Kamis, 04 Juli 2013

ASKEP GAGAL GINJAL (GGA DAN GGK)



ASKEP GAGAL GINJAL (GGA DAN GGK)


2.1  Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan

Sistem urinaria adalah suatu proses ekskresi sisa-sisa metabolisme tubuh berupa urine. Dalam menjalankan fungsi ekskresi urine sistem urinaria ditopang oleh beberapa organ sebagai berikut:
1.   Ginjal
Makroskopik
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium (retroperitoneal), di depan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa  berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram. Bentuknya seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke dalam.  Jumlahnya ada dua buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit ke bawah dibandingkan  ginjal kiri untuk memberi tempat  lobus hepatis dekstra yang besar.  Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam guncangan. Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat korteks renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medula renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan korteks. Bagian medula berbentuk kerucut yang disebut piramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis. Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores. Medula terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul (Price,1995 : 773).
Gambar 2.1 Anatomi Ginjal (www.karminata.blogspot.com)
Mikroskopik
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul. (Price, 1995).
Unit nefron dimulai dari pembuluh darah halus/kapiler, bersifat sebagai saringan disebut glomerulus, darah melewati glomerulus/kapiler tersebut dan disaring sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang berjumlah kira-kira 170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran ureter, kandung kemih, kemudian ke luar melalui uretra.
Vaskularisasi ginjal
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah ke dalam vena kava inferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk ke dalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulus (Price, 1995).
Glomerulus bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal berada pada korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medula. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol aferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan ( Price, 1995).
Persarafan pada ginjal
Menurut Price (1995) “Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor), saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal”.
Fisiologi ginjal
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak (sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah “menyaring/ membersihkan” darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam tubulus sehingga akhirnya keluar dari kedua ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari.

Fungsi ginjal adalah
a.       Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksik atau racun
b.      Mempertahankan  keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
c.       Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh
d.      Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak
e.       Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang
f.       Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah
g.      Produksi hormon erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah
2.      Ureter
Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesika urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal.
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan muskulus psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan arteri iliaca communis. Ureter berjalan secara postero-inferior di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai vesika urinaria. Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urin setelah memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura marginalis serta muara ureter ke dalam vesika urinaria.
Lapisan dinding ureter terdiri dari : dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa); lapisan tengah otot polos dan lapisan sebelah dalam lapisan mukosa. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan peristaltik yang mendorong urine masuk ke kandung kemih.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari arteri renalis, aorta abdominalis, arteri iliaca communis, arteri testicularis/ovarica serta arteri vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan inferior.


3.      Kandung Kemih (Vesika Urinaria)
Vesika urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesika urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan saraf.
Dalam keadaan kosong vesika urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan (superior dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan sinistra). Dinding vesika urinaria terdiri dari muskulo detrusor (otot spiral, longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong.
Vesika urinaria diperdarahi oleh arteri vesicalis superior dan inferior. Namun pada perempuan, arteri vesicalis inferior digantikan oleh arteri vaginalis.
Sedangkan persarafan pada vesika urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis melalui nervus splanchnicus minor, nervus splanchnicus imus, dan nervus splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui nervus splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.
Gambar 2.2 Vesica Urinaria (www.sectiocadaveris.wordpress.com)
4.      Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesika urinaria menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. Selain itu, pria memiliki dua otot spingter yaitu muskulo sphincter interna (otot polos terusan dari muskulo detrusor dan bersifat involunter) dan muskulo sphincter eksterna (di uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki muskulo sphincter eksterna (distal inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars membranosa dan pars spongiosa.

Gambar 2.3 Sistem Uretra pada Pria (www.sectiocadaveris.wordpress.com)

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat muskulo spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki fungsi reproduktif.
Gambar 2.4 Sistem Uretra pada Wanita (www.erzamilano.blogspot.com)
Fungsi utama ginjal adalah mengekskresikan zat-zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogen misalnya amonia. Amonia adalah hasil pemecahan protein dan bermacam-macam garam, melalui proses deaminasi atau proses pembusukan mikroba dalam usus. Selain itu, ginjal juga berfungsi mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan, misalnya vitamin yang larut dalam air; mempertahankan cairan ekstraselular dengan jalan mengeluarkan air bila berlebihan; serta mempertahankan keseimbangan asam dan basa. Sekresi dari ginjal berupa urin.   
Di dalam ginjal terjadi rangkaian proses filtrasi, reabsorbsi, dan augmentasi, yang juga merupakan proses terbentuknya urine.
Ø  Penyaringan (filtrasi)
Filtrasi terjadi pada kapiler glomerulus pada kapsul bowman. Pada glomerulus terdapat sel-sel endotelium kapiler yang berpori (podosit) sehingga mempermudah proses penyaringan. Beberapa faktor yang mempermudah proses penyaringan adalah tekanan hidrolik dan permeabilitias yang tinggi pada glomerulus. Selain penyaringan, di glomelurus terjadi pula pengikatan kembali sel-sel darah, keping darah, dan sebagian besar protein plasma. Bahan-bahan kecil terlarut dalam plasma, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan. Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung protein. Pada filtrat glomerulus masih dapat ditemukan asam amino, glukosa, natrium, kalium, dan garamgaram lainnya.
Ø  Penyerapan kembali (reabsorbsi)
Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrat dikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali. Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin seku Zder yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03, dalam urin primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam mino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osmosis. Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal.
-          Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warm dan bau pada urin.
Kemudian akan terjadi proses eksresi yaitu pengeluaran sisa metabolisme pada ginjal. Dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsornsi aktif ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Di tempat sudah terbentuk urine yang sesungguhnya yang tidak terdapat glukosa dan protein lagi, selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis renalis. Dari kedua ginjal, urine dialirkan oleh pembuluh ureter ke kandung urine (vesika urinaria) kemudian melalui uretra, urine dikeluarkan dari tubuh.
Komposisi urine :
a. Air (96%)
b. Larutan (4%) 
c. Larutan Organik: Urea, ammonia, keratin, dan asam urat
d. Larutan Anorganik
: Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sufat,   magnesium, fosfor. Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak.
Hal yang perlu diperhatikan meliputi :
§  Dalam keadaan normal urine tidak mengandung glukosa dan protein
§  Banyak urine yang dikeluarkan tergantung dari banyaknya air yang diminum dan kadar ADH.

2.2  Gagal Ginjal Akut

2.2.1        Definisi

Gagal ginjal akut adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi tubular dan glomerular ( Brunner & Suddarth,2000).
Gagal ginjal akut adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan mendadak dalam ( beberapa jam sampai beberapa hari ) laju filtrasi glomerular ( LFG ), disertai akumulasi nitrogen sisa metabolisme terutama ureum dan kreatinin ( Ilmu Penyakit Dalam, 2001 )

2.2.2        Etiologi

Tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut adalah :
a.       Prarenal ( hipoperfusi ginjal )
·           Masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glomerulus.
·           Penurunan volume vaskuler
·           Kehilangan darah / plasma : perdarahan luka bakar
·           Kehilangan cairan ekstraseluler : muntah, diare
·           Peningkatan kapasitas kapiler : sepsis, blokade, ganglion, reaksi anafilaksis
·           Penurunan curah jantung / kegagalan pompa jantung : renjatan kardiogenik, payah jantung kongestif, dysritmia, emboli paru, infark jantung.
b.      Intrarenal ( kerusakan aktual jaringan ginjal )
·         Kerusakan struktur glomerulus atau tubulus ginjal
·         Kondisi seperti terbakar, oedema akibat benturan dan infeksi serta agen nefrotoksik dapat menyebabkan nekrosis tubulus akut ( ATN ).
·         Berhentinya fungsi renal
·         Reaksi transfusi yang parah juga menyebabkan gagal intrarenal
·         Faktor penyebab lain : pemakaian obat-obatan anti inflamasi nonsteroid ( NSAID ) terutama pada lansia.
c.       Pascarenal
Obstruksi dibagian distal ginjal

2.2.3        Manifestasi Klinis

Pada tahap ini pada umumnya tak ada keluhan atau kelainan yang berkaitan dengan ginjalnya. Hanya sedikit pasien yang dapat menjelaskan adanya kelainan pada jumlah produksi urine, warna, keruh atau tidak, dan sebagainya. Peningkatan ureum dan kreatinin juga umumnya tidak menimbulkan gejala, hanya apabila tahap GGA sudah lanjut baru terdapat gejala.
Hampir setiap sistem tubuh dipengaruhi ketika terjadi kegagalan mekanisme pengaturan ginjal normal. Pasien tampak sangat menderita dan letargi disertai mual persisten, muntah dan diare. Kulit dan membran mukosa kering akibat dehidrasi, dan napas mungkin berbau urine ( fetor uremik ). Manifestasi sistem saraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang.
Manifestasi yang dapat ditemukan adalah :
·         Perubahan haluaran urine
Haluaran urine berubah menjadi sedikit, dapat mengandung darah, dan gravitas spesifiknya rendah ( 1.010 sedangkan nilai normalnya 1.015 – 1.025 ). . Anuria ( urine < 50 ml/hari ) dan normal haluaran urine tidak seperti oliguria. Oliguria ( urine < 400 ml/hari ) adalah situasi klinis yang umum dijumpai pada gagal ginjal akut atau volume urine normal.
·         Peningkatan BUN dan kadar kreatinin
Pasien gagal ginjal akut mengalami peningkatan kadar nitrogen urea darah ( BUN ) dan kreatinin serum serta retensi produk sampah metabolik lain yang normalnya dieksresikan oleh ginjal. Laju peningkatan BUN dan kreatinin bergantung pada tingkat katabolisme ( pemecahan protein ), perfusi renal, dan masukan protein. Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
·         Hiperkalemia
Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus tidak mampu mengekskresikan kalium. Katabolisme protein menghasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat yang dapat mengarah ke disritmia dan henti jantung.
·         Asidosis metabolik
Pasien oliguri akut tidak dapat mengeliminasi muatan metabolik seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu mekanisme buffer ginjal normal turun, ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbondioksida darah dan pH darah sehingga asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal.
·         Abnormalitas Ca⁺⁺ dan POˉ
Peningkatan konsentrasi serum fosfat mungkin terjadi dan serum kalsium mungkin menurun sebagai respons terhadap penurunan absorbsi kalsium di usus dan sebagai mekanisme kompensasi terhadap peningkatan kadar serum fosfat.
·         Anemia
Merupakan kondisi yang terjadi sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI.

2.2.4        Pemeriksaan Diagnostik

a)    Analisis urine
Merupakan pemeriksaan yang penting, akan tetapi harus dinilai sebagai satu kesatuan dengan hasil anmnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan beberapa indikator dalam urine seperti albumin, natrium, ureum, dan kreatinin dapat dipakai untuk mengetahui proses yang terjadi dalam ginjal
b)   Pemeriksaan pencitraan
Diperlukan untuk melihat anatomi ginjal, dapat diperoleh informasi mengenai besar ginjal atau ada tidaknya batu ginjal dan hidronefrosis. Juga dapat menentukan apakah gangguan fungsi ginjal ini sudah lama terjadi, yaitu apabila ditemukan gambaran ginjal yang sudah kecil.
c)    Pemeriksaan biopsi ginjal dan serologi
Apabila diduga bahwa penyebab GGA adalah kelainan ginjal intrinsik, juga tak ada kelainan lain seperti dari bedah atau kebidanan sebagai penyebab, perlu dipertimbangkan biopsi ginjal. Indikasi yang memerlukan biopsi adalah apabila penyebab GGA tidak jelas atau berlangsung lama, atau terdapat tanda glomerulonefritis atau nefritis interstisial. Pemeriksaan ini perlu ditunjang oleh pemeriksaan serologi imunologi ginjal.







2.2.5        Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal, mempertahankan homeostasis kimiawi normal, mencegah komplikasi metabolik dan infeksi serta mempertahankan penderita tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh secara spontan karena ginjal memiliki kemampuan pulih yang luar biasa dari penyakit.
1)                 Dialisis
Indikasi yang mutlak untuk dialisis adalah terdapatnya sindrom uremia dan terdapatnya kegawatan yang mengancam jiwa yaitu hipervolemia ( edema paru ), hiperkalemia, atau asidosis berat yang resisten terhadap pengobatan konservatif. Dilakukan untuk mencegah komplikasi GGA yang serius seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan, dan membantu penyembuhan luka.
2)                 Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada pasien GGA. Hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa karena dapat mengakibatkan henti jantung ( cardiac arrest ) tanpa ada tanda-tanda sebelumnya. Kalium lebih dari 5,5 mEq/L sudah menunjukkan kelinan pada EKG seperti perubahan gelombang T dan pemendekan interval QT.
Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin ( misal : Kayexalate ) secara oral dengan cara kerja mengubah ion kalium  menjadi natrium di saluran intestinal. Retensi enema dapat diberikan, pasien harus menahan 30-45 menit untuk meningkatkan pengambilan kalium, karena kolon merupakan tempat utama pertukaran kalium.
Sebagai tindakan darurat sementara glukosa dan insulin secara IV dapat mendorong kalium ke dalam sel-sel dengan menstimulasi pompa Na-K-ATPase pada otot skelet dan jantung serta hati dan lemak, sehingga kadar serum kalium menurun sementara sampai kalium diambil melalui proses dialisis; kalsium glukonat secara IV membantu melindungi hati dari efek tingginya kadar serum kalium.
Natrium bikarbonat dapat diberikan untuk menaikkan pH plasma  menyebabkan kalium bergerak ke dalam sel, ini merupakan terapi jangka pendek bersamaan dengan tindakan jangka panjang lain seperti pembatasan diet dan dialisis.
3)                 Mempertahankan keseimbangan cairan
Didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urine dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah, dan status klinis pasien.
Kelebihan cairan dapat dideteksi melalui temuan klinis seperti dispnea, takikardia, dan distensi vena leher. Paru-paru diauskultasi akan adanya tanda krekels basah, karena edema pulmoner dapat terjadi akibat ginjal tak dapat mengekskresi urine dan garam dalam jumlah yang cukup atau dapat diakibatkan oleh pemberian cairan parenteral yang berlebihan, maka diperlukan kewaspadaan. Terjadinya edema diseluruh tubuh dikaji dengan pemeriksaan area prasakaral dan pratibial beberapa kali dalam sehari.
4)                 Cairan IV dan diuretik
Aliran darah ke ginjal yang adekuat pada banyak pasien dapat dipertahankan melalui cairan intravena dan medikasi. Manitol, furosemid, atau asam etrakrinik dapat diresepkan untuk mengawali diuresis dan mencegah atau mengurangi gagal ginjal berikutnya. Furosemid mencegah reasorbsi Na sehingga mengurangi metabolisme sel tubulus, selain itu juga diharapkan aliran urine dapat membersihkan endapan, sehingga menghilangkan obstruksi, selain itu furosemid juga dapat mengurangi masa oliguria. Jika gagal ginjal disebabkan oleh hipovolemia akibat hipoproteinemia, infus albumin dapat diresepkan.
5)                 Nutrisi
GGA menyebabkan abnormalitas metabolisme yang amat kompleks, tidak hanya pengaturan air, asam-basa, elektrolit, tetapi juga asam amino/protein, karbohidrat dan lemak. Heterogenitas GGA yang amat tergantung dari penyakit dasarnya membuat keadaan ini lebih kompleks. Oleh karena itu nutrisi pada GGA disesuaikan dengan proses katabolik yang terjadi, sehingga nantinya dapat menjadi normal kembali.
6)                 Koreksi asidosis dan peningkatan kadar fosfat
Jika asidosis berat terjadi, gas darah arteri harus dipantau, tindakan ventilasi yang tepat harus dilakukan jika terjadi masalah pernapasan. Pasien memerlukan terapi natrium karbonat atau dialisis.
Agens pengikat-fosfat ( aluminum hidroksida ) dapat digunakan untuk mengendalikan peningkatan konsentrasi serum fosfat dengan menurunkan absorpsi fosfat disaluran intestinal.

7)                 Pemantauan berlanjut selama fase pemulihan
Fase oligurik gagal ginjal akut berlangsung dari 10-20 hari dan diikuti fase diuretik, dimana haluaran urine mulai meningkat, menunjukkan bahwa fungsi ginjal telah membaik. Evaluasi kimia darah dilakukan untuk menentukan status hidrasi lebih atau hidrasi kurang. Setelah fase diuretik pasien diberikan diet tinggi kalori tingggi protein dan dianjurkan untuk melakukan aktivitas secara bertahap.

2.2.6        Konsep asuhan keperawatan

*        Data Dasar pengkajian Pasien
a.  Aktivitas /Istirahat : Apakah ada gejala keletihan,kelemahan
b.  Sirkulasi : Apakah ada hipotensi edema jaringan umum, pucat
c.  Eliminasi : Perubahan pola berkemih, disuria , retensi abdomen kembung
d.  Makanan/cairan : Peningkatan berat badan (oedem), penurunan berat badan, mual ,muntah, anoreksia, nyeri ulu hati
e.  Neurosensori : Sakit kepala, kram otot/kejang
f.   Pernapasan : Dispnea, takipnea, peningkatan frekuensi dan kedalaman pernapasan, bau ammonia, batuk produktif.
g.  Keamanan : demam, petekie, pruritus, kulit kering
*        Diagnosa keperawatan
1.    Peningkatan volume cairan tubuh b/d penurunan fungsi ginjal.
2.    Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, vomitus, nausea.
3.    Intoleransi aktivitas b/d kelemahan.
4.    Kecemasan b/d ketidak tahuan proses penyakit.




*        Intervensi
No. Dx
Intervensi
Rasional
Evaluasi
1
1.    Kaji keadaan edema




2.    Kontrol intake dan out put per 24 jam

3.    Timbang berat badan tiap hari

4.    Beritahu keluarga agar klien dapat membatasi minum.




5.     Kolaborasi pemberian obat anti diuretik.


6.    Kolaborasi pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal.
1.   Edema menunjukan perpindahan cairan krena peningkatan permebilitas sehingga mudah ditensi oleh akumulasi cairan walaupun minimal, sehingga berat badan dapat meningkat 4,5 kg
2.    Untuk mengetahui fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan kelebihan resiko cairan.
3.    Penimbangan berat badan setiap hari membantu menentukan keseimbangan dan masukan cairan yang tepat.
4.      Manajemen cairan diukur untuk menggantikan pengeluaran dari semua sumber ditambah perkiraan yang tidak nampak. Pasien dengan kelebihan cairan yang tidak responsif terhadap pembatasan caiaran dan diuretic membutuhkan dialysis.
5.      Obat anti diuretic dat melebarkan lumen tubular dari debris, menurunkan hiperkalemia dan meningkatkan volume urine adekuat. Misalnya : Furosemide.
6.      Hasil dari pemeriksaan fungsi ginjal dapat memberikan gambaran sejauh mana terjadi kegagalan ginjal.

2
1.      Observasi status klien dan keefektifan diet.

2.      Berikan dorongan hygiene oral yang baik sebelum dan setelah makan.
3.      Berikan makanan TKRGR.




4.      Berikan makanan dalam porsi kecil tetapi sering.
5.      Kolaborasi pemberian obat anti emetic.
1.      Membantu dalam mengidentifikasi dan kebutuhan diet, kondisi fisik umum, gejala uremik dan pembatasan diet mempengaruhi asupan makanan.
2.      Higiene oral yang tepat mencegah bau mulut dan rasa tidak enak akibat mikroorganisme, membantu mencegah stomatitis.
3.      Lemak dan protein tidak digunakan sebagai sumber protein utama, sehingga tidak terjadi penumpukan yang bersifat asam, serta diet rendah garam memungkinkan retensi air kedalam intra vaskuler.
4.      Meminimalkan anoreksia, mual sehubungan dengan status uremik.

5.      Antiemetik dapat menghilangkan mual dan muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral
6.       
3
1.      Kaji kebutuhan pasien dalam beraktifitas dan penuhi kebutuhan ADL.
2.      Kaji tingkat kelelahan.
3.      Identifikasi factor stess/psikologis yang dapat memperberat.
4.      Ciptakan lingkungan tengan dan periode istirahat tanpa gangguan.
5.      Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan.
6.      Kolaborasi pemeriksaan laboratorium darah.



1.      Memberi panduan dalam penentuan pemberian bantuan dalam pemenuhan ADL.


2.      Menentukan derajat dan efek ketidakmampuan.
3.      Mempunyai efek akumulasi (sepanjang factor psykologis) yang dapat diturunkan bila ada masalah dan takut untuk diketahui.

4.      Menghemat energi untuk aktifitas perawatan diri yang diperlukan.




5.      Memungkinkan berlanjutnya aktifitas yang dibutuhkan memberikan rasa aman bagi klien.
6.      Ketidak seimbangan Ca, Mg, K, dan Na, dapat menggangu fungsi neuromuscular yang memerlukan peningkatan penggunaan energi Ht dan Hb yang menurun adalah menunjukan salah satu indikasi teerjadinya gangguan eritopoetin.
7.       
4
1.      Kaji tingkat kecenmasan klien.
2.      Berikan penjelasan yang akurat tentang penyakit.


3.      Bantu klien untuk mengidentifikasi cara memahami berbagai perubahan akibat penyakitnya.
4.      Biarkan klien dan keluarga mengekspresikan perasaan mereka.


5.      Memanfaatkan waktu kunjangan yang fleksibel, yang memungkinkan kehadiran kelurga.
1.      Menentukan derajat efek dan kecemasan.
2.      Klien dapat belajar tentang penyakitnya serta penanganannya, dalam rangka memahami dan menerima diagnosis serta konsekuensi mediknya.
3.      Klien dapat memahami bahwa kehidupannya tidak harus mengalami perubahan berarti akibat penyakit yang diderita.

4.      Mengurangi beban pikiran sehingga dapat menurunkan rasa cemas dan dapat membina kbersamaan sehingga perawat lebih mudah untuk melaksanakan intervensi berikutnya.
5.      Mengurangi tingkat kecemasan dengan menghadirkan dukungan keluarga.
6.       

 

2.3  Gagal Ginjal Kronis

2.3.1        Definisi

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah ( Brunner & Suddarth,2000 ).
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min. (Suyono, et al, 2001).

2.3.2        Etiologi

Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
·         Infeksi saluran kemih ( pielonefritis kronis )
·         Penyakit peradangan ( glomerulonefritis )
·         Penyakit vaskuler hipertensif ( nefrosklerosis, stenosis arteri renalis )
·         Gangguan jaringan penyambung ( SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sistemik )
·         Penyakit kongenital dan herediter ( penyakit ginjal poliklistik, asidosis tubulus ginjal )
·         Penyakit metabolik ( DM, hiperparatiroidisme )
·         Nefropati toksik
·         Nefropati obstruktif ( batu saluran kemih )

2.3.3        Manifestasi klinis

a)      Sistem Gastrointestinal
? Anoreksia, nausea dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan metabolismeprotein di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti amonia dan metil guanidin, serta sembabnya mukosa usus.
? Foetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri dimulut menjadi amonia sehingga napas berbau amonia. Akibat yang lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis.
? Cegukan ( hiccup ) sebabnya yang pasti belum diketahui.
? Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik.

b)      Sistem integumen
? Kulit tampak pucat akibat anemia dan kekuningan akibat penimbunan urokrom.
? Gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit, sehingga tampak bekas-bekas garukan.
? Ekimosis akibat gangguan hematologis.
? Urea frost akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat ( jarang dijumpai ).
c)      Sistem hematologi
? Anemia, disebabkan karena berbagai faktor :
§  Berkurangnya produksi eritropoetin
§  Hemolisis
§  Defisiensi besi, asam folat dan lain-lain
§  Perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan kulit
§  Fibrosis sum-sum tulang
? Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia mengakibatkan perdarahan
? Gangguan fungsi leukosit
d)     Sistem saraf dan otot
? Restless leg syndrome : pasien merasa pegal pada kaki sehingga selalu digerakkan.
? Burning feet syndrome : rasa kesemutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak kaki.
? Ensefalopati metabolik : lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang.
? Miopati : kelemahan dan hipertrofi otot-otot terutama ekstremitas proksimal.
e)      Sistem kardiovaskuler
? Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron.
? Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
? Edema akibat penimbunan cairan.
f)       Sistem endokrin
? Gangguan seksual : libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki akibat produksi testosteron dan spermatogenesis yang menurun. Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai amenorea.
? Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
? Gangguan metabolisme lemak.
? Gangguan metabolisme vitamin D.
g)      Gangguan sistem lain
? Tulang : osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteosklerosis, dan kalsifikasi metastatik.
? Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik sebagai hasil metabolisme.
? Elektrolit : hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia.

2.3.4        Pemeriksaan Diagnostik

1.      Pemeriksaan laboratorium
Tujuan dilakukannya pemeriksaan laboratorium adalah :
*      Untuk menetapkan adanya GGK
*      Menetukan ada tidaknya kegawatan
*      Menentukan derajat GGK
*      Menetapkan gangguan sistem
*      Membantu menetapkan etiologi.
Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin). 
Laboratorium urine : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
Dalam menetapkan gagal ginjal yang paling lazim diuji adalah Laju Filtrasi Glomerulus ( LFG ).
2.      Pemeriksaan EKG
Melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis ( misalnya voltase rendah ), aritmia, dan gangguan elektrolit ( hiperkalemia, hipokalsemia ).
3.      Ultrasonografi ( USG )
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah lanjut ( ginjal yang kisut ).
4.      Foto polos abdomen
Sebaiknya tanpa puasa karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal. Untuk menilai bentuk dan besar ginjal, apakah ada batu atau obstruksi lain.
5.      Pielografi intra-vena ( PIV )
Pada GGK lanjut tak bermanfaat lagi oleh karena ginjal tidak dapat mengeluarkan kontras dan pada GGK ringan memiliki resiko penurunan faal ginjal lebih berat, terutama pada usia lanjut, diabetes melitus, dan nefropati asam urat.
6.      Pemeriksaan pielografi retrogad
Bila dicurigai adanya obstruksi yang reversibel.
7.      Pemeriksaan foto dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air ( fluid overload ), efusi pleura, kardiomegali, dan efusi perikardial. Tak jarang ditemukan juga infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang menurun.
8.      Pemeriksaan radiologi tulang
Mencari osteodistrofi ( terutama falang/jari ), dan kalsifikasi metastatik.

2.3.5        Penatalaksanaan Konservatif

Terdiri dari 3 strategi :
Ø  Usaha-usaha untuk memperlambat laju penurunan fungsi ginjal.
a.    Pengobatan hipertensi ( sampai < 140 mmHg )
b.    Pembatasan asupan protein bertujuan mengurangi hiperfiltrasi glomerulus.
c.    Restriksi fosfor, untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder.
d.   Mengurangi proteinuria dengan penghambat ACE karena berpengaruh pada penurunan fungsi ginjal terutama pada glomerulonefritis kronik dan diabetes.
e.    Mengendalikan hiperlipidemia meliputi diet dan olahraga, jika peningkatan berlebihan diberikan obat-obatan penurun lemak darah.
Ø  Mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut.
a.       Pencegahan kekurangan cairan
Pada anamnesis perlu ditanyakan mengenai keseimbangan cairan ( intake dan output ), penggunaan obat-obatan terutama diuretik, manitol, dan fenasetin. Penyakit lain yang mempengaruhi keseimbangan cairan juga perlu dicari.

b.      Sepsis
Infeksi saluran kemih akan memperburuk faal ginjal. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengoreksi kelainan urologi dan antibiotik yang telah terpilih untuk mengobati infeksi.
c.       Hipertensi yang tidak terkendali
Prinsip terapi adalah mencari manfaat terbaik dengan mempertimbangkan fungsi ginjal. Obat-obat yang dapat diberikan adalah furosemid, obat penyekat beta, vasodilator, antagonis kalsium dan penghambat alfa. Dosis obat agar disesuaikan dengan LFG, karena kemungkinan adanya akumulasi misalnya obat penyekat beta.
d.      Obat-obat nefrotoksik
Obat-obat nefrotoksik seperti amino-glikosid, OAINS, kontras radiologi, dan obat-obat yang dapat menyebabkan nefritis interstisialis akut harus dihindari.
e.       Kehamilan
Risiko kehamilan meningkat bila kreatinin serum > 1,5 mg/dL dan apabila kreatinin serum > 3 mg/dL dianjurkan untuk tidak hamil karena dapat memperburuk fungsi ginjal, memperburuk hipertensi, meningkatkan kemungkinan terjadinya eklamsia dan menyebabkan retardasi pertumbuhan intrauterin.
Ø  Pengelolaan berbagai masalah yang terdapat pada pasien dengan GGK dan komplikasinya.
a.       Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Meliputi retriksi asupan cairan dan natrium, serta pemberian terapi diuretik. Asupan cairan dibatasi < 1 liter/hari, pada keadaan berat < 500 ml/hari. Natrium (NaCl) diberikan < 2-4 gr/hari tergantung dari beratnya edema. Apabila tindakan diatas tidak membantu harus dilakukan tindakan dialisis.
b.      Asidosis metabolik
Umumnya manifestasi timbul bila LFG < 25 ml/menit. Diet rendah protein 0,6 gr/hari membantu mengurangi kejadian asidosis. Bila bikarbonat serum turun sampai < 15-17 mEq/L harus diberikan substitusi alkali ( tablet natrium bikarbonat ).
c.       Hiperkalemia
Hiperkalemia dapat menimbulkan kegawatan jantung dan kematian mendadak akibat aritmia kordis yang fatal. Penatalaksanaan meliputi pembatasan asupan kalium dari makanan. Untuk mengatasi kegawatan akibat hiperkalemia dapat diberikan obat-obatan dibawah ini :
·         Kalsium glukonas 10%, 10 mL dalam waktu 10 menit IV.
·         Bikarbonas natrikus 50-150 mEq dalam waktu 15-30 menit IV.
·         Insulin dan glukosa : 6 unit  insulin dan 50 gr glukosa dalam waktu 1 jam.
·         Kayexalate ( resin pengikat kalium ) 25-50 gr oral atau rektal.
d.      Diet rendah protein
Diet rendah protein dianggap akan mengurangi akumulasi hasil akhir metabolisme protein yakni ureum dan toksin uremik yang lain sehingga gejala-gejala uremia akan berkurang. Kalori diberikan sekitar 35 kal/kg BB, protein 0,6 gr/kg BB/hari dengan nilai biologis tinggi ( 40% asam amino esensial ).
e.       Anemia
Transfusi darah hanya diberikan bila sangat perlu dan apabila transfusi tersebut dapat memperbaiki keadaan klinis secara nyata. Bahaya transfusi darah perlu dipertimbangkan seperti hemosiderosis, hepatitis B atau C dan pembentukan antibodi terhadap antigen HLA. Terapi terbaik apabila Hb < 8 g% adalah dengan pemberian eritropoietin.
f.       Kalsium dan fosfor
Untuk mencegah terjadinya hiperparatiroidisme sekunder kadar fosfat serum harus dikendalikan dengan diet rendah fosfor ( terutama daging dan susu ). Apabila LFG < 30 ml/menit, diperlukan pemberian pengikat fosfor seperti kalsium karbonat atau kalsium asetat yang diberikan pada saat makan.
g.      Hiperurisemia
Alopurinol sebaiknya diberikan 100-300 mg, apabila kadar asam urat > 10 mg/dl atau bila terdapat riwayat gout.
Inisiasi dialisis
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisis tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya LFG sekitar 5-10 ml/menit. Dialisis juga diperlukan bila :
·         Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.
·         Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.
·         Overload cairan ( edema paru ).
·         Ensepalopati uremik; penurunan kesadaran.
·         Efusi perikardial.
·         Sindrom uremia : mual, muntah, anoreksia, neuropati yang memburuk.

2.3.6        Konsep asuhan keperawatan

*      Data dasar pengkajian
1.      Aktifitas dan istrahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur, kelemahan otot dan tonus penurunan ROM.
2.      Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada, peningkatan JVP, takikardia, hipotensi ortostatik, friction rub.
3.      Integritas ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan, menolak, cemas, takut, marah, irritable.
4.      Eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguri, anuri, perubahan warna urine, urine pekat warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung.
5.      Makanan/cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia, mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites, penurunan otot, penurunan lemak suubkutan.
6.      Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan, gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma.
7.      Nyeri/kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, distraksi, gelisah.
8.      Pernafasan
Pernapasan kussmaul ( cepat dan dangkal ), paroksimal nokturnal dyspnea (+), batuk produktif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal.
9.      Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam ( sepsis dan dehidrasi ), petekie, ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit, ROM terbatas.
10.  Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas.
11.  Interaksi sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya.
Diagnosa keperawatan
1.      Kelebihan volume cairan tubuh b.d penurunan haluaran urine, retensi cairan dan natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal.
2.      Resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein, pembatasan diet, peningkatan metabolisme, anoreksia, mual, muntah.
3.      Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan berlebihan ( fase diuretik ).
4.      Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d ketidakseimbangan volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit.
5.      Intoleransi aktivitas b.d penurunan produksi energi metabolik, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisa.
6.      Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolik, edema, kulit kering, pruritus.
7.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan b.d keterbatasan kognitif, kurang terpajan, missinterpretasi informasi.

Intervensi keperawatan
No Dx
Intervensi
Rasional
Evaluasi
Dx 1
a.   Monitor denyut jantung, TD, CVP
b.   Catat intake & output cairan, termasuk cairan tersembunyi seperti aditif antibiotik, ukur IWL
c.   Awasi BJ urine
d.  Batasi masukan cairan
e.   Monitor rehidrasi cairan dan berikan minuman bervariasi.
f.    Timbang BB tiap hari dengan alat yang sama
g.   Kaji kulit wajah, area tergantung untuk edema. Evaluasi derajat edema ( skala +1 sampai +4 ).
h.   Auskultasi paru dan bunyi jantung.
i.     Kaji tingkat kesadaran : selidiki perubahan mental, adanya gelisah.
j.     Kolaborasi :
·      Perbaiki penyebab, misalnya perbaiki perfusi ginjal, meningkatkan COP
·      Awasi Na dan Kreatinin urine, Na serum, Kalium serum, Hb/Ht.
·      Rontgent dada
·      Berikan obat sesuai indikasi : diuretik, antihipertensi.
·      Masukkan/pertahankan kateter tak menetap sesuai indikasi.
·      Siapkan untuk dialisa sesuai indikasi.

a. Hasil laboratorium mendekati normal
b. BB stabil
c. Tanda vital dalam batas   normal
d.Tidak ada edema
Dx 2
a.       Kaji status nutrisi
b.      Kaji/catat pola dan pemasukan diet.
c.       Kaji faktor yang berperan merubah masukan nutrisi : mual, anoreksia
d.      Berikan makanan sedikit tapi sering, sajikan makanan kesukaan kecuali kontra indikasi.
e.       Lakukan perawatan mulut, berikan penyegar mulut.
f.       Timbang BB tiap hari
g.      Kolaborasi :
·         Awasi hasil lab : BUN, albumin serum, transferin, Na, K-
·         Konsul ahli gizi untuk mengatur diet
·         Berikan diet tinggi kalori, rendah protein, hindari sumber gula pekat
·         Batasi Na, K, dan Phosfat.
·         Berikan obat sesuai indikasi : sediaan besi, vitamin D dan B kompleks, antiemetik.

a.       BB stabil
b.      Tidak ditemukan edema.
c.       Albumin dalam batas normal
Dx 3
a.   Ukur intake dan output cairan, hitung  IWL yang akurat.
b.   Berikan cairan sesuai indikasi.
c.   Awasi tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, perhatikan tanda-tanda dehidrasi.
d.  Kontrol suhu lingkungan
e.   Awasi hasil lab : elektrolit Na

a.       Klien menunjukkan keseimbangan intake dan output.
b.      Turgor kulit baik
c.       Membran mukosa lembab
d.      Nadi perifer teraba
e.       BB dan TTV dalam batas normal
f.       Elektrolit dalam batas normal
Dx 4
a.   Auskultasi bunyi jantung, evaluasi adanya : dipsnea, edema perifer/kongesti vaskuler.
b.   Kaji adanya hipertensi, awasi TD, perhatikan perubahan posisi postural saat berbaring, duduk dan berdiri.
c.   Observasi EKG, frekuensi jantung.
d.  Kaji adanya nyeri dada, lokasi, radiasi, beratnya, apakah berkurang dengan inspirasi dalam dan posisi terlentang.
e.   Evaluasi nadi perifer, pengisian kapiler, suhu, sensori dan mental.
f.    Observasi warna kulit, membran mukosa dan dasar kuku.
g.   Kaji tingkat dan respon terhadap aktivitas.
h.   Pertahankan tirah baring.
i.     Kolaborasi :
·      Awasi hasil laboratorium : elektrolit ( Na, K, Ca, Mg ), BUN, kreatinin.
·      Berikan oksigen dan obat-obatan sesuai indikasi
·      Siapkan dialisis.

a.       TD dan HR dalam batas normal.
b.      Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler.
Dx 5
a.   Kaji tingkat kelelahan, tidur, istirahat
b.   Kaji kemampuan toleransi aktivitas.
c.   Identifikasi faktor yang menimbulkan keletihan.
d.  Rencanakan periode istirahat adekuat.
e.   Berikan bantuan ADL dan ambulasi.
f.    Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, anjurkan aktifitas alternatif sambil istirahat.

a.   Klien mampu berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat ditoleransi
Dx 6
a.       Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, ekimosis, kerusakan, suhu.
b.      Pantau intake & output cairan, hidrasi kulit dan membran mukosa.
c.       Jaga kulit tetap kering dan bersih.
d.      Ubah posisi tidur dengan sering, beri bantalan pada penonjolan tulang.
e.       Beri perawatan kulit, batasi sabun, olesi lotion, salep, krim; tangani area edema dengan hati-hati.
f.       Pertahankan linen kering dan kencang.
g.      Anjurkan menggunakan kompres lembab dan dingin pada area pruritus.
h.      Anjurkan menggunakan bahan katun, berikan kasur dekubitus.

a.       Kulit hangat dan utuh
b.      Turgor kulit baik dan tidak ada lei.
Dx 7
a.   Kaji ulang pengetahuan klien tentang proses penyakit/prognosa.
b.   Kaji ulang pembatasan diet; fosfat dan Mg
c.   Diskusikan masalah nutrisi/diet tinggi karbohidrat, rendah protein, rendah natrium, sesuai indikasi.
d.  Diskusikan terapi obat, nama obat, dosis, jadwal, manfaat dan efek samping.
e.   Diskusikan tentang pembatasan cairan.
f.    Kaji ulang tindakan mencegah perdarahan : sikat gigi lembut.
g.   Buat program latihan rutin, kemampuan dalam toleransi aktivitas.
h.   Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik segera : demam, menggigil, perubahan urine/sputum, edema, ulkus, kebas, spasme pebengkakan sendi, penurunan ROM, sakit kepala, penglihatan kabur, edema periorbital/sakral, mata merah.

a.       Klien menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan
b.      Melakukan dengan benar prosedur yang perlu.
c.       Perubahan perilaku hidup.























 

 

 



TINJAUAN KASUS


1. PENGKAJIAN
Tanggal masuk       : 23-04-2011                            No. Reg. Med : 121345
Jam masuk              : 06.20 WIB                            Pengkajian       : 24-04-2011
Ruang                     : Paviliun D2                           Jam                  : 07.00 WIB
Diagnosa                : CKD

IDENTITAS
Nama pasien           : Ny. A                                   
Umur                      : 51 tahun
Suku/Bangsa          : Jawa/Indonesia
Agama                    : Islam
Pendidikan             : SMA
Pekerjaan                : Ibu rumah tangga
Alamat                    : jl. KM 4/5

KELUHAN UTAMA: muntah-muntah
KELUHAN TAMBAHAN: tak ada nafsu makan, badan lemas, wajah, tangan dan kaki bengkak, kencing sedikit dan jarang.
RIWAYAT KEPERAWATAN
a. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien mengatakan mual dan muntah sejak 4 hari yang lalu, badan lemas, pusing, kedua kaki dan tangan serta wajah bengkak, dan kencing hanya sedikit dan jarang, tidak seperti biasanya. Tanggal 23-04-2011, pasien mengatakan keluhan masih tetap, muntah air dan sisa makanan 4 kali, pasien berobat ke UGD RSAH dan dianjurkan opname. Hari ini (tanggal 24-04-2011), pasien mengatakan masih mual, muntah 1x air dan sisa makanan, tak ada nafsu makan, kencing hanya sedikit.

b. Riwayat penyakit dahulu:
DM ± 7 tahun, biasa minum obat Glucovance 500 mg 2 x 1 tab.
HT ± 5 tahun, biasa minum Captopril 25 mg 1 x 1 tab.
PEMERIKSAAN FISIK:
Keadaan umum      : lemah, wajah tampak sembab.
Kesadaran              : compos mentis
Tanda-tanda vital   : Tensi  : 173/83 mmHg
Nadi  : 98 x/mnt
Suhu  : 36,8°C
RR     : 22 x/mnt
Berat badan                        : tidak bisa diukur karena kondisi pasien masih lemah.
a. Breathing (B1): RR 22 x/mnt, pola nafas bronchovesiculer, ronchi -/-, wheezing -/-.
b. Blood (B2): wajah pucat, konjungtiva anemis +/+, akral hangat, tensi: 173/83 mmHg, nadi: 98 x/mnt.
c. Brain (B3): Kesadaran compos mentis, tak pusing.
d. Bladder (B4): Blass supel, tak ada isi, nyeri tekan daerah vesika urinaria (-), jumlah urin per 24 jam: 500 cc, warna kuning pekat.
e. Bowel (B5): abdomen supel, tak kembung, bising usus (+) normal, nyeri tekan ulu hati (+), pola BAB normal 1-2 hari sekali.
f. Bone and integument (B6): odem pada kedua tangan dan kedua tungkai, tak ada kelemahan ekstremitas.




PEMERIKSAAN PENUNJANG:
a. Pemeriksaan laboratorium tanggal 23-04-2011:
Hb          : 9,0 gr/dl                                             BUN               : 71,98 mg/dl
Leuco     : 3300/uL                                             Creatinin         :10,73 mg/dl
Plt          : 171.000/uL                                        Kalium                        : 3,92
Hct         : 29,3 %                                               Natrium           : 116
LED       : 9 mm/jam                                          Asam urat        : 9,15  
BS stik   : 156 mg/dl     
b. Hasil USG tanggal 23-04-2011:
Kesimpulan:
Mengesankan gambaran diffuse parenchymal disease of the kidney.
c. Hasil foto thorax tanggal 23-04-2011
CTR       :  > 50%, membesar ke kanan dan kiri
Pulmo    :  bendungan dan odem kedua lapangan.
Sinus phrenico costalis kanan tumpul, mengesankan pleural effusion minimal.
PROGRAM DOKTER (tanggal 24-04-2011):
-       Besok lab ulang DL, BUN, creat, K, Na → pro HD
-       Bila sesak, segera lapor → cito HD.
-       Diit: DM 2100 Kalori 40 gr protein.
-       Minum dibatasi 750 cc/24 jam.
TERAPI:
-       Infus 500 PZ/24 jam, cabang NaCl 3% 1 fls/hr (3 hari)
-       Lasix 4 x 1 amp/IV.
-       Invomit 4 mg 3 x 1 amp/IV
-       OMZ 2 x 1 amp/IV.
-       Captopril 25 mg 2 x 1 tab.
-       Allopurinol 2 x 1 tab.
2. ANALISA DATA
ꜜDATA
ETIOLOGI
MASALAH KEP.
DS: - pasien mengatakan
kaki dan tangan dan wajahnya bengkak sejak 4 hari yang lalu.
- pasien mengatakan
  sejak 4 hari yang lalu kencingnya sedikit.

DO:- kaki dan tangan odem,
wajah sembab.
-jumlah urin: 500 cc/24
 jam.

Penurunan fungsi ginjal
 


penurunan haluaran urine, retensi cairan dan natrium
 


Kelebihan volume cairan
Kelebihan volume cairan
DS: - pasien mengatakan
mual, muntah sejak
 4 hari yang lalu.
- pasien mengatakan
saat ini masih mual, tak ada nafsu makan, muntah air dan sisa makanan 1x.

DO: - abdomen supel,
 tak kembung, BU
 (+) normal, nyeri
 tekan epigastric (+).
 -  makan pagi hanya 2
           sdm.




-           
Penurunan fungsi ginjal
 


Gangguan metabolism protein di usus
 


Terbentuk zat-zat toksik akibat metabolism bakteri di usus
 


Mual, muntah.
 



Resti nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Resti nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, retensi cairan dan natrium.
2. Resti nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme, anoreksia, mual, muntah.
4. IMPLEMENTASI
No.
Diagnosa
Tanggal
Jam
Tindakan
Evaluasi
Paraf
1.



2.



Kelebihan volume cairan.

Resti nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.


24-04-2011
07.30




07.45






08.00




08.15



09.00






10.30






11.55



12.00
Menyajikan makan pagi dalam kondisi hangat.


Mengajarkan teknik relaksasi nafas dan menganjurkan pasien untuk melakukannya bila mual.

Memberikan tx injeksi: lasix 1 amp/iv, invomit 4 mg 1 amp/iv.

Memberikan tx oral: allopurinol 100 mg 1 tab.

Mengobservasi TTV, hasil:
T: 159/87 mmHg
N: 100 x/mnt
S: 36,4°C
RR: 21 x/mnt

Menolong px muntah dan menganjurkan untuk melakukan teknik relaksasi lagi.

Memberikan tx injeksi: OMZ 1 amp/iv.

-Mengobservasi TTV, hasil:
T: 161/88 mmHg
N: 102 x/mnt
S: 36,3°C
RR: 20 x/mnt.
-Memberitahu pasien dan keluarga untuk tidak minum terlalu banyak, karena sesuai program dokter, minum dibatasi 750cc/24 jam.


Pasien masih mual, hanya makan 2  sdm, tidak muntah.

Pasien dapat melakukan teknik relaksasi dengan benar.


Injeksi lancar, tak ada reaksi.



Obat sudah diminum, tidak muntah.

Tak sesak, pola nafas broncho vesikuler.



Muntah (-), hanya air liur saja.




Injeksi lancar, tak ada reaksi.


Tidak sesak, pola nafas broncho
vesikuler.


Pasien dan keluarga mengerti.



5. EVALUASI/CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal
Jam
No. Dx
Evaluasi
Paraf
27-04-2011
08.00
1.
S: - Pasien mengatakan bengkak pada kaki dan tangannya berkurang.
O: - Odem pada kaki dan tangan berkurang, kulit tangan dan kaki tampak berkerut.
T: 149/89 mmHg
N: 96 x/mnt
S: 36,9°C
RR: 19x/mnt
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Rencana tindakan dilanjutkan.


27-04-2011
08.00
2.
S: - Pasien mengatakan mual berkurang, tidak muntah.
    - Pasien mengatakan sudah mulai ada nafsu makan.
O: - abdomen supel, tak kembung, BU (+) normal, nyeri tekan epigastric (-).
     - tak muntah.
     - makan pagi habis ½ porsi.
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Rencana tindakan dilanjutkan.























BAB 3
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Gagal ginjal atau Acute renal failure (ARF) dapat diartikan sebagai penurunan cepat/tiba-tiba atau parah pada fungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia ( peningkatan konsentrasi Blood Urea Nitrogen ). Akan tetapi biasanya segera setelah cedera ginjal terjadi, tingkat konsentrasi BUN kembali normal, sehingga yang menjadi patokan adanya kerusakan ginjal adalah penurunan produksi urin.
Gagal ginjal akut adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan mendadak dalam ( beberapa jam sampai beberapa hari ) laju filtrasi glomerular ( LFG ), disertai akumulasi nitrogen sisa metabolisme terutama ureum dan kreatinin ( Ilmu Penyakit Dalam, 2001 )
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min. (Suyono, et al, 2001).
         

3.2  Saran
1.      Bagi mahasiswa semoga makalah ini dapat membantu kita semua dalam berbagai ilmu pada proses pembelajaran.
2.     Diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronis.
3.     Bagi pembaca semua, diharapkan mampu menambah wawasan kita semua          tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis.


DAFTAR PUSTAKA


Brunner & Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta : EGC
Carpernito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif edisi 2. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn. 2000. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta : EGC
Price, S A.1995. Patofisiologi. Jakarta: EGC
Suyono, Slamet, 2001. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II edisi ketiga. Jakarta : FKUI.















WOC Gagal Ginjal Akut
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
Prarenal:
-  Turunnya laju filtrasi glomerulus.
-  Penurunan volume vaskuler
-  Kehilangan darah / plasma : perdarahan luka bakar
-  Kehilangan cairan ekstraseluler : muntah, diare
-  Peningkatan kapasitas kapiler
-  Penurunan curah jantung / kegagalan pompa jantung.
Intrarenal ( kerusakan aktual jaringan ginjal )
· Kerusakan struktur glomerulus atau tubulus ginjal
· Kondisi seperti terbakar, oedema
· Berhentinya fungsi renal
· Reaksi transfusi yang parah
· Faktor penyebab lain : pemakaian obat-obatan anti inflamasi nonsteroid ( NSAID ) terutama pada lansia.

Pascarenal
-       Obstruksi dibagian distal ginjal

GGA
(GAGAL GINJAL AKUT)
Perubahan haluaran urine
Oliguria
<400 ml
Gangguan Keseimbangan volume cairan
Peningkatan BUN Kreatinin
Penumpukan toksin uranik
Anoreksia, mual, muntah
Penurunan filtrasi
Kalium masuk kedalam jaringan interstitial
Kalium di jantung berkurang
-disritmia
- henti jantung
Intoleransi aktivitas
Asidosis metabolik
Penurunan kandungan karbon dioksida dan PH
Penurunan produksi eritropoitin
Penurunan sel darah merah
anemia
Resiko cedera
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
 






















WOC  GAGAL GINJAL KRONIS

Pencernaan
Hematologi
Endokrin
Glomerulo                   Obstruksi         Neprotik          Nepritis                       Nepritis
Nepritis Kronik                       dan Infeksi      Diabetik          Hypertensi       Lupus

Gagal Ginjal Kronik
Penurunan fungsi glomerulus
Iskemi dan infeksi nefron nefron ginjal
Angiopati sehingga
Jaringan ginjal < O² dan nutrisi
Vaskularisasi jar. Ginjal <
Kerusakan jaringan dan Nefron ginjal
Syaraf dan Otot
Kardiovaskular
Kulit
 














metabolik
Pulmonari
                                                                                                                                                                                          
Ggn.Metab.protein
Ureum > daripada air liur
Cegukan
Gastritis
Sensitifitas insulin å
Pembuatan insulin terlambat
Trigliserin ä dan output glycerida ä
Produksi eritrosit tertahan, pemendekan masa hidup eritrosit
Anaemia
Ggn Fungsi
dan Trombositopeni
Ggn Fungsi
leukosit
Hipertensi
Odema
Phospatase ä dlm darah
> Renin Angiotensi-Aldosteron
Arterisklerosis dini
Ggn Elektrolit dan kohesifikasi metastatik
Kebanyakan cairan
Ggn.Seksual
Ggn.Tolerasi glukosa
Ggn.Metab.
lemak
Ggn.Metab Vit. D
Toksin dlm serum
Restless Leg sindrom.
Burning Feet sindrom.
Ensepalopati
metab.
Miopati
>Urokrom Gatal ekskariosis
Urea Frost
Kelenjar keringat mengecil
 
toksin ureum                                                                                                                  
pada rongga ‘
pleura dan pd
jaringan paru
 


Gangguan pola aktivitas
Gangguan istirahat tidur
Gangguan. Integritas kulit
uremi paru paru
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
pneumonitis
Hipertensi,gagal jantung kongestif
Arterisklerosis, dan perikarditsis
Eritropoitin <
Defisiensi besi
Hemolisis
Kelemahan otot
                                                                                                                                                                                                                


gangguan
pola nafas
Resiko cedera (Profil darah abnormal)
                                                                                    
Gangguan curah jantung