2.4.9.1.Pada darah dijumpai Hb rendah, anemia nomokrom normositer, hipokrom mikrositer/ hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat hipersplemisme dengan leucopenia dan trombositopenia, kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.
2.4.9.2.     Kenaikan kadar enzim transaminase- SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada serosis inaktif.
2.4.9.3.     Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.
2.4.9.4.     Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal/tambah turun akan menunjukkan prognosis yang jelek.
2.4.9.5.     Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menujukkan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
2.4.9.6.     Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises esophagus, gusi maupun epitaksis.
2.4.9.7.     Peninggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila terus meninggi prognosis jelek.
2.4.9.8.     Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/HbcAb, HBV DNA, HCV RNA, untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa Feto Protein) pentingdalam menentukan apakah telah terjadi tarnspormasi kearah keganasan.

2.4.10.  Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada sirosis hepatis biasanya didasarkan pada gejala yang ada :
2.4.10.1.  Serosis hepatis kompensata
Dengan kemajuan pengobatan maka serosis hepatis kompensata khusus akibat virus heptaitis B dan C dapat diberikan pengobatan kausatif yaitu obat anti virus baik interveron alfa ( terutama pegilasi-interferon alfa) maupun nukleosida analog. Secara umum tidak diperlukan diit/terapi khusus pada penderita serosis hepatis kompensata. Penderita harus menghindari konsumsi alkohol. Pemberian obat-obatan antifibrosis dan hepatoprotector atau obat komplementer saat ini memberikan hasil yang kontroversial. Hindari obat-obatan yang heptotoksis
2.4.10.2.  Serosis hepatis dekompensata
Kondisi ini merupakan tantangan yang s erius oleh karena angka kematiannya yang masih tinggi. Pengobatan/ tata laksana serosis hepatis dekompensata didasarkan atas tanda/gejala yang menonjol dan komplikasi yang dialami penderita. Seharusnya semua penderita serosis hepatis dekompensata adalah calon daftar tunggu untuk menerima transplantasi hati.
2.4.10.3.  Antacid diberikan untuk mengurangi distress lambung dan memungkinkan perdarahan gastrointestinal
2.4.10.4.  Vitamin dan suplemen nutrisi akan memperbaiki sel-sel hati yang rusak dan status gizi pasien
2.4.10.5.  Pemberian preparat diuretic digunakan untuk mempertahankan kalium (spironolakton) diperlukan jika terdapat tanda dan gejala asites dan meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit yang umum terjadi pada penggunaan jenis diuretic lainnya.
2.4.10.6.  Memberikan asupan protein dan kalori yang adekuat untuk menghindari penggunaan alcohol selanjutnya

2.5.  Konsep Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatis
2.5.1.      Pengkajian
2.5.1.1.Riwayat kesehatan sekarang
Nyeri perut akibat pembesaran hati,perut membesar karena pembesaran hepar dan terjadinya asites,perubahan pola nafas, kelelahan, kemudian terjadi hematemesis dan melena dan selanjutnya terjadi koma hepatikum
2.5.1.2.     Riwayat kesehatan sebelumnya
Pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhuungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alcohol dalam jangka waktu lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani pasien.
2.5.1.3.     Riwayat kesehatan keluarga
Adanya  penyakit – penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat pada keadaan atau yang menyebabkan sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi, ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada gejala – gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
2.5.1.4.     Riwayat tumbuh kembang
Kelainan – kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit seperti ada riwayat pernah iktxerik saat lahir yang lama, atau lahir premature, kelengkapan imunisasi.
2.5.1.5.     Riwayat social ekonomi
Apaka pasien suka berkumpul dengan orang – orang sekitar yang pernah mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang – orang yang dampaknya mempengaruhi perilaku pasien yaitu peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat.
2.5.1.6.     Riwayat psikologi
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima adanya tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian,karena pada pasien dengan sirosis hepatis dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil, menarik diri dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan pasien akan sakitnya. Dapat jua terjadi gangguan body image akibat edema, gangguan integument dan terpasangnya alat – alat invasive (seperti infuse,kateter). Terjadinya perubahan gaya hidup, perubahan peran dan tanggung jawab keluarga dan perubahan status financial (Lewis & Dirksen, 2000)

2.5.1.7.     Pemeriksaan Fisik
Review of system
a.    B1 (Breath)      : dispnea, takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan(ronki), hipoksia, ekspansi paru terbatas.effusi pleura, odem paru
b.    B2 (Blood)      : Bradikardi, ikterik pada skelera, kulit, membrane mukosa, disrimia, bunyi jantung ekstra (S3, S4), CRT >3 dtk. anemia
c.    B3 (Brain)        : penurunan mental,peka rangsang, binggung, halusinasi, bicara      tidak jelas, cenderung tidur, letargi, dan koma.   
d.   B4 (Bladder)   : urine gelap,pekat
e.    B5 (Bowel)      : Flatus, diare/konstipasi, shifting dullness, distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan bising, feses warna tanah liat, melena, hematemesis
f.     B6 (Bone)        : Kelemahan, kelelahan, malaise, letargi, penurunan massa otot/tonus. Hipertermi.Ikterik

2.5.2.      Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
2.5.2.1.     Intoleran Aktivitas berhubungan dengan mengalami keterbatasan aktivitas, penurunan kekuatan.
Tujuan : peningkatan energy dan partisipasi dalam aktivitas
Kriteria Hasil : melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan pasien, merencanakan aktivitas untuk memebrikan kesempatan istirahat yang cukup
Intervensi :
Intervensi
Rasional
Tawarkan diet TKTP
Memberikan kalori bagi tenaga dan protein untuk proses penyembuhan
Berikan suplemen vitamin ( A, B kompleks, C dan K )
Memeberikan nutrisi tambahan
Motivasi klien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat
Menghemat tenaga klien sambil mendorong klien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi klien
Motivasi dan bantu klien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap
Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri

2.5.2.2.     Perubahan suhu tubuh : hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis
Tujuan : pemeliharaan suhu tubuh yang normal
Kriteria Hasil : melaporkan suhu tubuh yang normal dan tidak terdapatnya gejala menggigil atau perspitasi, memperlihatkan asupan cairan yang adekuat
Intervensi :
Intervensi
Rasional
Catat suhu tubuh secara teratur
Memberikan dasar untuk deteksi hati dan evaluasi intervensi
Motivasi asupan cairan
Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta febris dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien
Lakukan kompres dingin atau kantong es untuk menurunkan kenaikan suhu tubuh
Menurunkan panas melalui proses konduksi serta evaporasi dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien
Berikan antibiotic seperti yang diresepkan
Meningkatkan konsentrasi antibiotic serum yang tepat untuk mengatasi infeksi
Hindari kontak dengan infeksi
Meminimalkan resiko peningkatan infeksi, suhu tubuh serta laju metabolic
Jaga agar pasien dapat beristirahat sementara suhu tubuhnya tinggi
Mengurangi laju metabolic

2.5.2.3.     Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan pembentukan edema, ikterus dan ststus imunologi yang terganggu
Tujuan : memperbaiki integritas kulit, proteksi jaringan yang mengalami edema dan meminimalkan iritasi kulit
Kriteria Hasil :
a.       Memperlihatkan turgor kulit yang normal pada ekstremitas dan batang tubuh
b.      Tidak memperlihatkan luka pada kulit
c.       Memperlihatkan jaringan yang normal tanpa gejala eritema, perubahan warna atau peningkatan suhu di daerah tonjolan tulang
d.      Mengubah posisi dengan sering
e.       Melaporkan tidak adanya priritus
f.       Menggunakan emolien dan menghindari pemakaian sabun dalam menjaga hygiene sehari-hari
Intervensi :
Intervensi
Rasional
Batasi natrium
Meminimalkan pembuatan edema
Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit
Jaringan dan kulit yang edematous mengganggu suplai nutrient dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma
Balik dan ubah posisi pasien dengan sering
Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilitas edema
Timbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari
Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya retensi serta kehilangan cairan dengan cara yang lebih paling baik
Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas yang edematous
Meningkatkan mobilisasi edema
Letakkan bantalan busa yang kecil di bawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya
Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan benar
Observasi dan catat derajat ikterus pada kulit dan sclera
Memberikan dasar untuk deteksi perubahan dan evaluasi intervensi
Lakukan perawatan yang sering pada kulit, mandi tanpa menggunakan sabun dan melakukan masase dengan lotion pelembut
Mencegah kekeringan kulit dan meminimalkan pruritus
Jaga agar kuku pasien selalu pendek
Mencegah ekskoriasi kulit akibat garukan




2.5.2.4.     Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal
Tujuan : perbaikan status nutrisi
Kriteria Hasil :
a.       Memerlihatkan asupan makanan yang tinggi kalori tinggi protein dengan jumlah memadai
b.      Mengenali makanan dan minuman yang bergizi dan diperbolehkan dalam diet
c.       Bertambah berat tanpa memperlihatkan penambahan edema dan pembentukan asites
d.      Mengenali dasar pemikiran mengapa pasien harus makan sedikit-sedikit tapi sering
e.       Melaporkan peningkatan selera makan dan rasa sehat
f.       Menyisihkan alcohol dari dalam diet
g.      Turut serta dalam upaya memelihara hygiene oral sebelum makan dan menghadapi mual
h.      Menggunakan obat untuk kelainan gastrointestinal seperti yang diresepkan
i.        Melaporkan fungsi gastrointestinal yang normal dengan defekasi yang teratur
j.        Mengenali gejala gangguan fungsi gastrointestinal yang dapat dilaporkan melena, pendarahan yang nyata
Intervensi :
Intervensi
Rasional
Motivasi pasien untuk makan makanan dan suplemen makanan
Motivasi sangat penting bagi penderita anoreksia dengan gangguan gastrointestinal
Tawarkan makan makanan dengan porsi sedikit tapi sering
Makanan dengan porsi kecil dan sering lebih ditolerir oleh penderita anoreksia
Hidangkan makanan yang menimbulkan selera dan menarik dalam penyajiannya
Meningkatkan selera makan
Pantang alcohol
Menghilangkan makanan dengan “kalori kosong” dan menghindari iritasi lambung oleh alcohol
Pelihara hygiene oral sebelum makan
Mengurangi citarasa yang tidak enak dan merangsang selera makan
Pasang ice collar untuk mengatasi mual
Dapat mengurangi frekuensi mual
Berikan obat yang diresepkan untuk mengatasi mual, muntah, diare atau konstipasi
Mengurangi gejala gastrointestinal dan perasaan tidak enak pada perut yang mengurangi selera makan dan keinginan terhadap makanan
Motivasi peningkatan asupan cairan dan latihan jika pasien melaporkan konstipasi
Meningkatkan pola defekasi yang normal dan mengurangi rasa tidak enak serta distensi pada abdomen
Amati gejala yang membuktikan adanya perdarahan gastrointestinal
Mendeteksi komplikasi gastrointestinal yang serius




2.5.2.5.     Resiko cidera berhubungan dengan hipertensi portal, perubahan mekanisme pembekuan dan gangguan dalam proses detoksifikasi obat
Tujuan : mengurangi resiko cidera
Kriteria Hasil :
a.       Tidak memperlihatkan adanya perdarahan yang nyata dari traktus gastrointestinal
b.      Tidak memperlihatkan adanya kegelisahan, rasa penuh pada epigastrium dan indicator lain yang menunjukkan hemoragi seperti syok
c.       Memperlihatkan hasil pemeriksaan yang negative untuk perdarahan tersembunyi gastrointestinal
Intervensi :
Intervensi
Rasional
Amati setiap feses yang diekresi untuk memeriksa warna, konsistensi dan jumlahnya
Memungkinkan deteksi perdarahan dalam tractus gastrointestinal
Waspada gejala ansietas, rasa penuh pada epigastrium, kelemahan dan kegelisahan
Dapat menunjukkan tanda-tanda perdarahan dini dan syok
Priksa setiap feses dan muntahan untuk mendeteksi darah yang tersembunyi
Mendeteksi tanda dini yang membuktikan adnya perdarahan
Amati manifestasi hemoragi : ekimosis, epistaksis, petekie dan perdarahan gusi
Menunjukkan adanya perubahan pada mekanisme pembekuan darah




2.5.2.6.     Nyeri dan gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hati yang membesar serta nyeri tekan dan asites
Tujuan : peningkatan rasa nyaman
Kriteria Hasil :
a.       Mempertahankan tirah baring dan mengurangi nyeri saat aktivitas
b.      Menggunakan anti spasmodic dan sedative sesuai indikasi dan resep yang diberikan
c.       Melaporkan rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman pada abdomen
Intervensi :
Intervensi
Rasional
Pertahankan tirah baring saat pasien mengalami gangguan rasa nyaman pada abdomen
Mengurangi kebutuhan metabolic dan melindungi hati
Berikan anti spasmodic dan sedative seperti yang diresepkan
Mengurangi iritabilitas traktus gastrointestinal dan nyeri serta gangguan rasa nyaman pada abdomen
Amati, catat dan laporkan keberadaan serta sifat rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman
untuk mendeteksi lebih lanjut keadaan pasien
Kurangi asupan natrium dan cairan jika diinstruksikan
Meminimalkan pembentukan asites lebih lanjut




2.5.2.7.     Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan pembentukan edema
Tujuan : pemulihan kepada volume cairan yang normal
Kriteria Hasil :
a.       Mengikuti diet rendah natrium dan pembatasan cairan seperti yang diinstruksikan
b.      Menggunakan diuretic, suplemen dan protein sesuai indikasi tanpa mengalami efek samping
c.       Memperlihatkan peningkatan haluaran eksresi urine
d.      Memperlihatkan pengecilan lingkar perut
Intervensi :
Intervensi
Rasional
Batasi asupan natrium dan cairan jika diinstruksikan
Meminimalkan pembentukan asites dan edema
Berikan diuretic suplemen dan protein sesuai indikasi tanpa mengalami efek samping
Meningkatkan eksresi cairan lewat ginjal dan mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit yang normal
Catat asupan dan haluaran eksresi cairan
Menilai keefektifitasan terapi dan kecukupan asupan cairan
Ukur dan catat lingkar perut setiap hari
Membantu perubahan pada pembentukan asites dan penumpukan cairan




2.5.2.8.     Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan asites dan retriksi pengembangan thoraks akibat asites, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga thoraks
Tujuan : perbaikan status pernafasan
Kriteria Hasil :
a.       Mengalami perbaiakan pada status pernafasan
b.      Melaporkan pengurangan gejala sesak nafas
c.       Memperlihatkan frekuensi respirasi yang normal (16-20 x/mnt) tanpa terdengar suara nafas tambahan
d.      Memperlihatkan ekspansi paru yang normal
e.       Memperlihatkan GDA normal tidak mengalami gejala konfusi atau sianosis
Intervensi :
Intervensi
Rasional
Tinggikan bagian kepala tempat tidur
Mengurangi tekanan abdomen pada diafragma dan memungkinkan pengembangan thorak dan ekspansi paru yang maksimal
Ubah posisi senyaman pasien
Meningkatkan ekspansi paru
Bantu pasien dalam menjalankan parasentesis atau torakosintesis
Parasintesis dan torakosintesis merupakan tindakan yang menakutkan bagi pasien




Tidak ada komentar: